Rancangan Awal RKPD 2018 – Bahan sosialisasi publik

(1)

II - 1

BAB II

EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN 2016

DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN DAERAH

2.1. Gambaran Kondisi Umum Daerah

2.1.1. Aspek Geografi

Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak di 5040’ - 8030’ Lintang Selatan dan 108030’ - 111030’ Bujur Timur, dengan luas wilayah sebesar 3.254.412 ha atau 25,04% dari luas Pulau Jawa. Wilayah Provinsi Jawa Tengah berbatasan langsung dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Samudera Hindia di sebelah selatan; Provinsi Jawa Barat di sebelah barat; Provinsi Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota, meliputi 573 Kecamatan, 7.809 Desa, dan 769 Kelurahan.

Kondisi topografi wilayah Provinsi Jawa Tengah beragam, meliputi dataran rendah yang tersebar di hampir seluruh wilayah, serta dataran tinggi dan pegunungan yang membujur di wilayah tengah, dengan sekitar 53% wilayah Jawa Tengah berada pada ketinggian 0-99 m dpl. Kemiringan lahan di wilayah Jawa Tengah juga bervariasi, meliputi lahan dengan kemiringan 0-2% sebesar 38%; lahan dengan kemiringan 2-15% sebesar 31%; lahan dengan kemiringan 15-40% sebesar 19%; dan lahan dengan kemiringan lebih dari 40% sebesar 12% dari total wilayah.

Secara fisiografis, Jawa Tengah memiliki berbagai jenis dan struktur tanah, dengan tingkat kesuburan yang cukup tinggi, meliputi organosol, alluvial, planosol, litosol, regosol, andosol, grumosol, mediteran, latosol, dan podsolik, dan didominasi jenis tanah latosol, aluvial, dan gromosol. Sedangkan jenis tanah aluvial yang ada di Jawa Tengah adalah Aluvial Hidromorf, Aluvial Kelabu Kekuningan, dan Aluvial Coklat Kelabu Gelap.

Kondisi hidrologis di wilayah Jawa Tengah, digambarkan dengan jumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Jawa Tengah yang cukup banyak. Terdapat 18 DAS Prioritas di Jawa Tengah, yaitu DAS Garang (Babon), DAS Serang, DAS Bodri, DAS Cacaban, DAS Juwana, DAS Tuntang, DAS Pemali, DAS Comal, DAS Babakan, DAS Gangsa, DAS Kupang, DAS Serayu, DAS Luk Ulo, DAS Citanduy (Segara Anakan; Jabar, Jateng), DAS Bengawan Solo (Jateng, Jatim, DIY), DAS Bogo-wonto (Jateng, DIY), DAS Progo (Jateng, DIY), dan DAS Wawar Medono.

Jumlah sungai di wilayah Jawa Tengah cukup banyak dan tersebar hampir di seluruh wilayah Jawa Tengah, antara lain Sungai Serayu, Bengawan Solo, Juwana, Progo, Pemali, Tuntang, Klawing, Lusi, Bogowonto, Kaligung, Kali Comal, Kali Bodri, dan lain-lain. Sungai Bengawan Solo dan Sungai Serayu merupakan dua sungai di Jawa Tengah yang cukup besar dan panjang, memiliki luas daerah pengaliran lebih dari 1.000 km2, dengan debit yang cukup besar dan perlu diwaspadai karena berisiko mengakibatkan wilayah di sekitarnya rawan banjir limpahan.


(2)

II - 2

iklim tropis basah, seperti juga wilayah Indonesia secara umum. Pada tahun 2014, suhu udara rata-rata berkisar antara 230C–280C dengan kelembaban udara berkisar antara 80%-88%. Curah hujan tertinggi pada tahun 2014 tercatat di Stasiun Meteorologi Sempor, Kebumen sebesar 1.320 mm, dan hari hujan terbanyak sebesar 64 hari yang tercatat di Stasiun SMPK, Borobudur Magelang.

Penggunaan lahan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 terdiri dari lahan sawah sebesar 991.524 ha (30,47%) dan bukan lahan sawah sebesar 2.262.888 ha (69,53%). Sedangkan berdasarkan peruntukkan sesuai RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029, terdiri dari 2.693.008 ha kawasan budidaya (hutan produksi, hutan rakyat, pertanian, perkebunan, pertambangan, industri, peternakan dan permukiman) dan 561.404 ha kawasan lindung (hutan lindung, kawasan sempadan, suaka alam dan pelestarian alam, dan kawasan lindung karst).

Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi wilayah yang cukup besar untuk dikembangkan sesuai dengan pola ruang dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2029, terutama potensi peruntukan kawasan budidaya yaitu sebagai:

1. Kawasan hutan produksi dengan luas 546.290 ha terbagi ke dalam 20 KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan), meliputi :

a. Kawasan hutan produksi tetap seluas ± 183.930 ha, berada di seluruh kabupaten kecuali Kabupaten Karanganyar;

b. Kawasan hutan produksi terbatas seluas ± 362.360 ha, berada di seluruh kabupaten kecuali Kabupaten Sukoharjo, dan Kota Semarang; 2. Kawasan hutan rakyat seluas 345.822,96 ha (10,63% luas Jawa Tengah),

meliputi 29 Kabupaten dan 5 Kota kecuali Kota Tegal; 3. Kawasan peruntukan pertanian, meliputi :

a. Kawasan pertanian lahan basah, seluas ± 990.652 ha, yang ditetapkan sebagai lahan pangan pertanian berkelanjutan, yang diarahkan di semua kabupaten/kota se-Jawa Tengah;

b. Kawasan pertanian lahan kering ± 955.587 ha, yang diarahkan di semua kabupaten/kota se-Jawa Tengah;

4. Kawasan peruntukan perkebunan seluas  885.344 ha, terdiri dari perkebunan rakyat seluas 845.668 ha (96%), PTP Nusantara IX seluas 28.212 ha (3%), dan Perkebunan Besar Swasta seluas 11.464 ha (1%); 5. Kawasan peruntukan peternakan, meliputi :

a. Kawasan peternakan besar dan kecil, yang diarahkan untuk semua kabupaten/kota se-Jawa Tengah;

b. Kawasan peternakan unggas, yang diarahkan di semua kabu-paten/kota se-Jawa Tengah;

6. Kawasan peruntukan perikanan sebesar +24.802 ha, diarahkan untuk dikembangkan di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dan difungsikan menjadi lokasi budidaya ikan, meliputi:

a. Kawasan perikanan tangkap, yang diarahkan pada perairan Pantai Utara dan Pantai Selatan, danau, waduk, rawa, sungai, dan embung;


(3)

II - 3

b. Kawasan perikanan budidaya baik perikanan air payau, air tawar, dan laut, yang diarahkan di semua kabupaten/kota se-Jawa Tengah;

7. Kawasan peruntukan pertambangan hampir merata di sebagian besar wilayah kabupaten/kota, meliputi :

a. Kawasan pertambangan mineral logam, bukan logam, batuan dan batu bara, terletak di kawasan Majenang-Bantarkawung, Serayu-Pantai Selatan, kawasan Serayu-Pantai Utara, kawasan Gunung Slamet, kawasan Sindoro-Sumbing–Dieng, kawasan Merapi-Merbabu-Ungaran, kawasan Gunung Muria, kawasan Pegunungan Kendeng Utara, kawasan Kendeng Selatan, dan kawasan Gunung Lawu;

b. Kawasan pertambangan panas bumi, terletak di 9 (sembilan) lokasi komplek/kawasan panas bumi yang ada di 15 kabupaten, yaitu Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) panas bumi: Dieng, Gunung Telomoyo, Gunung Ungaran, Gunung Lawu, Baturraden, Guci, Banyugaram, Mangunan-Wanayasa, dan Condrodimuka;

c. Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi, terletak di Wilayah Kerja Migas di Kabupaten Cilacap, Banyumas, Kebumen, Purworejo, Boyolali, Klaten, Sragen, Karanganyar, Blora, Rembang, Pati, Jepara, Grobogan, Demak, Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Semarang, Salatiga, Pekalongan, Tegal dan pengembangan sumur tua/marjinal yang tersebar di Kabupaten Blora, Grobogan dan Kendal;

8. Kawasan peruntukan industri, meliputi semua kabupaten/kota di Jawa Tengah kecuali Kota Magelang dan Kota Surakarta, sedangkan kawasan berikat berada di Kabupaten Cilacap, Semarang, Kendal dan Kota Semarang;

9. Kawasan peruntukan pariwisata, meliputi kawasan pengembangan pariwisata koridor Borobudur – Prambanan – Surakarta, koridor Borobudur – Dieng, koridor Semarang – Demak – Kudus – Jepara – Pati – Rembang – Blora, koridor Semarang – Ambarawa – Salatiga, koridor Batang – Pekalongan – Pemalang – Tegal – Brebes, koridor Cilacap – Banyumas – Purbalingga – Banjarnegara, dan koridor Cilacap – Kebumen – Purworejo;

10. Kawasan peruntukkan permukiman, meliputi kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan;

11. Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, meliputi kawasan pesisir yang terletak di Kabupaten Cilacap, Kebumen, Purworejo, Wonogiri, Rembang, Pati, Jepara, Demak, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Semarang, Pekalongan, dan Tegal; dan kawasan pulau-pulau kecil yaitu Kepulauan Karimunjawa, Pulau Panjang dan Pulau Mandalika (Kabupaten Jepara), Pulau Marongan, Pulau Gede dan Pulau Sualan (Kabupaten Rembang), dan Pulau Nusakambangan (Kabupaten Cilacap).

Sebagai bagian dari Indonesia yang rawan bencana, wilayah Jawa Tengah merupakan provinsi dengan indeks rawan dan indeks risiko yang tinggi terhadap bencana. Hasil kajian risiko bencana tingkat provinsi yang dilakukan BNPB tahun 2013, diperoleh data bahwa terdapat 26 (duapuluh enam) provinsi


(4)

II - 4

ke-13 (risiko tinggi) di tingkat nasional. Sejalan dengan perkembangan, terdapat penurunan peringkat Jawa Tengah pada kategori rawan dan risiko bencana, yaitu peringkat nasional risiko bencana 13 sedangkan pada peringkat rawan nomor urut 1. Artinya upaya-upaya pengurangan risiko bencana yang telah dilakukan selama 2011 – 2013 telah memberikan dampak positif sehingga meskipun tingkat kerawanan tinggi namun risiko bencana dapat dikurangi. Upaya-upaya penanggulangan bencana terus dilakukan mengingat Jawa Tengah sebagai daerah yang mempunyai tingkat ancaman dan risiko bencana yang tinggi dari jenis bencana. Tingginya ancaman dan risiko bencana di Jawa Tengah menjadikan provinsi ini sebagai laboratorium bencana. Hal ini dapat menjadikan dasar bahwa upaya penyelenggaraan kegiatan penanggulangan bencana dilakukan atas dasar bahwa masyarakat Jawa Tengah banyak yang menempati daerah rawan bencana.

