PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR BERBASIS HYPOTHETICAL LEARNING TRAJECTORY UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII.

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sudah empat tahun terakhir ini kurikulum pendidikan yang digunakan oleh Indonesia adalah Kurikulum 2013. Dokumen Kurikulum 2013 menyebutkan alasan diubahnya kurikulum pendidikan di Indonesia adalah karena implementasi kurikulum sebelumya yang terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. Alasan inilah yang mendasari disusunnya Kurikulum 2013, yang mengharapkan agar proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini tercantum dalam Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip beberapa prinsip, yaitu (1) dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu, (2) dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi, (3) dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar. Ketiga prinsip di atas adalah tiga poin dari keseluruhan empat belas poin


(2)

2

prinsip kegiatan pembelajaran menurut Permendikbud Nomor 22 tahun 2016. Sesuai dengan prinsip-prinsip di atas, dengan diberlakukannya Kurikulum 2013, diharapkan pendidikan di Indonesia sepenuhnya meninggalkan cara belajar mengajar ekspositori, berpusat pada guru, dan cenderung strict yang mengakibatkan pembelajaran menjadi keadaan yang menekan peserta didik. Pembelajaran yang diharapkan adalah yang mampu mengembangkan kreativitas peserta didik, menantang, menyenangkan dan bermakna.

Walaupun demikian yang dirancang pemerintah, namun realita yang ada tidak demikian. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep siswa adalah cara guru mengajar (Hiebert & Grouws, 2007). Yang sering terjadi di kelas yang sifatnya teacher-centered adalah ketika siswa di kelas belum seluruhnya memahami materi yang disampaikan oleh guru, namun kurikulum, silabus, dan RPP mengharuskan guru untuk melanjutkan pembelajaran ke topik selanjutnya. Maka yang terjadi adalah miskonsepsi pada siswa dalam memahami pelajaran, dan siswa hanya sekadar mengikuti instruksi guru. Berdasarkan data dari World Bank diketahui bahwa di Indonesia, interaksi antara guru dan siswa lebih banyak didominasi oleh guru selama pembelajaran berlangsung. Dari data tersebut diketahui bahwa dari sampel acak sekolah yang dipilih, diperoleh data bahwa sebanyak 59% pembelajaran matematika di kelas interaksinya didominasi oleh guru. Dari data yang sama, diketahui bahwa interaksi yang seimbang antara siswa dan guru sebanyak 22%, dan sisanya, interaksi yang terjadi di kelas matematika hanya di antara siswa sebanyak 19% (Human Development Department, 2010).


(3)

3

Dominannya peran guru di kelas mengindikasikan bahwa metode ceramah masih digunakan. Realitanya, pembelajaran teacher-centered masih juga terjadi di Indonesia, meskipun sudah memasuki tahun keempat sejak diberlakukannya Kurikulum 2013. Hal ini bertolak belakang dengan tujuan kurikulum 2013, yaitu untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Jika menyorot pada kata “produktif” dan “kreatif” yang ada pada tujuan kurikulum 2013, maka yang diperlukan oleh bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan yang mendorong agar siswa dapat mengkonstruk atau membangun pengetahuannya sendiri, sehingga pembelajaran yang terjadi bersifat student-centered dan menjadi pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Selain itu, dalam Dokumen Kurikulum 2013 disebutkan bahwa proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Kelulusan (Kemdikbud, 2012). Dua dari sekian banyak cara guru mengajar adalah dengan cara meminta siswa untuk memberikan solusi alternatif atas suatu permasalahan dan membuat waktu belajar banyak dihabiskan untuk sharing dalam diskusi kelompok. Salah satu cara tersebut atau interaksi antara kedua hal tersebut boleh jadi lebih penting daripada hal-hal yang lain untuk mengembangkan pemahaman konsep siswa. Mengajar harus dipahami sebagai sebuah sistem dari interaksi gagasan-gagasan. (Hiebert & Grouws, 2007).


(4)

4

Bangun ruang sisi datar adalah satu dari empat materi matematika yang harus dicapai siswa SMP, khususnya pada materi geometri. Menurut data dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, hasil Ujian Nasional SMP tahun 2016 menunjukkan bahwa daya serap materi geometri siswa SMP di Kabupaten Sleman, Yogyakarta menurun dari tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan materi matematika yang diujikan di Ujian Nasional, maka geometri termasuk materi yang memiliki daya serap rendah. Berikut Tabel 1 yang menunjukkan daya serap ujian matematika pada Ujian Nasional SMP Tahun Ajaran 2014/2015 di Kabupaten Sleman dan Tabel 2 yang menunjukkan daya serap ujian matematika pada Ujian Nasional SMP Tahun Ajaran 2015/2016 di Kabupaten Sleman.

Tabel 1. Daya Serap Ujian Nasional Matematika Tahun Ajaran 2014/2015 di Kabupaten Sleman

Materi Kota/Kab. Provinsi Nasional

Bilangan 65,36 63,30 60,64

Aljabar 59,97 58,00 57,28

Geometri dan Pengukuran 57,02 55,19 52,04 Statistika dan Peluang 64,49 63,87 60,78

Tabel 2. Daya Serap Ujian Nasional Matematika Tahun Ajaran 2015/2016 di Kabupaten Sleman

Materi Kota/Kab. Provinsi Nasional

Bilangan 61,09 58,21 52,74

Aljabar 58,43 56,64 52,97

Geometri dan Pengukuran 54,86 52,42 47,19 Statistika dan Peluang 57,25 55,99 46,73


(5)

5

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa daya serap ujian nasional matematika materi geometri dan pengukuran Kabupaten Sleman di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional mengalami penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan Ujian Nasional Tahun Ajaran 2014/2015.

