Pengertian Kelas Sosial Menengah Ciri-ciri Kelas Sosial Menengah

24 Batasan ekonomi dalam mengklasifikasikan masyarakat sebenarnya masih abstrak dalam artian tidak ada patokan apakah masyarakat yang mempunyai penghasilan dengan jumlah uang tertentu dapat menjadikan patokan untuk dapat masuk ke dalam kelas sosial tertentu. Namun, klasifikasi dari faktor ekonomi ini dapat kita lihat dalam memenuhi kebutuhan primer pun mereka harus berjuang lebih keras untuk memenuhinya. 48 Biasanya mereka mengkonsumsi daging, ikan dan susu seminggu sekali atau bahkan ssetahun sekali dan makan dalam sehari hanya sekali atau dua kali. 49 4 Gaya hidup life Style Kalau kelas bawah, biasanya mereka hanya berlibur di kota-kota terdekat yang tempatnya lebih sejuk atau sekedar jalan-jalan ke pusat perbelanjaan untuk menghabisi waktu luang, bahkan hanya mengisi waktu uang dengan menonton televisi di rumah atau sesekali pergi ke Kebun Binatang, pantai ancol,. Masyarakat kelas bawah terkadang meniru pakaian yang dikenakan gaya hidup kelas sosial di atasnya dengan membeli barang-barang tiruan. 50 Biasnaya membeli pakaian baru setahun sekali 5 Peluang Hidup dan Kesehatan Studi yang dilakukan oleh Robert Chambers pada tahun 1987 menemukan bahwa di lingkungan keluarga yang miskin, tidak berpendidikan dan rentan, mereka umumnya lemah jasmani, dan mudah terserang penyakit. 51 Studi yang dilakukan oleh Brooks pada tahun 1975 menemukan bahwa kecenderungan terjadinya kematian bayi ternyata dipengaruhi oleh tinggi-rendahnya kelas sosial. Kaum 48 Zahroh. loc.cit 49 Dunia Iptek. loc.cit 50 Narwoko dan Suyanto, op.cit., h. 183-184 51 Ibid., 183-185 25 ibu yang kurang berpendidikan, kematian bayi relatif tinggi, karena rendahnnya pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengertiannya terhadap perawatan kesehatan dan biasanya masyarakat bawah ketika mereka jatuh sakit tidak mempunyai tabungan karena upah mereka cukup untuk makan sehari-hari. 52 Biasanya mereka mendapatkan bantuan kesehatan dari pemerintah. 53 6 Respons Terhadap Perubahan Setiap kali terjadi proses perubahan, berbeda-beda respons kelas menengah dan kelas bawah. Kelas bawah cenderung yang paling lambat dalam menerapkan ha-hal baru, khususnya dalam hal mengambil keputusan. Menurut I.B Irawan dalam J. Dwi Narwono dan Bagong Suyanto petani miskin dan berpendidikan rendah, umumnya mereka cenderung lebih lambat program KB mandiri daripada kelas sosial di atasnya. 7 Peluang Bekerja dan Berusaha Kelas bawah akibat belitan atau perangkap kemiskinan dan pendidikannya rendah, mereka umumnya rentan, dan tak berdaya dan kecil kemungkinan untuk bisa memperoleh pekerjaan yang memadai atau kemungkinan untuk melakukan diversikasi. Orang-orang miskin sering mendapatkan bantuan kredit permodalan baik lewat KUD Koperasi Unit Desa, BRI Unit Desa, tetapi sering kali tidak bisa menyelesaikan masalah kemiskinan dengan tuntas. Tunggakan kredit terus meningkat dan ada kecenderungan untuk tidak bisa terbayar. Banyak ternyata digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari 52 Ibid., 53 Dunia Iptek. loc.cit 26 Masyarakat kelas bawah boros dan tidak memiliki etos kewirausahaan yang baik. 54 8 Kebahagiaan dan Sosialisasi dalam keluarga Horton dan Hunt pada tahun 1984, menyatakan bahwa tindak kekerasan paling besar di alami oleh keluarga-keluarga yang serba susah artinya mengalami berbagai macam masalah dan kemiskinan yang mencekik. 55 Menurut Staus, Gelles, dan Stainmets pada tahun 1980 figur ayah dalam keluarga biasanya kasar, tidak berpendidikan pengangguranm atau terjepit oleh pekerjaan yang rendah gaji. 9 Perilaku Politik Di lingkungan orang yang tidak berpendidikan, khususnya kalangan kelas bawah, cenderung kuran berpendidikan dan kurang sikap kritis mereka. 56

C. Pendidikan sebagai Investasi Ekonomi dan Sosial

1. Pengertian, Tujuan, dan Komponen Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Mendidik secara insting segera diikuti oleh mendidik yang bersumber dari pikiran dan pengalaman manusia. Manusia mampu menciptakan cara-cara mendidik karena perkembangan pikirannnya. Demikianlah banyak ragam mendidik orang tua terhadap anak. Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, yaitu: “Proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”. 57 54 Narwoko dan Suyanto, op.cit., h. 185 55 Ibid, h. 186-189 56 Ibid., h. 190 57 Tim Prima Pena, op.cit.,h. 204 27 Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 58 Para ahli pendidikan memberikan pengertian pendidikan dengan bermacam-macam pengertiannya, diantaranya adalah 1 Mudyahardjo, mengatakan bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hidup. 2 J. J Rousseau, berpendapat pendidikan adalah memberi kita pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak akan tetapi diperlukan masa dewasa. 59 3 Menurut Ki Hajar Dewantara kata “pendidikan” mempunyai arti sesuatu yang menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai warga negara dapat mencapai mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. 60 4 Zamroni dalam Rusli Yusuf mengatakan bahwa, pendidikan memegang peranan penting dalam usaha keras untuk menciptakan pembangunan kehidupan yang lebih beradab dan berbudaya tinggi peranan pendidikan dalam pembangunan guna mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan semakin penting. 61 Dari definisi tersebut, ternyata ada yang membatasi pendidikan pendidikan sampai dewasa. Artinya, kalau seseorang sudah dewasa dalam arti sudah bisa berdiri sendiri dan bertanggung jawab susila atas segala tindakan yang dipilihnya sendiri, baik untuk 58 Abdul Kadir, op.cit., h. 62 59 Ibid., h. 59 60 Made Pidarta, Landasan Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, Cet.2, h. 10 61 Rusli Yusuf, Pendidikan sebagai Investasi Sosial, Bandung: Alfabeta, 2011, Cet.1, h. 7