Dari 35 Kabupaten/kota di Jawa Tengah, terdapat 22 kabupaten/kota yang masuk kategori risiko bencana tinggi, dan 13 kabupaten/kota termasuk kategori risiko bencana sedang, dengan skor risiko tertinggi adalah Kabupaten Cilacap dan Purworejo. Tingkat kerawanan bencana di Jawa Tengah tersebut dapat diindikasikan dari frekuensi kejadian bencana alam di Jawa Tengah pada kurun waktu 2011-2016 yang semakin meningkat, terutama kejadian bencana banjir dan tanah longsor, yang menimbulkan dampak serta kerugian cukup besar di semua sektor. Frekuensi kejadian bencana di Jawa Tengah dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1.

Frekuensi Kejadian Bencana di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015

No Jenis Bencana Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Banjir 85 160 114 188 176 298

2 Tanah Longsor 202 201 244 257 492 927

3 Gempa Bumi 3 - 8 11 3 -

4 Letusan Gunung Berapi 1 - 2 28 - -

5 Gas Beracun 1 - - 1 1 -

6 Gelombang Pasang& Abrasi - 8 2 - - -

7 Tsunami - - - -

8 Angin Topan 104 312 212 185 308 419

9 Kekeringan 15 17 2 19 23 -

10 Kebakaran 268 305 201 302 570 468

11 Lainnya - - 6 - - -

Jumlah 679 1.003 791 991 1.573 2.112

Sumber : Sekretariat BPBD Prov. Jateng, 2017

2.1.2. Aspek Demografi

Pada tahun 2014, jumlah penduduk Jawa Tengah berdasarkan proyeksi hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 (SP 2010) sebanyak 33.522.663 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 16.627.023 Jiwa (49,60%) dan perempuan sebanyak 16.895.640 Jiwa (50,40%), dengan Rasio Jenis Kelamin (RJK)


(5)

II - 5

sebesar 98,41. Sedangkan jumlah rumah tangga sebanyak 9.009.084 (Tahun 2014) dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 3,7 jiwa.

Sebaran penduduk di Jawa Tengah tidak merata di seluruh kabupaten/kota. Hal tersebut ditunjukkan dengan keberadaan penduduk di masing-masing kabupaten/kota, terbanyak berada di Kabupaten Brebes (1.773.379 jiwa), paling sedikit di Kota Magelang (120.373 jiwa).

Kepadatan penduduk Jawa Tengah pada tahun 2014 sebanyak 1.030 jiwa/km2, meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu 1.022 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di kota lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten, tertinggi adalah Kota Surakarta (11.585 jiwa/km2) dan terendah Kabupaten Blora (473 jiwa/km2).

Penduduk Jawa Tengah berdasarkan kelompok umur terlihat bahwa penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia 0-14 tahun sebanyak 8.371.597 jiwa (24,97%), usia 15-64 tahun sebanyak 22.592.924 jiwa (67,40%) dan 65 tahun ke atas sebanyak 2.558.142 jiwa (7,63%).

Data selengkapnya mengenai jumlah penduduk, rasio jenis kelamin dan kepadatan penduduk pada masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat di Tabel 2.2.

Tabel 2.2.

Proyeksi Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin, serta Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2014

No Kabupaten/Kota

Jumlah Penduduk Tahun 2014*) Kepadatan

Penduduk Tahun 2014*)

Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis

Kelamin

1. Kab. Cilacap 844.565 841.008 1.685.573 100,42 788 2. Kab. Banyumas 809.984 810.934 1.620.918 99,88 1.221 3. Kab. Purbalingga 439.380 449.834 889.214 97,68 1.143 4. Kab. Banjarnegara 448.927 447.059 895.986 100,42 838 5. Kab. Kebumen 588.193 592.813 1.181.006 99,22 921 6. Kab. Purworejo 349.237 358.801 708.038 97,33 684 7. Kab. Wonosobo 392.017 381.263 773.280 102,82 785 8. Kab. Magelang 619.125 614.570 1.233.695 100,74 1.136 9. Kab. Boyolali 471.653 486.204 957.857 97,01 944 10. Kab. Klaten 566.449 587.591 1.154.040 96,40 1.760 11. Kab. Sukoharjo 424.628 432.309 856.937 98,22 1.836 12. Kab. Wonogiri 459.799 486.018 945.817 94,61 519 13. Kab. Karanganyar 419.566 428.689 848.255 97,87 1.098 14. Kab. Sragen 429.077 446.523 875.600 96,09 925 15. Kab. Grobogan 664.853 679.107 1.343.960 97.90 680 16. Kab. Blora 417.582 430.787 848.369 96,93 473 17. Kab. Rembang 306.056 308.031 614.087 99,36 606 18. Kab. Pati 593.810 631.784 1.225.594 93,99 822 19. Kab. Kudus 404.318 416.818 821.136 97,00 1.931


(6)

II - 6

No Kabupaten/Kota Penduduk Tahun

2014*)

Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis

Kelamin

20. Kab. Jepara 583.800 586.997 1.170.797 99,46 1.166 21. Kab. Demak 548.195 558.133 1.106.328 98,22 1.233 22. Kab. Semarang 485.278 502.279 987.557 96,62 1.043 23. Kab. Temanggung 370.398 368.517 738.915 100,51 849 24. Kab. Kendal 473.849 460.794 934.643 102,83 933 25. Kab. Batang 367.734 368.663 736.397 99,75 933 26. Kab. Pekalongan 431.002 436.571 867.573 98,72 1.038 27. Kab. Pemalang 635.746 648.490 1.284.236 98,03 1.269 28. Kab. Tegal 706.001 714.131 1.420.132 98,86 1.614 29. Kab. Brebes 891.214 882.165 1.773.379 101,03 1.070 30. Kota Magelang 59.260 61.113 120.373 96,97 6.643 31. Kota Surakarta 248.066 262.011 510.077 94,68 11.585 32. Kota Salatiga 88.612 92.581 181.193 95,71 3.421 33. Kota Semarang 820.458 852.541 1.672.999 96,24 4.477 34. Kota Pekalongan 146.863 146.841 293.704 100,01 6.533 35. Kota Tegal 121.328 123.670 244.998 98,11 7.103

Jumlah 2014*) 16.627.023 16.895.640 33.522.663 98,41 1.030

2013*) 16.499.377 16.764.962 33.264.339 98,42 1.022

2012*) 16.495.705 16.774.502 33.270.207 98,34 1.022

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2014

Keterangan : *) Angka Sementara Proyeksi SP 2010

2.1.3. Aspek Kesejahteraan Masyarakat

1. Pertumbuhan PDRB

Nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2010 – 2014 mengalami peningkatan positif. Hal tersebut terlihat pada nilai PDRB tahun 2011 Atas Harga Dasar Berlaku (ADHB) sebesar Rp.692,561 Trilyun, yang meningkat secara signifikan menjadi Rp.925,662 Trilyun pada tahun 2014. Pada tahun 2011 nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010 sebesar Rp.656,268 Trilyun, meningkat menjadi Rp.235,298 Trilyun pada tahun 2014.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah untuk kurun waktu tahun 2011 – 2014 bergerak secara fluktuatif positif berturut-turut diangka 5,30%, 5,34%, 5,14% dan 5,42%. Sampai dengan triwulan 3 tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sebesar 5,00%.

Selama kurun waktu tahun 2011-2014, nilai dan perkembangan pertumbuhan PDRB Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.3, Tabel 2.4 dan Gambar 2.1.


(7)

II - 7

Tabel 2.3.

Nilai PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)

di Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 (Juta Rupiah)

2011 2012 2013 2014*) 2015**)

A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 103.389.332,9 106.536.703,1 108 832 110,5 107 793 380,8 113 825 916,6 B Pertambangan dan Penggalian 13.054.134,2 13.745.874,3 14.594.164,0 15 542 648,8 16 099 865,6 C Industri Pengolahan 226.325.616,8 241.528.855,9 254 694 118,9 271 561 473,2 284 100 055,4 D Pengadaan Listrik dan Gas 683.057,1 751.160,2 813 604,6 843 865,8 815 709,4 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur

Ulang 555.544,3 547.794,9 549.040,4 567.980,1 577 261,6

F Konstruksi 65.862.379,6 70.034.622,6 73.465.919,4 76.681.876,6 81 286 113,2 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor 99.227.580,9 101.058.608,7 105 825 306,3 110 809 193,5 115 432 839,8 H Transportasi dan Pergudangan 19.522.426,6 20.818.468,6 22 760 150,9 24.802.180,8 26 762 196,7

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 19.818.724,0 20.871.604,6 21 812 570,0 23.465.641,1 25 129 775,1 J Informasi dan Komunikasi 22.498.427,4 24.690.219,3 26.663.583,1 30.130.161,6 33 001 271,3 K Jasa Keuangan dan Asuransi 17.947.552,7 18.588.738,1 19 311 454,8 20 115 572,5 21 745 557,7 L Real Estate 11.319.281,2 11.934.423,1 12.853.218,1 13.776.863,5 14 822 295,0 M,N Jasa Perusahaan 1.949.153,8 2.087.130,5 2.340.118,4 2.534.615,6 2 780 942,8

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial

Wajib 20.272.588,3 20.373.579,9 20.912.828,4 21.075.646,6 22 194 694,8 P Jasa Pendidikan 19.361.911,1 22.760.883,7 24.930.587,3 27.466.220,1 29 410 481,9 Q Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 4.495.091,2 4.959.375,9 5.312.609,8 5.907.510,6 6 324 015,2 R,S,T,U Jasa Lainnya 9.985.327,7 10.055.072,4 10.983.732,9 11.917.818,0 12 300 030,6 Produk Domestik Regional Bruto 656.268.129,9 691.343.115,0 726.655.118,0 764.992.649,4 806.609.023,5

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016 Keterangan :*r) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Tabel 2.4.