Jika dipersempit dengan menyorot indikator soal Ujian Nasional mengenai bangun ruang sisi datar, akan didapatkan angka yang tidak begitu jauh perbedaannya, kecuali untuk indikator “menentukan bidang diagonal yang tegak lurus dengan bidang diagonal yang diberikan di soal”. Berikut adalah tabel yang menunjukkan daya serap matematika pada Ujian Nasional SMP Tahun Ajaran 2015/2016 pada indikator-indikator soal bangun ruang sisi datar yang diperoleh dari aplikasi Laporan Hasil Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2015/2016 yang dibuat oleh BNSP.

Tabel 3. Daya Serap Soal Bangun Ruang Sisi Datar pada Ujian Nasional 2015/2016 di Kabupaten Sleman

Indikator Soal Kota/Kab. Propinsi Nasional Diberikan bidang diagonal pada kubus,

peserta didik dapat menentukan bidang diagonal yang tegak lurus dengan bidang diaonal tersebut

81,19 79,41 63,17

Peserta didik dapat menyelesaikan soal cerita berkaitan konsep kerangka pada balok

54,34 50,46 46,20

Diberikan gambar prisma dengan alas trapesium sebagai bidang frontal, peserta didik dapat menghitung luasnya jika unsur-unsur yang diperlukan diketahui


(6)

6

Jika bangun ruang sisi datar dibandingkan dengan SPLDV sebagai materi yang dapat diajarkan secara kontekstual dan merupakan materi yang dipelajari pada kurun waktu yang relatif berdekatan, SPLDV memiliki peringkat daya serap yang lebih tinggi. Dari data yang sama, diketahui bahwa indikator soal “menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan keliling persegi panjang menggunakan konsep SPLDV” memiliki daya serap 67,62 di tingkat kabupaten, 64,58 di tingkat propinsi, dan 55,16 di tingkat nasional. Selain itu, merujuk pada Tabel 1 dan Tabel 2 yang menunjukkan bahwa daya serap ujian nasional matematika di Kabupaten Sleman mengalami penurunan, dapat dikatakan bahwa perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kembali prestasi belajar matematika siswa, khususnya pada materi geometri.

Menurut Lev Vygotsky, siswa dapat menjadi pembelajar yang aktif dengan mengkonstruk pengetahuannya sendiri dan merefleksikan pembelajaran jika dibantu oleh orang yang lebih berpengalaman (Bruning, Schraw, & Norby, 2011). Dalam hal ini yang dimaksud dengan orang yang lebih berpengalaman adalah guru. Dengan demikian, peran guru dalam pembelajaran menurut Vygotsky cukuplah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga pembelajaran yang terjadi tetap student-centered.

Alur belajar atau learning trajectory adalah jalan atau cara berpikir seseorang dalam mencapai suatu pengetahuan. Telah banyak peneliti yang melakukan penelitian mengenai alur berpikir atau learning trajectory siswa (Clements & Sarama, 2014; Daro, A. Mosher, & Corcoran, 2011; Empson, 2011; Sapti, 2014). Dalam penelitian-penelitian tersebut dikatakan bahwa learning


(7)

7

trajectory pada praktiknya dalam pembelajaran lebih fleksibel jika masih berbentuk dugaan, sehingga kemudian disebut dengan hypothetical learning trajectory atau dugaan alur belajar. Disebutkan juga bahwa hypothetical learning trajectory dapat dijadikan sebagai bagian dari kurikulum pembelajaran. Hypothetical learning trajectory juga memuat model berpikir siswa yang penting untuk dipahami oleh guru.

Alur belajar seorang mahasiswa tentunya berbeda dengan alur belajar siswa SD atau SMP. Hal ini dapat berarti bahwa setiap jenjang usia, bahkan setiap orang memiliki cara tersendiri dalam memahami atau mempelajari sesuatu. Sementara kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa guru masih mendominasi proses belajar mengajar telah membuat siswa mengingkari alur belajar yang sebenarnya dimiliki oleh siswa. Dominasi guru dalam proses belajar mengajar membuat siswa tidak mengikuti alur berpikirnya, melainkan mengikuti alur berpikir guru.

Dalam Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan disebutkan bahwa buku yang digunakan oleh satuan pendidikan wajib memenuhi kriteria penilaian sebagai buku yang layak digunakan. Kriteria penyajian isi buku menurut Kemendikbud harus memuat materi yang mampu merangsang siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Namun pada kenyataannya LKS berupa kumpulan soal matematika tanpa adanya kegiatan yang mendukung siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran matematika masih digunakan di beberapa sekolah. Hal ini mendorong peneliti untuk mengembangkan perangkat pembelajaran matematika yang berbasis learning trajectory atau alur belajar siswa. Dengan demikian diharapkan siswa dapat lebih memahami


(8)

8

kompetensi yang akan dicapai dengan alur berpikirnya yang lebih mudah dipahami oleh dirinya sendiri.

B. Identifikasi Masalah

Telah dipaparkan bahwa masalah yang diangkat oleh penulis adalah siswa banyak yang tidak mempelajari sesuatu berdasarkan alur berpikirnya, melainkan mengikuti alur berpikir guru. Dari pemaparan latar belakang masalah yang telah disampaikan oleh penulis, masalah yang diangkat oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Alur belajar siswa dalam pembelajaran matematika belum terakomodir. 2. Siswa membutuhkan LKS dengan kegiatan yang mempertimbangkan alur

belajar siswa dalam pembelajaran matematika.

3. Prestasi peserta didik terhadap materi bangun ruang sisi masih rendah. C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka perangkat yang dikembangkan dibatasi pada RPP dan LKS berbasis hypothetical learning trajectory untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Materi yang menjadi topik pada penelitian ini adalah bangun ruang sisi datar yang dipelajari pada jenjang SMP kelas VIII semester genap. Perangkat pembelajaran ini dikembangkan sesuai dengan Kurikulum 2013. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Turi dengan populasi sebanyak 32 siswa.


