27
2 Tokoh Antagonis
Tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tak
langsung.
d. Latar Setting
Latar setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Menurut Nurgiyantoro unsur latar dapat
dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut.
1 Latar Tempat
Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat
yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.
2 Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu.
3 Latar Sosial
Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat
mencakup berbagai
masalah dalam
28
lingkungan cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup,
cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar juga berhubungan
dengan status
sosial tokoh
yang bersangkutan.
12
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan
tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada
pembaca.
Pembedaan sudut pandang akan dikemukakan berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang,
yaitu: 1
Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia” Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang
persona ketiga, gaya “dia”, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-
tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata ganti: ia, dia, dan mereka.
Sudut pandang “dia” dapat dibedakan ke dalam dua golongan
berdasarkan tingkat
kebebasan dan
keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang dapat bebas menceritakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “dia” jadi
bersifat mahatahu. Di pihak lain ia mempunyai
12
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 1998, Cet. 2, h. 227-237
29
keterbatasan “pengertian” terhadap tokoh “dia”, jadi
bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.
2 Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama narator adalah seseorang yang
ikut terlibat dalam cerita. Sudut pandang persona pertama dapat dibedakan ke
dalam dua golongan berdasarkan peran dan kedudukan si “aku” dalam cerita. Si “aku” mungkin menduduki
peran utama, jadi tokoh protagonis. Mungkin hanya menduduki peran tambahan menjadi tokoh tambahan
protagonis atau berlaku sebagai saksi.
3 Sudut Pandang Campuran
Penggunaan sudut pandang dalam sebuah cerita mungkin saja lebih dari satu teknik. Pengarang dapat
berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain untuk sebuah cerita yang dituliskannya. Semuanya itu
tergantung dari kemauan dan kreativitas pengarang, bagaimana mereka memanfaatkan teknik yang ada demi
tercapainya efektivitas Penceritaan yang lebih, atau paling tidak untuk mencari
variasi penceritaan agar memberikan kesan lain.
13
f. Gaya Bahasa