Nilai PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)

di Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah)

2011 2012 2013 2014*) 2015**)

A Pertanian, Kehutanan & Perikanan 110.425.442,7 119.706.873,0 131.450.708,1 140.621.915,5 157.498.096,7 B Pertambangan & Penggalian 13.955.271,4 14.734.641,7 16.069.715,6 19.621.174,2 23.019.684,0 C Industri Pengolahan 241.531.779,5 263.739.825,7 292.260.728,1 331.604.500,5 357.508.666,4 D Pengadaan Listrik & Gas 689.709,9 744.856,3 768.193,3 800.275,3 814.898,9 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur

Ulang 560.383,5 551.254,0 567.119,8 601.324,8 632.697,1

F Konstruksi 68.953.750,0 76.406.869,3 83.050.225,6 93.449.794,3 103.406.448,6 G Perdagangan Besar & Eceran; Reparasi Mobil & Sepeda Motor 103.050.759,7 107.277.972,0 115.983.876,1 124.861.683,2 135.032.887,6 H Transportasi & Pergudangan 19.679.538,1 21.440.930,7 23.426.201,3 25.549.680,0 28.912.157,7 I Pen3yediaan Akomodasi & Makan Minum 20.608.478,0 22.358.360,1 24.581.306,7 27.853.116,1 31.294.641,3 J Informasi & Komunikasi 22.801.666,9 24.438.253,8 25.807.431,6 28.403.004,4 30.511.263,1 K Jasa Keuangan & Asuransi 18.971.854,3 21.440.930,7 23.426.201,3 25.549.680,0 28.912.157,7 L Real Estate 11.541.256,7 12.235.486,9 13.319.138,8 15.037.136,0 16.749.472,6


(8)

II - 8

Lapangan Usaha

2011 2012 2013 2014*) 2015**)

M,N Jasa Perusahaan 2.072.330,1 2.297.342,0 2.701.391,3 3.027.946,6 3.498.012,4 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial

Wajib 20.639.210,5 22.918.633,7 24.638.141,9 26.406.083,8 28 925 624,6 P Jasa Pendidikan 21.942.746,7 28.271.767,3 33.525.590,2 38.656.225,3 42 198 725,3 Q Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 4.842.290,6 5.759.471,8 6.489.260,4 7.535.882,6 8 425 866,4 R,S,T,U Jasa Lainnya 10.295.158,6 10.460.793,8 11.812.509,5 13.680.625,8 14 636 521,4

Produk Domestik Regional Bruto 623.224.621,3 692.561.627,4 754.529.436,1 832.953.579,1 1 014 074 206,45

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016 Keterangan :*) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016

Gambar 2.1.

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015 (%)

Apabila dibandingkan dengan provinsi lain di wilayah Jawa – Bali, angka pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2014 berada pada posisi setelah Provinsi Bali, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Banten, serta lebih baik dibandingkan Provinsi Jawa Barat dan DIY. Capaian tersebut juga lebih baik dari capaian angka pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02%. Pertumbuhan ekonomi nasional dan provinsi lain di wilayah Jawa dan Bali dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5.

Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Provinsi se Jawa – Bali Tahun 2014-2015 (%)

No Provinsi Pertumbuhan Ekonomi (%) 2014**) 2015**)

1 Banten 5,47 5,37

2 Jawa Barat 5,06 5,03 3 DKI Jakarta 5,95 5,88

4 Jawa Tengah 5,42 5,40

5 DIY 5,18 4,90

6 Jawa Timur 5,86 5,44

Nasional 5,02 4,79

Sumber : BPS dan BPS Tiap Provinsi, 2016 5,30

5,34

5,14

5,42

5,40

5,00 5,20 5,40 5,60


(9)

II - 9

Perkembangan distribusi dan kontribusi sektor pada PDRB Provinsi Jawa Tengah, selama kurun waktu 2011–2014, dapat diketahui bahwa sektor dengan kontribusi terbesar adalah pada sektor industri pengolahan. Selama periode tahun tersebut, sektor ini mengalami peningkatan yang positif, dari sebesar 34,88 persen (2011) menjadi 36,31 persen (2014). Begitu pula sektor lainnya, hampir selalu mengalami peningkatan kontribusi positif terhadap PDRB Jawa Tengah, kecuali sektor pertanian menunjukkan penurunan kontribusi dari tahun 2011 ke 2014. Perkembangan kontribusi sektor dalam PDRB (ADHB dan ADHK) selama kurun waktu tahun 2011 – 2014 dapat diihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6.

Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk)

di Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (%)

Lapangan Usaha Pertumbuhan PDRB ADHB (%) Pertumbuhan PDRB ADHK(%)

2011 2012 2013 2014*) 2015**) 2011 2012 2013 2014*) 2015**) A Pertanian, Kehutanan & Perikanan 10,90 8,41 9,81 6,98 12,00 3,83 3,04 2,15 (0,95 5,60 B Pertambangan & Penggalian 4,56 5,58 9,06 22,10 17,32 -2,19 5,30 6,17 6,50 3,59 C Industri Pengolahan 12,26 9,19 10,81 13,46 7,81 5,19 6,72 5,38 8,04 4,62 D Pengadaan Listrik & Gas 8,38 8,00 3,13 4,18 1,83 7,33 9,97 8,31 3,72 3,34 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur

Ulang 3,16 -1,63 2,88 6,03 5,22 2,27 -1,39 0,23 3,45 1,63

F Konstruksi 7,03 10,81 8,69 12,52 10,65 2,23 6,33 4,90 4,38 6,00

G Perdagangan Besar & Eceran; Reparasi Mobil & Sepeda

Motor 12,40 4,10 8,12 7,65 8,15 8,23 1,85 4,72 4,71 4,17

H Transportasi & Pergudangan 5,55 7,66 11,6 7 16,17 12,82 4,71 6,64 9,33 8,97 7,90 I Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 9,78 8,49 9,52 13,74 12,36 5,57 5,31 4,46 7,58 7,09 J Informasi & Komunikasi 9,48 7,18 5,60 10,06 7,42 8,03 9,74 7,99 13,00 9,53 K Jasa Keuangan & Asuransi 10,08 13,01 9,26 9,06 13,16 4,14 3,57 4,31 4,22 8,10 L Real Estate 8,16 6,02 8,86 12,90 11,39 6,08 5,43 7,70 7,19 7,59 M,N Jasa Perusahaan 16,24 10,86 17,59 12,09 15,52 9,33 7,08 12,12 8,31 9,72

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial

Wajib 4,42 11,04 7,50 7,18 9,54 2,57 0,50 2,65 0,78 5,31

P Jasa Pendidikan 34,19 28,84 18,58 15,30 9,16 18,41 17,55 9,53 10,17 7,08 Q Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 18,22 18,94 12,67 16,13 11,81 9,74 10,33 7,12 11,20 7,05 R,S,

T,U Jasa Lainnya 5,88 1,61 12,92 15,81 6,99 2,69 0,70 9,24 8,50 3,21 Produk Domestik Regional Bruto 11,13 8,95 10,,00 11,47 9,61 5,30 5,34 5,11 5,28 5,44

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016 Keterangan : *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Dilihat dari sisi pengeluaran/penggunaan PDRB Jawa Tengah tahun 2011-2014, diketahui bahwa komponen penggunaan konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang tertinggi yaitu sebesar 62,08 persen (2011) menjadi 64,03 persen (2014). Perkembangan kontribusi jenis penggunaan terhadap PDRB ADHB selama tahun 2011 – 2014 dapat dilihat pada Tabel 2.7.


(10)

II - 10

Kontribusi Jenis Penggunaan Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (%)

No Jenis Penggunaan Tahun

2011 2012 2013 2014*) 2015**)

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 62,08 62,94 62,70 61,64 61,14

2

Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga

1,01 1,05 1,12 1,16 1,13

3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 7,98 8,16 8,35 8,17 8,49

4 PMTB 28,65 30,16 29,18 29,57 30,30

5 Perubahan Inventori 4,80 7,10 4,92 2,92 1,25

6 Ekspor Luar Negeri 7,43 7,48 8,48 9,05 9,07

7 Impor Luar Negeri 18,30 19,45 22,51 23,82 18,84

8 Net Ekspor Antar Daerah 6,35 2,55 7,77 11,32 7,45

PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016 Keterangan : *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

2. Inflasi

Inflasi di Jawa Tengah selama tahun 2011-2014 cenderung fluktuatif. Angka inflasi di Jawa Tengah tercatat pada bulan Desember 2014 sebesar 8,22% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan inflasi tahun 2013 (7,99%). Sedangkan angka inflasi sampai dengan bulan November 2015 (yoy) sebesar 4,02%. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh berbagai indikator pemicu inflasi baik yang bersifat eksternal maupun internal, antara lain disebabkan oleh kenaikan harga pada kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau, serta kelompok kesehatan. Perkembangan inflasi di Jawa Tengah selama tahun 2011 – 2015 dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016

Gambar 2.2.

Perkembangan Inflasi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015 (%)

,

,

,

,


(11)

II - 11

3. PDRB Per Kapita

PDRB per kapita merupakan PDRB yang dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Pada tahun 2014, PDRB per kapita Jawa Tengah ADHB mencapai Rp.27,61 juta, meningkat dibandingkan dengan tahun 2013. Sedangkan PDRB per kapita Jawa Tengah ADHK tahun 2014 adalah Rp.22,85 juta, juga meningkat dibandingkan tahun 2013. Perkembangan PDRB per kapita Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8.

PDRB Per Kapita Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011–2015 (Rupiah)

Tahun ADHB ADHK Tahun 2010

2011 21.215.839,33 20.104.029,23 2012 22.678.832,03 20.779.645,77 2013 24.952.127,15 21844.868,71 2014 27.599.082,11 22.820.163,47 2015 30.025.166,49 23.882.443,78 Sumber: BPS Jawa Tengah, 2016

4. Indeks Gini

Selama kurun waktu tahun 2010 – 2013 perkembangan Indeks Gini di Jawa Tengah menunjukkan angka yang cenderung semakin meningkat, hal tersebut menggambarkan kondisi ketimpangan pendapatan antar masyarakat di Jawa Tengah semakin melebar. Indeks Gini pada tahun 2010 sebesar 0,291 meningkat menjadi 0,387 pada tahun 2013. Selengkapnya perkembangan Indeks Gini di Jawa Tengah selama kurun waktu 2010 – 2013 dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016

Gambar 2.3.

Indeks Gini Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2015

5. Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia

Berdasarkan kriteria Bank Dunia distribusi pendapatan penduduk Jawa Tengah dapat diukur menjadi tiga kelompok pendapatan. Sesuai kriteria Bank Dunia tahun 2014, distribusi pendapatan penduduk Jawa Tengah

,

,

,

,

,

,

, , ,


(12)

II - 12

angka 18,59% pendapatan dinikmati oleh 40% penduduk berpenghasilan rendah, sebesar 35,39% oleh 40% penduduk berpenghasilan menengah dan sebesar 46,02% oleh 20% penduduk berpenghasilan tinggi. Capaian tersebut lebih baik dari pada tahun 2013 dimana tercatat 47,07% dinikmati oleh 20% penduduk berpenghasilan tinggi. Pemerataan pendapatan penduduk Jawa Tengah versi Bank Dunia dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9.