(9)

9 D. Rumusan Masalah

Dari uraian pada identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah apakah perangkat pembelajaran materi bangun ruang sisi datar berbasis hypothetical learning trajectory untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory yang valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa pada materi bangun ruang sisi datar untuk kelas VIII SMP.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Guru

Guru memiliki referensi perangkat pembelajaran yang sesuai dengan alur belajar dan cara berpikir siswa, sehingga lebih mudah dipahami oleh siswa. 2. Manfaat Bagi Siswa

Siswa dapat mempelajari materi bangun ruang sisi datar menggunakan LKS yang memfasilitasi siswa untuk belajar sesuai dengan alur belajarnya.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.


(10)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika a. Pengertian Belajar

Menurut Edward Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Menurut Mayer, belajar adalah perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan seseorang berdasarkan pengalaman orang tersebut (Sugihartono, dkk., 2013).

Menurut Solso (M. Masykur & Fathani, 2007) belajar dapat diartikan sebagai proses mengubah, mereduksi, memerinci, menyimpan, dan memakai setiap masukan (input) pengetahuan yang datang dari alat indra sebagai penajam fungsi kognitif. Menurut Jean Piaget (Sugihartono, dkk., 2013) yang meyakini teori belajar konstruktivistik, belajar merupakan proses regulasi diri dimana anak akan menciptakan sendiri sensasi perasaan mereka terhadap realitas. Jerome Bruner (Sugihartono, dkk., 2013) mendefiniskan belajar sebagai proses aktif terkait dengan

discovery learning yaitu siswa berinteraksi dengan lingkungannya melalui eksplorasi dan manipulasi obyek, membuat pertanyaan dan menyelenggarakan eksperimen.


(11)

11

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan sikap atau tingkah laku dan peningkatan pengetahuan seseorang setelah mengalami stimulus atau kejadian tertentu di lingkungannya, di mana akhirnya seseorang tersebut menggunakan input yang diterima oleh indranya untuk menajamkan fungsi kognitif.

b. Pengertian Pembelajaran

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Bruner (Sanaky, 2009) menyebutkan bahwa cara paling krusial untuk menghasilkan pertumbuhan intelektualitas adalah melalui dialog antara orang yang lebih berpengalaman dengan orang yang kurang berpengalaman, menghasilkan sebuah pemahaman terhadap pemikiran. Pembelajaran adalah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Sementara Sugihartono, dkk. (2013) mendefinisikan pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajarsecara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal. Gulo (Sugihartono, dkk., 2013) menuliskan bahwa pembelajaran adalah usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari pendidik dalam suatu lingkungan belajar untuk membuat peserta didik belajar secara sadar


(12)

12

untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dimana dampak dari perubahan itu berlaku dalam kurun waktu yang relatif lama.

c. Matematika

Banyak peneliti yang mendefinisikan matematika dengan banyak pengertian. Matematika adalah bahasa. Matematika adalah ilmu hitung. Matematika adalah akar segala macam ilmu yang ada di dunia, dan sebagainya. Matematika telah dipelajari sejak masa sebelum masehi. Matematika dipelajari oleh bangsa Yunani Kuno, bangsa Mesir Kuno, bahkan bangsa Babilonia. Banyak catatan-catatan sejarah tentang penelitian matematika yang ditulis oleh para ahli matematika zaman dahulu. Bukti banyaknya catatan penelitian dan sejarah dari masa lampau menegaskan bahwa matematika dibutuhkan oleh manusia.

Matematika adalah pengembangan logika yang dibuat dari aturan yang tidak terdefinisi, prinsip logika, hipotesis-hipotesis, dan diikuti oleh kesimpulan-kesimpulan (Rees & Rees, 1982). Richard Courant dan Herbert Robbins dalam bukunya yang berjudul “What Is Mathematics” menyebutkan bahwa ...mathematics as an expression of the human mind reflects the active will, the contemplative reason, and the desire for aesthetic perfection. Its basic elements are logic and intuition, analysis and construction, generality and individuality.

(Courant & Robbins, 1996)

Dapat dikatakan bahwa matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan yang paling tua di dunia bersama dengan filsafat. Matematika bukan sekadar mata pelajaran yang diajarkan di kelas. Lebih dari itu, matematika adalah bahasa, pola


(13)

13

pikir, alur berpikir, ide dan gagasan manusia yang cenderung logis dan erat kaitannya dengan bilangan, pengukuran, dan penjabaran.

d. Pembelajaran Matematika

Matematika diajarkan di sekolah sebagai bentuk kepedulian pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, mengingat matematika sangat dibutuhkan di berbagai cabang ilmu pengetahuan. Seperti judul buku yang ditulis oleh Eric Temple Bell, yaitu “Mathematics: Queen and Servant of Science”, matematika adalah ratu sekaligus pelayan bagi ilmu pengetahuan lain. Maksudnya adalah matematika bisa dikatakan sebagai pusat atau sumber pengetahuan, sekaligus digunakan dalam pengaplikasian ilmu pengetahuan lain.

Menurut Principles and Standard for School Mathematics yang diterbitkan oleh National Council of Teachers of Mathematics, setidaknya ada enam prinsip dalam penerapan matematika di sekolah. Prinsip yang pertama adalah Equity atau keadilan. Menurut NCTM, kecerdasan matematika membutuhkan keadilan, ekspektasi dan dukungan yang tinggi dari siswa. Meskipun siswa datang dari latar belakang, karakter, dan kondisi fisik yang berbeda, siswa harus mendapat perlakuan yang beralasan dan sesuai dengan kondisi masing-masing dari mereka.