Pemerataan Pendapatan Penduduk Provinsi Jawa Tengah Menurut Kriteria Bank Dunia Tahun 2011 – 2014 (%)

No Tahun 40% I Kriteria Bank Dunia 40% II 20% III

1 2011 18,64 34,66 46,70

2 2012 18,54 34,63 46,83

3 2013 18,38 34,55 47,07

4 2014 18,59 35,39 46,02

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015

6. Indeks Williamson

Indeks Williamson adalah ukuran yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kesenjangan antar wilayah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Pada kurun waktu tahun 2012 – 2014 kesenjangan antar wilayah cenderung semakin menurun dengan Indeks Williamson sebesar 0,6356 pada tahun 2012 menjadi sebesar 0,6272 di tahun 2014. Indeks tersebut juga menunjukkan bahwa kesenjangan antar wilayah di Jawa Tengah tergolong masih cukup tinggi. Perkembangan Indeks Williamson Jawa Tengah tahun 2012 – 2014 dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015

Gambar 2.4.

Indeks Williamson Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2014

0,6356

0,6305

0,6272

0,622 0,624 0,626 0,628 0,63 0,632 0,634 0,636 0,638


(13)

II - 13

7. Kemiskinan

Perkembangan kemiskinan di Jawa Tengah selama kurun waktu 2012 – 2016 cenderung mengalami penurunan, namun jumlah absolutnya masih cukup besar dan belum sesuai dengan target pada RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 – 2018. Jumlah penduduk miskin tahun 2016 sebanyak 4,49 juta jiwa (13,19%), menurun dibanding tahun 2015 yang sebanyak 4,50 juta jiwa (13,32%).

Sebaran penduduk miskin sebagian besar berada di perdesaan dibandingkan di perkotaan. Pada tahun 2016 penduduk miskin perdesaan sebanyak 2,16 juta jiwa (14,88%) sedangkan di perkotaan sebanyak 1,88 juta jiwa (11,38%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.10 dan Gambar 2.5.

Tabel 2.10.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016

No Tahun / Bulan Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) Kota Desa Total Kota Persentase (%) Desa Total 1 2012/Maret 2.001,12 2.976,25 4.977,36 13,49 16,89 15,34 2 2012/Sept 1.946,51 2.916,90 4.863,41 13,11 16,55 14,98 3 2013/Maret 1.911,21 2.821,74 4.732,95 12,87 15,99 14,56 4 2013/Sept 1.870,73 2.834,14 4.704,87 12,53 16,05 14,44 5 2014/Maret 1.945,29 2.891,17 4.836,45 12,68 15,96 14,46 6 2014/Sept 1.771,53 2.790,29 4.561,83 11,50 15,35 13,58 7 2015/Maret 1.837,19 2.739,85 4.577,04 11,85 15,05 13,58 8 2015/Sept 1.789,57 2.716,21 4.505,78 11,50 14,86 13,32 9 2016/ Maret 1.824,08 2.682,81 4.506,89 11,44 14,89 13,27 10 2016/Sept 1.879,55 2.614,20 4.493,75 11,38 14,88 13,19 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.5.

Persentase Penduduk Miskin Kota Desa di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016 (%)

14,98 14,44

13,58 13,32

13,19

16,55 16,05

15,35

14,86

14,88

13,11 12,53

11,50 11,50

11,38

10,00 11,00 12,00 13,00 14,00 15,00 16,00 17,00

2012 2013 2014 2015 2016


(14)

II - 14

Tengah dengan provinsi lain di Pulau Jawa - Bali serta Nasional pada tahun 2015, - 2016 Jawa Tengah menempati urutan ke-2 terbesar setelah Provinsi D.I. Yogyakarta seperti terlihat pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11.

Kemiskinan Nasional dan Provinsi se Jawa – Bali Tahun 2015 – 2016

No Provinsi/Nasional 2015 2016

(ribu jiwa) (%) (ribu jiwa) (%)

1. DKI Jakarta 368,67 3,61 385,84 3,75 2. Bali 218,79 5,25 174,94 4,15 3. Banten 690,66 5,75 657,74 5,36 4. Jawa Barat 4.485,66 9,57 4.168,11 8,77 5. Jawa Timur 4.776,97 12,28 4.638,53 11,85

6. Jawa Tengah 485,56 13,16 4.493,75 13,19

7. D.I. Yogyakarta 4.505,78 13,32 88,8 13,10

Nasional 28.513,60 11,13 27.764,32 10,7

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2017

8. Angka Kriminalitas yang Tertangani

Penanganan tindak kriminalitas merupakan salah satu prioritas untuk mewujudkan kondusivitas daerah, mendukung stabilitas penyelenggaraan pemerintahan, serta memberikan rasa aman bagi masyarakat. Angka krimina-litas yang tertangani menunjukkan jumlah tindak kriminal yang ditangani oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah selama satu tahun terhadap 10.000 penduduk. Angka kriminalitas yang tertangani sebagaimana Tabel 2.12.

Tabel 2.12.

Jumlah Tindak Pidana di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016

No Tahun Jumlah Tindak Pidana Kriminalitas Angka

Lapor Selesai Rasio (%) Yang Tertangani

1 2012 19.094 12.039 63,05 3,61 2 2013 17.444 10.905 62,51 3,28 3 2014 15.747 9.794 62,19 2,94 4 2015 15.245 9.771 64,09 2,91

5 2016 NA NA NA NA

Sumber : Polda Jawa Tengah, 2016

9. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia merupakan salah satu indikator kinerja pembangunan untuk mengukur 3 (tiga) dimensi pokok pembangunan manusia yang mencerminkan kualitas hidup penduduk Pada bulan September 2015

di-launching metode baru mencakup Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH);

pendidikan diukur dengan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS); serta dimensi pengeluaran diukur dengan pengeluaran per kapita. Perubahan pengukuran IPM dari metode lama ke metode baru pada


(15)

II - 15

dasarnya terletak pada dimensi pendidikan yaitu Angka Melek Huruf (AMH) berubah menjadi angka Harapan Lama Sekolah (HLS) untuk penduduk berusia 7 tahun keatas, kemudian Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) 15 tahun keatas berubah menjadi 25 tahun keatas.

Dengan metode perhitungan baru, IPM Jawa Tengah periode tahun 2011-2015, mengalami peningkatan dari 66,64 menjadi 69,49. Perkembangan IPM tahun 2011-2015, sebagaimana Gambar 2.6.

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

Gambar 2.6.

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015

IPM Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 sebesar 69,49 di bawah rata-rata IPM Nasional sebesar 69,55 dan keduanya masuk dalam kategori sedang, apabila dibandingkan dengan 6 (enam) provinsi se-Jawa Bali berada pada posisi ke-6 (enam). Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

Gambar 2.7.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Provinsi se Jawa – Bali dan Nasional Tahun 2015

66,64

67,21

68,02

68,78

69,49

65 65,5 66 66,5 67 67,5 68 68,5 69 69,5 70

2011 2012 2013 2014 2015

70,27

78,99

69,49 69,5

77,59

68,95

73,27

69,55

62 64 66 68 70 72 74 76 78 80

Banten DKI

Jakarta TengahJawa Jawa BaratYogyakartaDI TimurJawa Bali Nasional


(16)

II - 16

sebagai berikut :

a. Angka Harapan Hidup (AHH)

AHH merupakan rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh masyarakat sejak lahir yang mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. Kualitas kesehatan masyarakat Jawa Tengah secara umum semakin membaik berdasarkan rata-rata usia harapan hidup yang semakin panjang. AHH naik dari 72,91 pada tahun 2011 menjadi 73,96 pada tahun 2015, artinya secara rata-rata anak yang dilahirkan dapat bertahan hidup hingga usia 73 – 74 tahun. Perkembangan AHH Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

Gambar 2.8.

Perkembangan Angka Harapan Hidup Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015

Dalam kurun waktu tahun 2014-2015, capaian angka AHH Provinsi Jawa Tengah berada pada posisi ke-2 setelah DI Yogyakarta. Data selengkapnya sebagaimana terlihat sebagaimana dilihat pada Tabel 2.13.

Tabel 2.13.

Usia Harapan Hidup Nasional dan Provinsi se Jawa Tahun 2014-2015 (Tahun)

No Provinsi/Nasional 2014 2015

1 D.I. Yogyakarta 74,50 74,68

2 Jawa Tengah 73,88 73,96

3 DKI Jakarta 72,27 72,43 4 Jawa Barat 72,22 72,41

5 Bali 71,20 71,35

6 Jawa Timur 70,45 70,68

7 Banten 69,13 69,43

Nasional 70,59 70,78

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

72,91 73,09

73,28

73,88

73,96

72 72,5 73 73,5 74 74,5


(17)

II - 17

b. Angka Harapan Lama Sekolah

Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Perkembangan HLS di Jawa Tengah cenderung meningkat dari sebesar 11,18 (tahun 2011) menjadi 12,38 (tahun 2015). Perkembangan Angka HLS tahun 2011-2015, sebagaimana Gambar 2.9.

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

Gambar 2.9.

Perkembangan Angka Harapan Lama Sekolah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015

Capaian Angka Harapan Lama Sekolah Jawa Tengah tersebut, apabila dibandingkan dengan provinsi lain se-Jawa dan Bali, berada pada posisi ke-5 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.14.

Tabel 2.14.

Angka Harapan Lama Sekolah Menurut Nasional dan Provinsi se Jawa-Bali Tahun 2014-2015

No Provinsi/Nasional 2014 2015

1. D.I. Yogyakarta 14,85 15,03

2. Bali 12,64 12,97

3. Jawa Timur 12,45 12,66 4. DKI Jakarta 12,38 12,59

5. Jawa Tengah 12,17 12,38

6. Banten 12,31 12,35

7. Jawa Barat 12,08 12,15

Nasional 12,39 12,55

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

c. Rata–Rata Lama Sekolah

Rata-rata Lama Sekolah (RLS) didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah adalah

11,18

11,39

11,89 12,17

12,38

10,4 10,6 10,8 11 11,2 11,4 11,6 11,8 12 12,2 12,4 12,6


(18)

II - 18

kurun waktu 2011 - 2015 meningkat dari 6,74 tahun menjadi 7,03 tahun. Perkembangan angka rata-rata lama sekolah tahun 2011-2015, sebagaimana Gambar 2.10.

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

Gambar 2.10.

Perkembangan Rata – Rata Lama Sekolah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015 (Tahun)

Capaian rata-rata lama sekolah Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 menempati urutan ke-7 jika dibandingkan dengan provinsi lain se-Jawa dan Bali. Pada periode tersebut, capaian rata-rata lama sekolah masing-masing provinsi meningkat. Data selengkapnya sebagaimana terlihat dalam Tabel 2.15.

Tabel 2.15.

Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Nasional dan Provinsi se Jawa Tahun 2014-2015 (Tahun)

No Provinsi/Nasional 2014 2015

1 DKI Jakarta 10,54 10,70 2 D.I. Yogyakarta 8,84 9,00

3 Banten 8,19 8,27

4 Bali 8,11 8,26

5 Jawa Barat 7,71 7,86 6 Jawa Timur 7,05 7,14

7 Jawa Tengah 6,93 7,03

Nasional 7,73 7,84

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

d. Pengeluaran Per Kapita (Disesuaikan)

Pengeluaran per kapita (disesuaikan) di Jawa Tengah meningkat dari Rp.9.296,37 ribu pada tahun 2011 menjadi Rp. 9.9930 ribu pada tahun 2015. Dibandingkan dengan capaian provinsi lain se-Jawa dan Bali, capaian Jawa Tengah berada pada posisi ke-6, dan masih di bawah rata-rata angka nasional sebesar Rp.10.150 ribu (tahun 2015). Secara rinci tertuang dalam Tabel 2.16.

6,74 6,77

6,80

6,93

7,03

6,55 6,60 6,65 6,70 6,75 6,80 6,85 6,90 6,95 7,00 7,05 7,10


(19)

II - 19

Tabel 2.16.

Perkembangan Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan Nasional dan Provinsi se Jawa Tahun 2011 – 2015 (Rp.000)

No Provinsi 2011 2012 Tahun (Rp.000) 2013 2014 2015

1 DKI Jakarta 15.943,43 16.612,86 16.827,58 16.897,51 17.075,00 2 Bali 12.306,77 12.529,78 12.733,09 12.830,51 13.078,00 3 DIY 12.114,52 12.136,69 12.260,52 12.294,43 12.684,00 4 Banten 10.932,84 11.008,33 11.061,34 11.150,00 11.261,00 5 Jawa Timur 9.396,20 9.797,47 9.978,00 10.012,16 10.383,00

6 Jawa Tengah 9.296,37 9.497,15 9.617,92 9.639,74 9.930,00

7 Jawa Barat 9.249,02 9.324,85 9.421,30 9.447,16 9.778,00

Nasional 9.646,68 9.814,68 9.858,16 9.902,85 10.150,00

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

10. Angka Partisipasi Kasar (APK)

Capaian APK pada semua jenjang pendidikan di tahun 2012-2016 mengalami peningkatan. APK SD/MI, dari 109,06 meningkat menjadi 109,46 APK SMP/MTs meningkat dari 100,50 menjadi 100,72 APK SMA/SMK/MA meningkat dari 67,00 menjadi 76,43. Untuk APK SMA/SMK/MA, dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan, namun untuk mengakselerasi peningkatan APK tersebut masih dihadapkan pada kondisi antara lain rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat (sehingga lulusan SMP/MTs tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tetapi lebih memilih untuk bekerja) dan masih terbatasnya ketersediaan sekolah menengah, terutama SMK (belum semua kecamatan terdapat SMA/SMK/MA). Perkembangan APK Jawa Tengah tahun 2012-2016 sebagaimana Tabel 2.17.

Tabel 2.17.

Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Menurut Jenjang Pendidikan

Tahun 2012 – 2016

No Tahun SD / MI (%) SMP / MTs (%) SMA/SMK/MA (%)

Prov Nas Prov Nas Prov Nas

1 2012 109,06 115,43 100,50 99,47 67,00 76,40 2 2013 109,08 115,88 100,52 100,16 70,00 78,19 3 2014 109,10 110,68 100,54 96,91 73,05 74,63 4 2015 109,31 109,05 100,69 100,51 74,01 75,53 5 2016 109,46 NA 100,72 NA 76,43 NA

Sumber : Kemdikbud dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2017

11. Angka Partisipasi Murni (APM)

Capaian APM Jawa Tengah untuk jenjang pendidikan SD/MI dan SMP/MTs dalam kurun waktu 2012-2016 mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat, sedangkan untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA dalam kurun waktu yang sama senantiasa mengalami peningkatan. Secara rinci perkembangan APM dapat dilihat pada Tabel 2.18.


(20)

II - 20

Angka Partisipasi Murni (APM) Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2012 – 2016

No Tahun SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA

Prov Nas Prov Nas Prov Nas

1 2012 98,30 95,55 78,92 77,71 53,00 57,74 2 2013 98,60 95,71 79,00 78,43 55,00 58,25 3 2014 98,32 93,30 77,83 76,55 59,20 55,88 4 2015 98,43 93,53 79,51 80,76 60,18 57,15 5 2016 98,95 NA 80,09 NA 62,21 NA Sumber : Kemdikbud dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2017

12. Angka Pendidikan yang Ditamatkan (APT)

Sejalan dengan capaian angka rata-rata lama sekolah, angka pendidikan yang ditamatkan merupakan indikator untuk mengukur kualitas SDM pada suatu wilayah. Pada kurun waktu 2012-2015, APT SD cukup tinggi namun mengalami penurunan yaitu dari 52,73 menjadi 50,47 APT untuk jenjang SMP/MTs meningkat dari 17,91 menjadi 18,73, demikian pula untuk jenjang SMA/SMK/MA meningkat dari 23,73 menjadi 24,76.

Perkembangan indikator Angka Pendidikan yang Ditamat-kan tahun 2012-2016, sebagaimana Tabel 2.19.

Tabel 2.19.

Perkembangan Angka Pendidikan Yang Ditamatkan Berdasarkan Penduduk Usia Kerja (15 -64 Tahun)

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016

Tahun Penduduk AK Jumlah Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Jumlah APT SD APT (%) SLTP APT (%) SLTA + APT (%)

2012 17.095.031 9.013.849 52,73 3.061.738 17.91 4.057.303 23,73 16.132.890 2013 16.986.776 8.574.472 50,48 3.182.203 18,73 4.207.373 24,77 15.964.048 2014 17.547.026 8.983.154 51,19 3.118.191 17,77 4.449.337 25,35 16.550.682 2015 16.986.776 8.574.472 50,47 3.182.203 18,73 4.207.373 24,76 15.964.048

2016 NA NA NA NA NA NA NA NA

Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka, 2017

13. Angka Kematian Ibu (AKI)

Angka Kematian Ibu di Provinsi Jawa Tengah cenderung mengalami penurunan dari tahun 2014 sebesar 126,55 per 100.000 KH menjadi 109,65 per 100.000 KH pada tahun 2016. Penurunan ini terjadi dikarenakan adanya program 5 NG (Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng) yaitu program pendampingan kepada ibu dari sebelum hamil sampai menjadi ibu nifas.

Perkembangan angka kematian ibu di Jawa Tengah selama tahun 2012-2016 disajikan dalam Gambar 2.11.


(21)

II - 21

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.11.

Angka Kematian Ibu (AKI) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016

14. Angka Kematian Bayi (AKB)

Kondisi Angka Kematian Bayi di Jawa Tengah selama tahun 2012-2016 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2016, AKB di Jawa Tengah sebesar 9,99, membaik dibandingkan dengan tahun 2015 (10,00). Namun demikian kematian bayi harus diminimalisir melalui upaya deteksi dini pada ibu hamil melalui pemeriksaan rutin K4 pada ibu hamil. Kondisi AKB di Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.12.

Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012–2016

15. Angka Kematian Balita (AKABA)

Kondisi Angka Kematian Balita di Jawa Tengah selama kurun waktu 2012-2016 mengalami fluktuasi. Namun kondisi Pada Tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan Tahun 2015. Meningkatnya Kematian balita antara

,

,

,

,

, ,

, , , , ,

10,75

10,41

10,08 10,00

9,99

9,60 9,80 10,00 10,20 10,40 10,60 10,80 11,00


(22)

II - 22

ditemukannya kesalahan pola asuh pada bayi dan balita. Kondisi AKABA di Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.13.

Angka Kematian Balita per 1.000 Kelahiran Hidup di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012– 2016

16. Prevalensi Balita Gizi Buruk

Persentase balita gizi buruk di Jawa Tengah tahun 2012-2016 cenderung fluktuatif, namun pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 0,01 dibanding Tahun 2015. Upaya yang telah ditempuh untuk menurunkan kasus gizi buruk adalah pemantauan status gizi masyarakat melalui posyandu dan pemberian PMT bagi ibu hamil KEK dan Balita. Secara rinci persentase balita gizi buruk dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.14.

Prevalensi Balita Gizi Buruk

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012–2016

11,85

11,80

11,54 11,64

11,80

11,20 11,40 11,60 11,80 12,00

2012 2013 2014 2015 2016

0,04

0,03 0,03

0,04

0,03

0,02 0,025 0,03 0,035 0,04 0,045


(23)

II - 23

17. Indeks Pembangunan Gender (IPG)

IPG merupakan indeks pencapaian kualitas pembangunan manusia, yang lebih diarahkan untuk mengetahui perbedaan capaian kualitas pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan, dan memiliki dimensi yang sama dengan IPM. Sejalan dengan diberlakukannya perhitungan IPM dengan metode baru pada tahun 2015, maka IPG juga mengalami perubahan metode dalam perhitungannya. Dimensi dan indikator yang digunakan dalam perhitungan IPG adalah dimensi umur panjang dan sehat, dengan indikator angka harapan hidup pada saat lahir; dimensi pengetahuan, dengan indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah; serta dimensi kehidupan yang layak, dengan indikator perkiraan pendapatan, yang seluruhnya dihitung dengan membandingkan laki-laki dan perempuan.

Perhitungan IPG metode baru dimulai tahun 2015 untuk menghitung IPG tahun 2013 dan 2014. IPG Provinsi Jawa Tengah berdasarkan metode baru pada tahun 2013 dan 2014 adalah sebesar 91,50 dan 91,89. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan IPG hasil perhitungan metode lama, yaitu sebesar 67,97 di tahun 2013.

Posisi capaian IPG Provinsi Jawa Tengah tahun 2014, lebih baik dibandingkan posisi Provinsi Jawa Timur, Banten, Jawa Barat, dan Nasional, namun di bawah Provinsi DKI, DIY, dan Bali. Secara rinci capaian IPG antar provinsi di Pulau Jawa dan Bali serta Nasional dapat dilihat pada Tabel 2.20.

Tabel 2.20.