Prinsip yang kedua adalah Curriculum atau kurikulum. Kurikulum bukan hanya sekadar sekumpulan aktivitas. Kurikulum adalah rencana aktivitas yang koheren dan fokus pada hal-hal yang penting dalam matematika. Matematika memiliki ide-ide yang terhubung satu sama lain sehingga pemahaman dan pengetahuan siswa lebih mendalam. Dengan demikian, kemampuan siswa dalam mengaplikasikan matematika untuk memecahkan masalah dapat meningkat.


(14)

14

Prinsip yang ketiga adalah Teaching atau pengajaran. Pengajaran matematika yang efektif membutuhkan pemahaman tentang apa yang diketahui oleh siswa dan apa yang perlu dipelajari. Kemudian siswa diberi tantangan dan dukungan untuk mempelajarinya. Keadaan ini menuntut guru untuk memahami benar apa yang akan dan sedang dipelajari oleh siswa.

Prinsip yang keempat adalah Learning atau pembelajaran. Menurut NCTM, siswa harus mempelajari matematika dengan pemahaman dan secara aktif membangun atau mengkonstruk pengetahuannya sendiri dari pengalaman-pengalaman dan pengetahuan di masa lampau. Telah banyak dilakukan riset yang menunjukkan bahwa pemahaman konseptual sangat penting dalam pembelajaran matematika. Dengan adanya pengetahuan yang faktual, prosedural, dan konseptual, siswa akan menjadi pembelajar yang efektif.

Prinsip yang kelima adalah Assessment atau penilaian. Penilaian haruslah mendukung pembelajaran matematika yang terlaksana. Penilaian haruslah menghasilkan informasi yang berguna bagi siswa maupun guru. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah penilaian terhadap siswa, sehingga guru dan siswa dapat sama-sama mengetahui sampai mana pemahaman siswa akan materi atau topik yang dipelajari.

Prinsip yang terakhir adalah Technology atau teknologi. Dalam proses belajar dan mengajar matematika di kelas dibutuhkan teknologi. Teknologi adalah hal yang cukup penting karena dapat memengaruhi ketertarikan dan konsentrasi siswa dalam belajar matematika. Hal yang berkaitan erat dengan teknologi dalam proses belajar mengajar tentu saja adalah media pembelajaran. Maka dapat dikatakan bahwa


(15)

15

media pembelajaran adalah hal yang esensial dalam proses belajar mengajar matematika di sekolah.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa hal-hal yang penting dalam pembelajaran matematika adalah teaching, learning, media, keadilan, dan penilaian. Maka dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa pembelajaran matematika adalah proses belajar-mengajar atau interaksi secara sadar yang terjadi antara siswa dengan guru matematika sesuai dengan kurikulum matematika yang berlaku dan didukung oleh media yang sesuai dengan perkembangan teknologi, dimana keadilan dalam memberi perlakuan pada siswa dijunjung tinggi dan hasil belajar siswa dapat dilihat dari penilaian yang dilakukan oleh guru.

e. Karakteristik Siswa SMP

Menurut Piaget (Sugihartono, dkk., 2013) tahap perkembangan berpikir individu melalui empat stadium, yaitu: (1) Sensorimotorik (0-2 tahun), (2) Praoperasional (2-7 tahun), (3) Operasional Kongkret (7-11 tahun), dan (4) Operasional Formal (12-15 tahun). Masa SMP adalah masa di mana anak menginjak stadium operasional formal, yaitu antara 12-15 tahun. Pada masa tersebut, anak-anak mulai mampu untuk memahami dan mengkonstruk pemikiran. Anak akan merasa sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan, mulai melakukan pembangkangan, namun di sisi lain anak kadang masih bertingkah seperti anak kecil tanpa mereka sadari.

Untuk menghadapi siswa pada masa remaja awal ini, guru harus menjadi sosok panutan yang menginspirasi bagi siswanya, karena anak pada masa ini masih


(16)

16

banyak melakukan imitasi atau kegiatan “meniru”. Mereka meniru orang yang dianggap lebih dewasa dan cocok dijadikan panutan.

Menurut Fuson, Kalchman, & Bransford (2006), secara garis besar ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk membuat siswa memahami bahwa matematika bukan hanya sekadar menghitung dan mengikuti petunjuk, yaitu: (1) membiarkan siswa menentukan cara berpikir informalnya sendiri untuk menyelesaikan masalah, kemudian guru membimbing pemikiran matematis siswa ke strategi yang lebih efektif; (2) mendorong komunikasi matematis sehingga siswa dapat mengklarifikasi strategi mereka, dan membandingkan kekurangan dan kelebihan strategi atau cara lain; (3) mendesain aktivitas yang secara efektif dapat menjembatani konsep awal dengan pemahaman matematika yang ditargetkan. Dari pernyataan ini jelas bahwa untuk menangani siswa SMP yang sedang dalam masa peralihan menuju remaja dalam pembelajaran yang dapat dilakukan guru adalah dengan membiarkannya memilih caranya sendiri dalam menyelesaikan masalah, sehingga siswa merasa pemikirannya dihargai. Di sisi lain, guru juga dapat menyediakan aktivitas pembelajaran yang sesuai dan dapat menjembatani pemikiran siswa dengan tujuan pembelajaran.

2. Perangkat Pembelajaran

a. Pengertian Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran merupakan hal yang harus disiapkan oleh guru sebelum melaksanakan pembelajaran. Perangkat pembelajaran memuat bahan yang akan dipelajari siswa. Ausubel (1971) meyebutkan bahwa bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” (meaningful), artinya bahan pelajaran itu cocok


(17)

17

dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa (Hudojo, 2003).