Indeks Pembangunan Gender (IPG)

Provinsi se-Jawa – Bali dan Nasional Tahun 2013 - 2014

NO. PROVINSI 2013 2014

1 DKI Jakarta 94,26 94,60

2 D I Yogyakarta 94,15 94,31

3 Bali 93,00 93,32

4 Jawa Tengah 91,50 91,89

5 Banten 90,31 90,99

6 Jawa Timur 90,22 90,83

7 Jawa Barat 88,21 88,35

Nasional 90,19 90,34

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Kementerian PP dan PA RI, 2015

18. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)

IDG adalah suatu indikator untuk mengukur peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik mencakup keterwakilan perempuan di legislatif (parlemen); posisi perempuan dalam kedudukan manajerial, profesional, administrasi dan teknisi; dan sumbangan perempuan dalam pendapatan.

IDG Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yang dapat dilihat pada Gambar 2.16.


(24)

II - 24

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Kementerian PP dan PA RI, 2015

Gambar 2.15.

Perkembangan IDG Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2013

Capaian IDG Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 menempati peringkat ke-6 dari 33 provinsi di Indonesia, dengan posisi lebih baik dibandingkan Jawa Timur, Jawa Barat, Banten dan Bali, namun di bawah DKI dan DIY. IDG Jawa Tengah juga masih lebih tinggi dari rata-rata IDG Nasional. Secara rinci capaian IDG antar provinsi di Pulau Jawa dan Bali serta Nasional dapat dilihat pada Tabel 2.21.

Tabel 2.21.

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)

Provinsi se Jawa – Bali dan Nasional Tahun 2012-2013

NO. PROVINSI 2012 2013

1 DKI Jakarta 76,14 77.43 2 D I Yogyakarta 75,57 76.36

3 Jawa Tengah 69,06 71.22

4 Jawa Timur 69,29 70.77 5 Jawa Barat 68,62 67.57

6 Banten 65,53 65.49

7 Bali 58,49 61.50

Nasional 70,07 70.46

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Kementerian PP dan PA RI, 2015

19. Kebudayaan

Kebudayaan merupakan salah satu sumber utama sistem tata nilai masyarakat yang perlu dilestarikan dan dikembangkan karena diharapkan mampu sebagai sarana untuk membentuk sikap mental dan pola berpikir manusia.

Dalam kurun waktu 2012-2016 pembangunan kebudayaan di Jawa Tengah menunjukkan peningkatan yang ditandai oleh beberapa indikator yaitu:1) jumlah kelompok kesenian dari 9.857 meningkat menjadi 11.183; 2) jumlah seniman dari 11.269 meningkat menjadi 11.787; dan 3) jumlah gedung

59,96

67,66

68,99 69,06

71,22

58 60 62 64 66 68 70


(25)

II - 25

kesenian masih tetap sebanyak 4 buah. Capaian indikator tersebut pada tahun 2012-2016, sebagaimana Tabel 2.22.

Tabel 2.22.

Perkembangan Seni dan Budaya Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016

No Uraian Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1 Jumlah kelompok kesenian 9.857 8.162 9.857 11.014 11.183 2 Jumlah seniman 11.269 11.269 12.176 18.058 11.787 3 Jumlah gedung kesenian 3 3 3 3 4 Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, 2017

20. Pemuda dan Olahraga

Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia seutuhnya, pembangunan di bidang kepemudaan dan olahraga perlu dioptimalkan, mengingat pemuda sebagai motor penggerak pembangunan. Selain itu aktivitas olahraga dapat membentuk fisik dan mental yang lebih baik dalam mendukung pelaksanaan pembangunan.

Capaian kinerja pembangunan pemuda dan olahraga tahun 2015-2016 dicerminkan dengan stabilnya jumlah Organisasi Kepemudaan yang difasilitasi dalam pelatihan kepemimpinan, manajemen dan perencanaan program; meningkatnya jumlah Pengembangan Kepedulian dan Kepeloporan Pemuda (PKKP); stabilnya jumlah pemuda yang lolos seleksi sebagai pemuda pelopor yang diajukan penilaian di tingkat nasional. Khusus untuk jumlah pemuda yang difasilitasi sebagai kader kewirausahaan mengalami penurunan dikarenakan fokus penanganan untuk tahun 2016 lebih ditekankan kepada pemuda dari keluarga kurang mampu. Perkembangan kepemudaan selama tahun 2012–2016 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.23.

Tabel 2.23.

Perkembangan Kepemudaan

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016

No Uraian Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 1 Jumlah Organisasi Kepemudaan

yang difasilitasi dalam pelatihan kepemimpinan, manajemen dan perencanaan program

72 55 62 62 62 2 Jumlah SP3 yang dibina 34 40 40 50 60 3 Jumlah Pemuda Pelopor 15 15 9 9 9 4 Jumlah Pemuda yang difasilitasi

sebagai kader kewirausahaan 295 930 560 575 255 Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah, 2017

Pada tahun 2012 dan tahun 2013 capaian kinerja untuk jumlah klub olahraga dan jumlah gedung olahraga mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2013 hingga 2016 relatif tetap (belum ada penambahan) yaitu jumlah klub olahraga sebanyak 5.078 dan jumlah gedung olahraga sebanyak 21.061, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.24.


(26)

II - 26

Perkembangan Olahraga

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012- 2016

No Uraian Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1 Jumlah Klub Olahraga 4.230 5.078 5.078 5.078 5.078 2 Jumlah Gedung Olahraga (GOR, Stadion, lapangan

olahraga) 19.291 21.061 21.061 21.061 21.061 Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah, 2017

2.1.4. Aspek Pelayanan Umum

Gambaran kondisi Jawa Tengah pada aspek pelayanan umum di-jabarkan dalam Fokus Layanan Wajib dan Layanan Pilihan. Gambaran tersebut di uraikan sebagai berikut.

2.1.4.1. Fokus Layanan Wajib Pelayanan Dasar

1. Pendidikan

a. Pendidikan Dasar

1) Angka Partisipasi Sekolah (APS)

Capaian APS tahun 2012-2016 pada jenjang pendidikan SD/MI dan SMP/MTs, sebagaimana Tabel 2.25.

Tabel 2.25.

Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2012 – 2016

No Jenjang Pendidikan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1 SD/MI (7-12 th) 98,87 99,28 99,51 99,92 NA 2 SMP/MTs (13-15 th) 89,59 90,73 94,85 97,87 NA Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

2) Rasio Ketersediaan Sekolah/Penduduk Usia Sekolah

Rasio ketersediaan sekolah/penduduk adalah jumlah sekolah jenjang pendidikan tertentu per 10.000 penduduk usia sekolah. Rasio ini mengindikasikan sejauh mana ketersediaan sekolah dapat menampung seluruh penduduk usia sekolah.

Pada kurun waktu 2012-2016, ketersediaan sekolah pada jenjang SD/MI dan SMP/MTs sebagaimana Tabel 2.26.


(27)

II - 27

Tabel 2.26.

Jumlah Sekolah dan Jumlah Penduduk Usia Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2011-2015

No Uraian Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1 Jumlah SD/MI 23.358 23.469 23.378 23.526 NA 2 Jumlah SMP/MTs 4.679 5.052 5.026 4.296 NA 3

Jumlah penduduk usia 7 s.d 12 th

3.645.929 3.556.478 3.509.045 3.413.799 NA

4

Jumlah penduduk usia 13 s.d 15 th

1.756.919 1.794.231 1.875.517 1.678.528 NA Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Berdasarkan data rasio ketersediaan sekolah SD/MI per 10.000 penduduk usia 7-12 tahun, pada kurun waktu tahun 2012-2016, tertuang dalam Tabel 2.27.

Tabel 2.27.

Rasio Ketersediaan Sekolah

Terhadap 10.000 Jumlah Penduduk Usia Sekolah SD/MI dan SMP/MTs Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015

No Uraian Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1 Rasio SD/MI per 10.000 penduduk

Usia 7 – 12 tahun 64,07 66,06 66,62 68,86 NA 2 Rasio SMP/MTs per 10.000 penduduk

Usia 13 – 15 tahun 26,63 28,16 26,80 30,60 NA Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah,2017 (diolah)

3) Rasio Guru dan Murid

Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru per 10.000 jumlah murid berdasarkan jenjang pendidikan tertentu. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan jumlah pendidik dan jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai proses pembelajaran yang berkualitas.

Pada periode waktu tahun 2011-2015, rasio guru terhadap murid SD/MI dan SMP/MTs di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.28.


(28)

II - 28

Rasio Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2015

No Pendidikan Jenjang Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

I SD/MI

Jumlah guru 225.311 241.749 246.394 225.311 NA Jumlah murid 3.709.232 3.669.968 3.674.783 3.709.232 NA Rasio 16,46 15,18 14,91 16,46 NA II SMP/MTs

Jumlah guru 112.703 113.174 117.722 119.996 NA Jumlah murid 1.606.619 1.624.843 1.724.045 1.773.646 NA Rasio 14,26 14,36 16,65 14,78 NA Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengahdan Dinas Pendidikan, 2016 (diolah)

4) Rasio Guru Terhadap Murid per Kelas Rata-Rata

Rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata adalah perbandingan antara jumlah guru per kelas dengan jumlah murid dalam satuan pendidikan tertentu.

Pada tahun 2012-2016, rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata di Jawa Tengah untuk jenjang SD/MI menunjukkan peningkatan dari 1,16 pada tahun 2011 menjadi 1,24 pada tahun 2015. Sedangkan untuk jenjang SMP/MTs, menunjukkan peningkatan yaitu 2,29 pada tahun 2011 menjadi 2,37 pada tahun 2015. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.29.

Tabel 2.29.

Rasio Guru dan Murid per Kelas Rata-Rata Jenjang SD/MI dan SMP/MTs

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012- 2016

Jenjang

Pendidikan 2012 2013 Tahun 2014 2015 2016

SD/MI

Jumlah kelas 148.277 148.388 148.499 148.604 NA Rasio guru/murid

per kelas rata-rata 1,15 1,07 1,2 1,24 NA SMP/MTs

Jumlah kelas 45.835 47.718 48.842 50.067 NA Rasio guru/murid

per kelas rata-rata 2,21 2,31 2,35 2,37 NA Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017 (diolah)

b. Pendidikan Menengah

1) Angka Partisipasi Sekolah (APS)

Capaian APS pendidikan menengah di Jawa Tengah cenderung meningkat. Namun demikian, kondisi tersebut belum sebanding dengan capaian APS SMP/MTs. Rendahnya APS pendidikan menengah antara lain disebabkan belum memadainya jumlah SMA/SMK/MA di beberapa wilayah kecamatan dan rendahnya tingkat perekonomian masyarakat (sehingga lulusan SMP/MTs sudah harus bekerja). Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.16.


(29)

II - 29 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015

Gambar 2.16.

Angka Partisipasi Sekolah pada Jenjang Pendidikan Menengah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 – 2014

Pada tahun 2013-2014, APS SMA/SMK/MA Provinsi Jawa Tengah semula menempati urutan ke-6 menjadi urutan ke-4 apabila dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, dan masih di bawah capaian APS nasional, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.30.

Tabel 2.30.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) SMA/SMK/MA (16-18 th) Menurut Nasional dan Provinsi se-Jawa Tahun 2013-2014

No Provinsi/Nasional 2013 2014

1 D.I. Yogyakarta 80,41 86,44

2 DKI Jakarta 66,09 70,23

3 Banten 62,32 66,25

4 Jawa Timur 62,89 70,25

5 Jawa Tengah 58,56 67,54

6 Jawa Barat 59,98 65,48

Nasional 63,48 70,31

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015

2) Rasio Ketersediaan Sekolah/Penduduk Usia Sekolah

Rasio ketersediaan sekolah/penduduk menunjukkan jumlah SMA/ SMK/MA per 10.000 penduduk usia sekolah menengah. Rasio ini mengindi-kasikan sejauhmana ketersediaan SMA/SMK/ MA mampu menampung seluruh penduduk usia sekolah menengah.

Pada kurun waktu 2012-2016, jumlah dan rasio ketersediaan SMA/SMK/MA digambarkan dalam Tabel 2.31.

53,72 55,00 58,56

59,81

67,54

50,00 55,00 60,00 65,00 70,00


(30)

II - 30

Rasio Ketersediaan Sekolah SMA/SMK/MA Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 -2016

Uraian Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah SMA/

SMK/ MA 3.407 2.771 2.881 2.388 NA Jumlah

penduduk usia

16-18 th 1.545.555 1.600.595 1.556.312 1.553.498 NA Rasio

SMA/SMK/MA per 10.000 penduduk Usia 16 – 18 tahun

22,04 17,31 18,51 15,37 NA Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2017 (diolah)

3) Rasio Guru terhadap Murid

Pada tahun 2012-2016, rasio ketersediaan guru per 10.000 jumlah murid SMA/SMK/MA di Jawa Tengah sebagaimana Tabel 2.32.

Tabel 2.32.

Rasio Guru Terhadap Murid SMA/SMK/MA Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012- 2016

Uraian Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah guru 103.187 104.978 105.874 79.394 NA Jumlah murid 1.060.257 1.137.650 1.151.909 1.018.392 NA Rasio 10,27 10,84 10,88 12,82 NA Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2015 (diolah)

4) Rasio Guru Terhadap Murid Per Kelas Rata-Rata

Rasio guru terhadap murid SMA/SMK/MA per kelas rata-rata adalah perbandingan antara jumlah guru per kelas dengan jumlah murid dalam satuan pendidikan SMA/SMK/MA, dengan perkembangan data dari tahun 2012-2016 dapat dilihat pada Tabel 2.33.

Tabel 2.33.

Rasio Guru dan Murid Jenjang SMA/SMK/MA per Kelas Rata-Rata di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016

Uraian Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah kelas 31.092 31.707 32.471 44.086 NA Rasio guru/murid per kelas

rata-rata 4,17 4,22 4,23 7,28 NA Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017 (diolah)

c. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Pada tahun 2011-2015, perkembangan APK PAUD di Jawa Tengah sebagaimana Gambar 2.17.


(31)

II - 31

Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2016

Gambar 2.17.

Angka Partisipasi Kasar PAUD

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015 d. Fasilitas Pendidikan

Fasilitasi penyelenggaraan pendidikan dapat dilihat salah satunya dengan indikator kondisi bangunan/ruang kelas sesuai standar nasional pendidikan. Pada tahun 2012-2016, kondisi ruang kelas pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI/SDLB dan SMP/MTs/SMPLB) mengalami penuru-nan sedangkan untuk jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK/MA) mengalami peningkatan. Jenjang SD/MI dari 85,38 menjadi 67,97; SMP/MTs dari 82,86 menjadi 79,36; dan SMA/SMK/MA dari 76,53 menjadi 84,33. Capaian pada tahun 2012-2016, sebagaimana Tabel 2.34.

Tabel 2.34.

Kondisi Bangunan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Provinsi Jawa Tengah Dalam Kondisi Baik

Tahun 2012 – 2016 (%)

No Jenjang Tahun

2012 2013 2014*) 2015*) 2016

1 SD/MI/SDLB 94,75 94,78 95,02 67,97 68,53 2 SMP/MTs/SMPLB 96,76 98,79 98,82 79,36 80,42 3 SMA/SMK/MA 80,00 80,50 82,00 84,33 86,32 Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2017

Ket:*)tidak termasuk mebelair

e. Angka Putus Sekolah

Pada kurun waktu 2012-2016, angka putus sekolah untuk jenjang pendikan dasar dan menengah mengalami penurunan. Pada SD/MI/ SDLB, dari 0,12 menjadi 0,062; SMP/MTs/SMPLB dari 0,38 menjadi 0,190; serta SMA/SMK/MA, dari 0,08 menjadi 0,060. Selengkapnya kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.35.

68,59

70,50

70,55

72,00

75,12

66,00 68,00 70,00 72,00 74,00 76,00


(32)

II - 32

Angka Putus Sekolah SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016

No Jenjang Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1 SD/MI/SDLB 0,12 0,11 0,09 0,077 0,062 2 SMP/MTs/SMPLB 0,38 0,34 0,30 0,232 0,190 3 SMA/SMK/MA 0,08 0,07 0,06 0,059 0,060 Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah,2017

f. Angka Kelulusan

Capaian Angka Kelulusan pada tahun 2012-2016 untuk jenjang SD/MI/SDLB mengalami peningkatan dari 99,95 menjadi 99,99, demikian pula untuk jenjang SMP/MTs/SMPLB dari 99,15 menjadi 99,99, dan SMA/SMK/MA dari 95,59 menjadi 99,98. Angka kelulusan pada tahun 2012-2016 sebagaimana Tabel 2.36.

Tabel 2.36.

Angka Kelulusan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016

No Jenjang Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1 SD/MI/SDLB 99,95 99,95 99,95 99,99 99,99 2 SMP/MTs/SMPLB 99,15 99,17 99,98 99,81 99,99 3 SMA/SMK/MA 95,59 99,92 99,94 99,97 99,98 Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah,2017

Capaian indikator Nilai UAN pada tahun 2012-2016. Pada tahun 2014-2015, kinerja nilai ujian akhir nasional jenjang pendidikan dasar relatif tetap, sedangkan untuk jenjang SMA/SMK/MA mengalami penurunan antara lain dikarenakan bertambahnya tingkat kesulitan soal UAN. Capaian indikator Nilai Ujian Akhir Nasional pada tahun 2012-2016, sebagaimana Tabel 2.37.

Tabel 2.37.

Nilai Ujian Akhir Nasional

SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Tahun 2012 – 2016

No Jenjang Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1 SD/MI/SDLB 7,06 7,20 7,20 6,83 NA 2 SMP/MTs/SMPLB 6,8 6,80 6,80 5,68 NA 3 SMA/SMK/MA 7,73 7,31 6,69 6,24 NA Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2017

g. Angka Melanjutkan

Persentase lulusan SD/MI dan SMP/MTs yang melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya selama kurun waktu tahun 2012-2016 mengalami peningkatan baik pada jenjang SD/MI ke SMP/MTs maupun untuk SMP/MTs ke SMA/SMK/MA. Selengkapnya kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.38.


(33)

II - 33

Tabel 2.38.

Angka Melanjutkan dari SD/MI ke SMP/MTs dan SMP/MTs ke SMA/SMK/MA Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2012 – 2016

No Jenjang Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1

Angka

Melanjutkan (AM) dari SD/MI ke SMP/MTs

94,57 96,15 97,13 97,89 NA

2

Angka

Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA

81,07 82,20 83,18 83,90 NA Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2017

h. Guru yang Memenuhi Kualifikasi S1/D4

Kualifikasi S1/D4 merupakan salah satu indikator kualitas pendidik yang dipersyaratkan dalam Standar Pelayanan Minimal dan Standar Nasional Pendidikan.

Kondisi pada tahun 2012-2016, capaian kinerjanya menunjukkan peningkatan, yaitu untuk jenjang PAUD dari 31,01 menjadi 47,27; kemudian SD/MI/SDLB dari 51,56 menjadi 78,80; SMP/MTS dari 84,57 menjadi 92,55; dan SMA/SMK/MA dari 91,85 menjadi 96,95. Perkembangan capaian pada tahun 2012-2016, sebagaimana tertuang dalam Tabel 2.39.

Tabel 2.39.

Persentase Pendidik Berkualifikasi SI/D4 Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016

No Jenjang Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1 Pendidik PAUD

berkualifikasi S1/D4 31,01 31,05 31,10 46,66 47,27 2 Pendidik SD/MI/SDLB

berkualifikasi S1/D4 51,56 51,58 53,61 77,90 78,80 3 Pendidik

SMP/MTs/SMPLB

berkualifikasi S1/D4 84,57 85,05 86,41 91,45 92,55 4 Pendidik SMA/SMK/MA

berkualifikasi S1/D4 91,85 93,06 93,50 96,89 96,95 Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2017

2. Kesehatan

a. Rasio Puskesmas Per Satuan Penduduk

Rasio Puskesmas di Jawa Tengah tahun 2012-2016 cenderung naik yang artinya beban pelayanan puskesmas semakin berat dan dimungkinkan akan mempengaruhi kualitas pelayanan. Data pada Tabel 2.40 menggam-barkan rasio Puskesmas terhadap jumlah penduduk setiap tahunnya masih dibawah standar Kementerian Kesehatan RI yaitu satu Puskesmas melayani 30.000 penduduk.