Perangkat pembelajaran adalah alat atau perlengkapan untuk melaksanakan proses yang memungkinkan pendidik dan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Perangkat pembelajaran menjadi pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium atau di luar kelas (Prasetyo, 2011). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran adalah alat atau perlengkapan yang dijadikan pedoman atau pegangan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran agar tercipta komunikasi yang baik antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran.

Perangkat pembelajaran merupakan bagian dari perencanaan pembelajaran. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, disebutkan bahwa perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Dalam hal ini, LKS merupakan media pembelajaran yang harus dipersiapkan. Pada penelitian ini, perangkat pembelajaran yang dikembangkan hanya meliputi RPP dan LKS.


(18)

18

b. Perangkat Pembelajaran yang Dikembangkan 1.) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

a.) Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, disebutkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar.

b.) Prinsip Penyusunan RPP

Mengenai prinsip-prinsip penyusunan RPP, Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan bahwa ada delapan prinsip yang harus diperhatikan dalam menyusun RPP, yaitu sebagai berikut:

i) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

ii) Partisipasi aktif peserta didik.

iii) Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian. iv) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

v) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

vi) Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. vii) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata


(19)

19

viii) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

c.) Komponen RPP

Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menyebutkan bahwa komponen RPP adalah sebagai berikut:

i) identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan; ii) identitas mata pelajaran atau tema/subtema; iii) kelas/semester;

iv) materi pokok;

v) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;

vi) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;

vii) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;

viii) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi;

ix) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;

x) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran;

xi) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;

xii) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup; dan


(20)

20 2.) Lembar Kerja Siswa

a.) Pengertian LKS

Lembar kegiatan siswa adalah alat yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan proses, mengembangkan sikap ilmiah serta membangkitkan minat siswa terhadap alam sekitarnya (Darmodjo & Kaligis, 1993). Lembar kegiatan siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar kegiatan siswa dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi (Trianto, 2010). Peran LKS di sini adalah sebagai media dan sumber belajar bagi siswa. Maka dapat disimpulkan bahwa LKS adalah media pembelajaran berupa panduan untuk mengembangkan aspek kognitif siswa dalam proses belajar mengajar.

b.) Komponen LKS

Suatu lembar kegiatan siswa memiliki enam komponen yaitu petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, lembar kegiatan, dan evaluasi (Prastowo, 2012)

i) Petunjuk belajar

Komponen petunjuk belajar berisi langkah-langkah bagi guru untuk menyampaikan bahan ajar kepada siswa dan langkah bagi siswa untuk mempelajari bahan ajar.


(21)

21

Bahan ajar berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar yang harus dicapai siswa.

iii) Informasi pendukung

Informasi pendukung berisi berbagai informasi tambahan yang dapat melengkapi bahan ajar sehingga siswa semakin mudah untuk menguasai pengetahuan yang akan diperoleh.

iv) Latihan-latihan

Komponen latihan merupakan suatu bentuk tugas yang diberikan kepada siswa untuk melatih kemampuan setelah mempelajari bahan ajar.

v) Lembar kegiatan

Lembar kegiatan adalah beberapa langkah prosedural cara pelaksanaan kegiatan tertentu yang harus dilakukan siswa berkaitan dengan praktik.

vi) Evaluasi

Komponen evaluasi berisis sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada siswa untuk mengukur kompetensi yang berhasil dikuasai setelah mengikuti proses pembelajaran.

c.) Kriteria Penyusunan LKS

Depdiknas (2008:42-45) menyatakan alternatif tujuan pengemasan materi pembelajaran dalam bentuk LKS adalah:

i) LKS membantu siswa untuk menemukan konsep

ii) LKS mengetengahkan terlebih dahulu suatu fenomena yang bersifat konkrit, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. LKS memuat


(22)

22

apa yang (harus) dilakukan siswa, meliputi melakukan, mengamati, dan menganalisis.

iii) LKS membantu siswa menerapkan dan menginte-grasikan berbagai konsep yang telah ditemukan

iv) LKS berfungsi sebagai penuntun belajar

v) LKS berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku. Siswa akan dapat mengerjakan LKS tersebut jika membaca buku

vi) LKS berfungsi sebagai penguatan

vii) LKS berfungsi sebagai petunjuk praktikum d.) Kriteria Kualitas LKS

Keberadaan LKS memberi pengaruh yang cukup besar dalam proses belajar mengajar, sehingga punyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan, yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik. (Darmodjo & Kaligis, 1993) i) Syarat-syarat didaktik penyusunan LKS

LKS yang berkualitas harus memenuhi syarat-syarat didaktik yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

i. Mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran

ii. Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep

iii. Memiliki variasi stimulus melalui berbagai median dan kegiatan siswa sesuai dengan ciri kurikulum

iv. Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa

v. Pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi ii) Syarat konstruksi penyusunan LKS

Syarat-syarat konstruksi ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan, yang pada hakekatnya harus tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh pihak pengguna, yaitu peserta didik. Syarat-syarat konstruksi tersebut ialah:

i. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan peserta didik ii. Menggunakan struktur kalimat yang jelas


(23)

23

iii. Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan anak. Jika konsep yang hendak dituju merupakan sesuatu yang kompleks, maka dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana terlebih dahulu. iv. Hindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka. Pertanyaan dianjurkan

merupakan sian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang tak terbatas. v. Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan

siswa.

vi. Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS.

vii. Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. viii. Menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata.

ix. Dapat digunakan oleh siswa, baik yang lamban maupun yang cepat. x. Memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi. xi. Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya.

iii) Syarat Teknis Penyusunan LKS

Syarat teknis penyusunan LKS meliputi tulisan, gambar, dan penampilan atau penyusunan LKS.

i. Tulisan menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau romawi.

ii. Tulisan menggunakan huruf tebal yang lebih besar untuk topik penulisan topik.

iii. Perbandingan antara besarnya huruf serasi dengan besarnya gambar.

iv. Gambar-gambar yang digunakan dalam LKS dapat menyampaikan isi atau pesan secara efektif.

v. Tampilan LKS dibuat menarik bagi pengguna LKS. c. Kualitas Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan produk yang bertujuan untuk memfasilitasi proses pembelajaran matematika siswa. Nieveen (1999) menyebutkan bahwa kualitas produk ditentukan oleh tiga kriteria, yaitu kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Hasil penilaian dari ketiga kriteria inilah yang menentukan kualitas sebuah produk dalam bidang pendidikan.