(1)

II - 106

Pintu (PTSP) yang disertai pelimpahan kewenangan penandatanganan perizinan dan non perizinan dari Gubernur kepada lembaga PTSP. Bidang perizinan dan non perizinan yang dilayani antara lain meliputi bidang penanaman modal, tenaga kerja, koperasi dan UMKM, kesbangpolinmas dan politik, sosial, energi dan sumber daya mineral, sumber daya air, kelautan dan perikanan, kehutanan, pekerjaan umum, perhubungan, komunikasi dan informatika, perindustrian dan perdagangan, kesehatan, pertanian, peternakan dan kesehatan hewan, perkebunan, serta keamanan.

b. Kerjasama Daerah

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat melaksanakan kerjasama dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Selain itu, kerjasama daerah dilaksanakan sebagai salah satu inovasi dalam rangka mengoptimalkan dan memberdayakan berbagai potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah mencakup sumber daya manusia, sumber daya alam dan teknologi untuk kemanfaatan bersama serta meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Bentuk kerjasama daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui kerjasama dengan pemerintah dalam negeri (19 naskah kerjasama), Lembaga Non Pemerintah Dalam Negeri dan pihak ketiga (24 naskah kerjasama), serta luar negeri (keikutsertaan dalam Forum Koordinasi Kerjasama Lembaga Non Pemerintah Luar Negeri).

c. Pengawasan

Pada tahun 2014, telah dilaksanakan pemeriksaan reguler pada 59 obyek pemeriksaan lingkup provinsi dan 22 kabupaten/ kota; pemeriksaan bantuan keuangan pada 35 kabupaten/ kota; pemeriksaan bantuan hibah pada 10 SKPD; pemeriksaan Akhir Masa Jabatan (AMJ) kepala daerah pada 3 kabupaten/kota; penanganan kasus pengaduan di lingkungan pemda 40 kasus dan 53 kasus Lapor Gubernur; pelaporan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi; pengendalian manajemen pelaksanaan kebijakan KDH sebanyak 29 LHP Bantuan Desa; evaluasi Laporan Akuntabitas Kinerja Intansi Pemerintah (LAKIP) pada 20 SKPD dan 5 kabupaten/kota; tindak lanjut hasil temuan pengawasan, fasilitasi tindak lanjut hasil temuan BPK-RI, serta evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah pada 35 kabupaten/kota.

Dalam rangka mendukung upaya pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, telah dilakukan MoU antara Gubernur Jawa Tengah dengan Pimpinan KPK dan ditindaklanjuti dengan

Training of Trainers (ToT) pada Pejabat Eselon II Provinsi Jawa Tengah

sebanyak 3 kali kegiatan dan 1 kali pelaksanaan Tunas Integritas. Mulai tahun 2014 seluruh pejabat Eselon I hingga Eselon IV diwajibkan untuk menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagai upaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.


(2)

II - 107

2.1.5. Aspek Daya Saing Daerah

1. Pengeluaran Rata-Rata Konsumsi Makanan Per Kapita

Pola konsumsi makanan penduduk Jawa Tengah tahun 2014 ditunjukkan dengan rata-rata pengeluaran untuk makanan mencapai Rp.313.730,- atau 50,36% dari total pengeluaran. Distribusi pengeluaran konsumsi makanan penduduk Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.162.

Tabel 2.162.

Pengeluaran Rata-Rata Konsumsi Makanan Per Kapita di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 – 2014

No Kelompok Barang Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 A Rata-rata pengeluaran Konsumsi (Rp) 214.180 228.402 255.950 286.129 313.730 B Distribusi Pengeluaran konsumsi (%)

1 Padi-padian 20,05 17,62 17,41 16,22 15,45

2 Umbi-umbian 0,56 0,51 0,47 0,47 0,45

3 Ikan 4,16 3,93 3,87 3,71 3,78

4 Daging 3,07 3,22 3,3 3,19 3,16

5 Telur dan Susu 6,44 5,87 6,16 6,22 6,26

6 Sayur-sayuran 8,16 8,31 7,24 8,35 7,32

7 Kacang-kacangan 5,11 4,11 4,02 4,02 4,00

8 Buah-buahan 3,31 4,68 4,69 4,48 4,92

9 Minyak dan Lemak 3,92 4,03 3,83 3,49 3,46

10 Bahan Minuman 4,37 4,24 4,18 4,12 3,89

11 Bumbu-bumbuan 2,45 2,27 2,1 2,03 2,00

12 Konsumsi lainnya 3,34 2,33 2,34 2,12 2,12

13 Makanan dan Minuman jadi 24,24 28,58 29,32 29,93 30,92

14 Tembakau, sirih 10,82 10,31 11,06 11,65 12,20

Jumlah 100 100 100 100 100

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015

2. Pengeluaran Rata-Rata Konsumsi Non Makanan Per Kapita

Pola konsumsi non makanan penduduk Jawa Tengah tahun 2014 menunjukkan angka yang lebih besar, dimana rata-rata pengeluaran untuk non makanan mencapai Rp.309.174,- atau 33,16% dari total pengeluaran. Distribusi pengeluaran konsumsi non makanan penduduk Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.163.


(3)

II - 108

Tabel 2.163.

Pengeluaran Rata-Rata Konsumsi Non Makanan Per Kapita Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 -2014

No Kelompok Barang Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 A Rata-rata pengeluaran Konsumsi (Rp ribu) 180.317 224.438 251.025 288.794 309.174 B Distribusi Pengeluaran konsumsi (%)

1 Perumahan dan fasilitas rumah tangga 42,87 35,05 34,69 32,96 33,16

2 Barang dan Jasa 36,08 36,74 38,20 38,03 39,68

3 Pakaian, alas kaki dan tutup kepala 6,17 6,53 6,02 5,89 6,31 4 Barang-barang yang tahan lama 8,95 13,99 13,81 15,50 13,56

5 Pajak dan asuransi 3,90 3,21 3,18 3,62 3,62

6 Keperluan pesta dan upacara 2,03 4,48 4,10 3,99 3,66

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015

3. Nilai Tukar Petani (NTP)

NTP dihitung berdasarkan perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib) dalam persen. NTP >100 berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya. Mulai bulan Januari 2014, NTP menggunakan Tahun Dasar 2012=100 untuk menyesuaikan perubahan/pergeseran pola produksi pertanian, pola konsumsi rumah tangga pertanian di perdesaan dan perluasan cakupan sub sektor pertanian. NTP Bulan Desember 2014 sebesar 100,55. Perkembangan NTP di Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 2.22.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016

Gambar 2.22.

Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2015

106,62

106,37

101,42

100,65

102,03

97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108


(4)

II - 109

4. Fasilitas Wilayah/Infrastruktur

Aspek ini digambarkan dengan rasio panjang jalan dengan banyaknya kendaraan yang melewatinya. Hal ini terlihat bahwa rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan di Jawa Tengah, yang menunjukkan bahwa rasionya dari tahun ke tahun semakin kecil. Dampak langsung yang dirasakan adalah di beberapa wilayah atau ruas jalan terjadi kepadatan lalu lintas karena pertumbuhan jumlah kendaraan lebih tinggi daripada penambahan panjang jalan. Upaya yang dilakukan adalah secara bertahap mengurangi bottle neck

dan pelebaran jalan. Sedangkan untuk penambahan panjang jalan baru diantaranya ditempuh melalui pembangunan jalan lingkar perkotaan. Selengkap-nya dapat dilihat pada Tabel 2.164.

Tabel 2.164.

Rasio Panjang Jalan Terhadap Jumlah Kendaraan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2015

Tahun Panjang Jalan (km) Banyak Kendaraan (unit) (km:unit) Rasio

2011 26.415,145 10.481.143 1 : 397

2012 26.368,792 11.521.288 1 : 437

2013 26.415,142 12.683.723 1 : 480

2014 26.415,142 13.842.639 1 : 524

2015 NA NA NA

Sumber: Jawa Tengah dalam Angka, BPS Provinsi Jawa Tengah , 2015 (diolah)

5. Sumber Daya Manusia a. Rasio Ketergantungan

Rasio Ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia non produktif (0-14 tahun dan +65 tahun ke atas) dibandingkan dengan penduduk usia produktif (15 – 64 tahun). Rasio ketergantungan dalam kurun waktu 2010 - 2014 terus menurun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia non produktif yang ditanggung oleh kelompok usia produktif semakin berkurang. Data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.165.

Tabel 2.165.

Rasio Ketergantungan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 - 2014

No Uraian Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 1 Rasio Ketergantungan (%) 50,31 48,47 49 48,74 48,33 2 Penduduk (Juta Orang) 32,38 32,64 33,27 33,26 33,52 3 Penduduk usia 0-14 tahun (Juta

Orang) 8,52 8,37 8,44 8,41 8,37

4 Penduduk usia +65 tahun (Juta Orang) 2,32 2,28 2,46 2,48 2,55 5 Penduduk usia 15-64 tahun (Juta

Orang) 21,54 21,97 22,37 22,36 22,59


(5)

II - 110

b. Rasio Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan

Rasio penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut pendidikan yang ditamatkan selama 5 tahun terakhir masih didominasi lulusan SD ke bawah, walaupun cenderung semakin menurun. Menurunnya dominasi pekerja lulusan SD ke bawah serta meningkatnya lulusan DI/II/III dan universitas berdampak kepada tingkat produktivitas pekerja yang semakin membaik.

Pada Tabel 2.166 dapat dilihat rasio lulusan SD ke bawah, SMP, maupun DI/II/III dan universitas selama periode tahun 2010 – 2014 di Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 2.166.

Rasio Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja

Menurut Pendidikan yang Ditamatkan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 - 2014

No. Jenjang Pendidikan Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 1 SD ke Bawah 25,97 28,00 27,08 9,00 8,98

2 SMP 8,80 9,34 9,20 3,12 3,12

3 SMA 11,15 8,61 8,96 3,14 3,30

4 DI/II/III dan Universitas 2,90 2,82 3,25 1,11 1,15

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015

c. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sektor pertanian memberikan kontribusi paling tinggi terhadap penyerapan kerja penduduk usia 15 tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan utama selama kurun waktu 2010-2014, kemudian diikuti sektor perdagangan dan sektor industri.

Namun jika dilihat perkembangan tiap tahun, pekerja pada sektor pertanian selama 2010-2014 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.167.

Tabel 2.167.

Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 - 2014 (Juta orang)

No Lapangan Pekerjaan Utama Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

1 Pertanian 5,62 5,38 5,06 5,57 5,17

2 Industri 2,81 3,05 3,30 3,11 3,17

3 Perdagangan 3,39 3,40 3,45 3,69 3,72

4 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan

Perorangan 1,96 2,06 2,17 2,51 2,19

5 Lainnya (Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Konstruksi, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan)

2,03 2,03 2,16 1,99 2,30


(6)

II - 111

d. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan

Penyerapan tenaga kerja selama kurun waktu 2010–2014 masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah (Sekolah Dasar ke bawah dan Sekolah Menengah Pertama). Namun perbaikan kualitas dan produktivitas tenaga kerja ditunjukkan adanya kecenderungan meningkatnya tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Data selengkapnya sebagaimana tersebut pada Tabel 2.168.

Tabel 2.168.

Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 - 2014 Pendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan 2010 2011 Tahun (juta orang) 2012 2013 2014

SD ke Bawah 8,41 9,14 9,01 9,00 NA

Sekolah Menengah

Pertama 2,85 3,05 3,06 3,22 NA

Sekolah Menengah Atas 3,61 2,81 2,98 3,14 NA Diploma I/II/III dan

Universitas 0,94 0,92 1,08 1,11 NA