(24)

24 1) Kevalidan

Sebuah produk dikatakan valid jika produk tersebut memenuhi validitas konten dan validitas konstruk. Produk dikatakan valid dari segi konten jika komponen-komponen dalam materi atau topik sesuai dengan state-of-the-art

pengetahuan. Produk dikatakan valid dari segi konstruksi jika semua komponen dalam produk tersebut konsisten dan berhubungan satu dengan yang lainnya.

2) Kepraktisan

Karakteristik kedua dari produk yang berkualitas tinggi adalah oleh guru (dan ahli lainnya) mempertimbangkan bahwa produk yang dikembangkan dapat dan mudah digunakan oleh siswa maupun guru, dengan cara yang sesuai dengan maksud peneliti. Untuk mencapai kedua tujuan ini, dibutuhkan kesinambungan antara kurikulum yang digunakan dalam mengembangkan produk dengan kurikulum yang digunakan oleh guru dan siswa.

3) Keefektifan

Karakteristik ketiga dari produk yang berkualitas tinggi adalah bahwa siswa menunjukkan apresiasi terhadap produk dan bahwa siswa ingin terus menggunakan produk tersebut. Dalam penelitian ini, keefektifan produk dilihat dari hasil tes evaluasi siswa.

d. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Model pengembangan yang dipilih pada penelitian ini adalah model ADDIE. Model pengembangan ADDIE adalah model pengembangan yang memiliki lima langkah kerja, yaitu Analysis, Design, Development, Implementation, dan


(25)

25

Evaluation. Pengaplikasian dari model pengembangan ADDIE memiliki tujuan untuk menciptakan pembelajaran yang student-centered, inovatif, autentik, dan menginspirasi.

Tujuan dari tahap Analysis adalah untuk mengidentifikasi penyebab dalam suatu kesenjangan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan ideal. Tujuan dari tahan Design adalah untuk memverifikasi keadaan ideal serta metode uji coba yang tepat. Tujuan dari tahap Development adalah untuk menghasilkan dan memvalidasi sumber belajar yang akan dibutuhkan selama penelitian. Tujuan dari tahap Implementation adalah untuk mempersiapkan lingkungan belajar. Tahap ini akan melibatkan siswa secara langsung. Tahap yang terakhir yaitu Evaluation

memiliki tujuan untuk menilai proses dan kualitas produk sebelum dan sesudah implementasi (penerapan).

3. Hypothetical Learning Trajectory

a. Pengertian Hypothetical Leaning Trajectory

Menurut Simon (Empson, 2011) alur belajar adalah sebuah konstruksi pengajaran –sesuatu yang digunakan guru untuk mengetahui posisi siswa dan kemana guru akan mengarahkan siswa. Disebut hypothetical karena learning trajectory yang sebenarnya tidak dapat benar-benar diketahui.

Dalam pernyataan tersebut dikatakan bahwa alur belajar yang disebutkan masih berupa hipotesis karena alur belajar atau learning trajectory yang sebenarnya tidak diketahui kepastiannya. Hal ini dikarenakan jalan pemikiran dan alur berpikir seseorang berbeda dengan orang lainnya. Namun, guru dapat membuat hipotesis


(26)

26

atau perkiraan mengenai alur belajar dan alur berpikir siswanya. Sehingga guru dapat mengambil langkah yang tepat di kelas dalam mengajar matematika.

Sementara Clements dan Sarama (2004) mendeskripsikan “trajectory” sebagai

descriptions of children’s thinking and learning in a specific mathematical domain, and a related conjectured route through a set of instructional tasks designed to engender those mental processes or actions hypothesized to move children through a developmental progression of levels of thinking, created with the intent of supporting children’s achievement of specific goals in that mathematical domain.

Pada penelitian lain, disebutkan bahwa “Learning trajectories are a device whose purpose is to support the development of a curriculum, or a curriculum component.” (Clements & Sarama, 2014). Ini menunjukkan bahwa sebenarnya dugaan alur belajar dapat dijadikan alat untuk mendukung pengembangan kurikulum pendidikan atau menjadi komponen dari sebuah kurikulum.

Menurut Simonson (Putri, 2012), hypothetical learning trajectory terdiri dari tujuan pembelajaran untuk siswa, rencana aktivitas pembelajaran, dan dugaan dari proses pembelajaran di kelas. Pada waktu menyusun dugaan proses pembelajaran di kelas, peneliti perlu memprediksi perkembangan pengetahuan matematika di kelas dan pemahaman atau strategi siswa yang mungkin muncul sebagaimana yang terjadi pada waktu kegiatan pembelajaran sesungguhnya.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa learning trajectory adalah deskripsi pemikiran siswa dalam mempelajari sebuah topik atau mencapai tujuan yang spesifik dan sesuai dengan dugaan atau hipotesis guru yang dilaksanakan melalui serangkaian tugas instruksional yang dirancang untuk menimbulkan proses-proses mental atau tindakan hipotesis untuk beraktivitas. Seorang guru dapat


(27)

27

mengetahui cara berpikir dan alur belajar siswanya dalam suatu kelas secara garis besar. Namun, alur belajar tersebut hanya sebatas dugaan. Alur belajar yang sesungguhnya tidak dapat diketahui lebih lanjut, karena alur belajar yang sesungguhnya akan terlihat ketika siswa benar-benar melakukan kegiatan belajar. Penggunaan hypothetical learning trajectory diharapkan dapat mempermudah guru untuk mengantisipasi jawaban-jawaban, ide-ide, dan pertanyaan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Namun hingga sekarang masih belum banyak penggunaan perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory dalam pembelajaran matematika di sekolah.

b. Menghasilkan Hypothetical Learning Trajectory

Hypothetical learning trajectory dirancang oleh peneliti pada tahap design, yaitu setelah merancang RPP dan LKS. Hypothetical learning trajectory dirancang berdasarkan hasil pengamatan secara umum terhadap siswa kelas VIII dan dugaan-dugaan pemikiran secara umum terhadap kegiatan-kegiatan yang sebelumnya telah dirancang. Peneliti merancang hypothetical learning trajectory dengan memerhatikan tiga tingkat kemampuan siswa secara umum, yaitu siswa yang kurang, siswa yang sedang, dan siswa yang pandai. Hypothetical learning trajectory yang dirancang tentunya disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang terdapat di dalam LKS berbasis hypothetical learning trajectory, sehingga ada kesinambungan antara RPP dan LKS yang dikembangkan.


(28)

28 4. Bangun Ruang Sisi Datar

Berdasarkan silabus pada Kurikulum 2013 edisi revisi 2016, mata pelajaran Matematika materi bangun ruang sisi datar pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputi topik-topik sebagai berikut:

a. Kubus b. Balok c. Prisma d. Limas

Berikut ini adalah tabel yang memuat Kompetensi Dasar bangun ruang sisi datar yang dipelajari di jenjang SMP/MTs kelas VIII semester genap:

Tabel 4. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bangun Ruang Sisi Datar Kompetensi Inti Standar Kompetensi

3.

Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

3.10 Menurunkan rumus untuk menentukan luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prisma, dan limas)

4.

Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.

4.10 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prima dan limas), serta gabungannya


(29)

29

Berdasarkan Tabel 3, topik bangun ruang sisi datar akan membahas beberapa pokok bahasan, yaitu 1) ciri-ciri kubus, balok, prisma dan limas; 2) unsur-unsur kubus, balok, prisma dan limas; 3) diagonal bidang, diagonal ruang, dan bidang diagonal pada bangun ruang sisi datar; 4) luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas; serta 5) volume kubus, balok, prisma, dan limas. Berikut ini adalah uraian pokok bahasan yang meliputi kubus, balok, prisma, dan limas: a. Sifat-sifat dan Unsur-unsur

Secara umum, bangun ruang sisi datar memiliki tiga jenis unsur, yaitu titik sudut, sisi, dan rusuk. Secara lebih khusus, sisi terdiri dari sisi tegak, sisi alas, dan sisi atas. Tabel berikut menjelaskan tentang sifat-sifat dan unsur-unsur kubus, balok, prisma dan limas.

Tabel 5. Sifat dan Unsur Bangun Ruang Sisi Datar

Nama Bangun

Banyaknya

Sisi Rusuk Titik Sudut

Kubus 6 12 8

Balok 6 12 8

Prisma segi-n n + 2 3n 2n Limas segi-n n + 1 2n n + 1

b. Diagonal Bidang, Diagonal Ruang, dan Bidang Diagonal

Diagonal bidang, diagonal ruang, dan bidang diagonal adalah tiga unsur bangun ruang sisi datar secara lebih khusus. Diagonal bidang adalah ruas garis yang menjadi penghubung antara dua titik sudut berhadapan yang sebidang. Diagonal ruang adalah ruas garis yang menjadi garis penghubung antara dua


(30)

30

titik sudut berhadapan yang tidak sebidang. Bidang diagonal adalah bidang yang terbentuk dari dua rusuk sejajar yang tidak sebidang dan dua diagonal sisi yang sejajar dan tidak sebidang pula.

c. Jaring-jaring dan Luas Permukaan

Jaring-jaring adalah bangun datar yang dapat dikonstruk menjadi bangun ruang sisi datar tertentu. Luas permukaan adalah jumlah luas seluruh sisi suatu bangun runag. Luas permukaan suatu bangun ruang sisi datar erat kaitannya dengan jaring bangun ruang sisi datar, karena menghitung luas jaring-jaring suatu bangun ruang sisi datar sama saja dengan menghitung luas permukaan suatu bangun tersebut.

d. Volume

Volume adalah banyaknya satuan kubik yang dapat dengan tepat penuh mengisi suatu bangun ruang. Berikut ini adalah tabel yag berisi rumus luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas.

Tabel 6. Rumus Luas Permukaan dan Volume Bangun Ruang Sisi Datar

Rumus Bangun

Kubus Balok Prisma Limas

Luas Permukaan

6 × × �� + � + �

2 × luas alas + jumlah luas sisi tegak

Luas alas + jumlah luas sisi tegak

Volume × × � × � × ��×


(31)

31 5. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan belajar (Pratini, 2005). Prestasi belajar diukur menggunakan tes dengan cara menghitung jumlah item tes yang dijawab benar oleh siswa, dengan cara yang sama juga untuk setiap siswa di kelas (Tinambunan, 1988). Penelitian menunjukkan bahwa prestasi dapat dipengaruhi cara belajar siswa dan apa yang siswa pelajari (Courant & Robbins, 1996). Kepercayaan diri yang lebih tinggi dapat memotivasi siswa untuk ikut serta dan menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks, dan pengalaman positif ini mengakibatkan meningkatnya prestasi belajar siswa (Irvin, Meltzer, & Dukes, 2007). Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar, yang dapat diukur melalui tes hasil belajar dan dapat meningkat karena adanya faktor-faktor lain.

B. Penelitian yang Relevan

Telah banyak penelitian tentang learning trajectory atau alur belajar yang berkontribusi tinggi dalam ranah pendidikan matematika. Berdasarkan jurnal penelitian yang ditulis oleh Sapti (2014) tentang Learning Trajectory Informal Guru dan Learning Trajectory Aktual Murid pada Pembelajaran Jaring-jaring Kubus dan Balok, beliau mengungkapkan bahwa dari penelitian yang dilakukan pada ranah learning trajectory, ada beberapa hal yang dapat dirumuskan: hypothetical learning trajectory (dugaan alur belajar), informal learning trajectory

(alur belajar informal), dan actual learning trajectory (alur belajar aktual). Dari penelitian yang dilakukan oleh Sapti ini didapat kesimpulan bahwa terdapat sebuah


(32)

32

gap atau jarak antara alur belajar informal guru dan alur belajar aktual murid pada materi jaring-jaring balok dan kubus.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012) yang berjudul Pendisainan

Hypothetical Learning Trajectory (HLT) Cerita Malin Kundang pada Pembelajaran Matematika dikemukakan bahwa telah dihasilkan lintasan belajar atau learning trajectory pada materi bangun datar melalui cerita rakyat Malin Kundang. Penulis menggunakan hypothetical learning trajectory dimana siswa diminta untuk membuat beberapa bentuk (Malin Kundang, Ibu Malin Kundang, kapal, dll.). Dengan penggunaan HLT ini artinya kemungkinan hasil yang didapat dari siswa berbeda dari ekspektasi atau hipotesis. Namun dari aktivitas yang diberikan, siswa dapat menemukan konsep bangun datar melalui kegiatan yang diberikan.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nurdin (2011) yang berjudul Trajektori dalam Pembelajaran Matematika menyatakan bahwa untuk menentukan sebuah alur belajar peneliti biasanya mengawali dengan merumuskan alur belajar hipotesis (hypothetical learning trajectory). Nurdin mengemukakan bahwa alur belajar memberikan petunjuk bagi guru untuk menentukan dan merumuskan tujuan-tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Alur belajar dapat disusun berdasarkan pengalaman mengajar masa lalu, hasil uji coba, ataupun konjektur yang dibangun berdasarkan teori atau pengalaman pribadi, serta hasil-hasil penelitian yang relevan. Penelitian lain dilakukan oleh Sari (2011) yang berjudul Pengembangan

Learning Trajectory pada Konsep Pecahan. Penelitian ini tentang membangun ide-ide matematika dari situasi kontekstual yang berkembang menjadi lintasan pembelajaran hipotetis. Latar belakang penelitian ini adalah peneliti menyadari


(33)

33

bahwa walaupun siswa bisa menyatakan pecahan sebagai daerah yang diarsir dengan pecahan benar, tidak berarti bahwa mereka memahami arti dari pecahan. Akan lebih baik jika siswa diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan mereka sendiri dan menjelajahi makna dari fraksi ditemukan dalam situasi kontekstual. Ide-ide matematika yang bisa dibangun dari masalah kontekstual atau situasi dikembangkan dengan learning trajectory. Itu sebabnya peneliti melakukan penelitian untuk menemukan lintasan pembelajaran hipotetis untuk konsep pecahan. Pada kenyataannya, terutama di Indonesia, sebagian proses pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru. Hal ini mengurangi kesempatan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu langkah yang telah dicoba untuk memperbaiki kondisi ini adalah pendidikan matematika realistik. Pendidikan matematika realistik sepaham dengan teori konstruktivisme yang mengusahakan agar pembelajaran matematika yang bermakna (meaningful) dengan siswa sebagai pusat pembelajaran. Hipotesis alur belajar adalah cara untuk menjelaskan aspek pedagogis dalam pembelajaran matematika yang berorientasi pada konsep pemahaman. Peneliti mengatakan bahwa siswa dikatakan memiliki pemahaman yang lengkap tentang pecahan jika mereka mampu membangun hubungan antara interpretasi fraksi. Hal ini termasuk simbol-simbol tertulis atau simbol lisan, manipulasi hal, dan ide-ide matematika lainnya. Jadi langkah pertama untuk merancang pembelajaran matematika tentang pecahan adalah untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan mengidentifikasi ide-ide matematika. Kemudian, yang harus dilakukan oleh guru adalah merancang masalah kontekstual yang sesuai dengan rancangan tujuan pembelajaran. Dari penelitian yang dilakukan


(34)

34

oleh peneliti, alur belajar hipotesis tidak selalu tepat sesuai dengan alur belajar siswa, karena setiap siswa memiliki pola pikir yang berbeda. Dengan mengatur alur belajar hipotesis, guru dapat mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada siswa dan memfasilitasi mereka untuk membangun ide-ide matematika dalam konsep pecahan. Dari analisis data oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa lintasan pembelajaran hipotetis yang telah diatur sesuai dengan proses pembelajaran di kelas dan mendukung siswa untuk mengeksplorasi pemahaman konsep pecahan.

Sebuah penelitian lain mengenai hypothetical learning trajectory dilakukan oleh Wijaya (2009) dengan judul Hypothetical Learning Trajectory dan Peningkatan Pemahaman Konsep Pengukuran Panjang. Latar belakang penelitian ini adalah bahwa RPP yang digunakan di sekolah-sekolah pada pembelajaran hanya memuat “paket standar” pembelajaran, yaitu gambaran kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Sangat jarang guru menyiapkan hipotesis alternatif strategi pemecahan masalah yang digunakan siswa sehingga proses pembelajaran kurang bersifat open ended. Penelitian ini menghasilkan contoh-contoh perumusan

hypothetical learning trajectory. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa (1)

hypothetical learning trajectory memberikan pemahaman pada guru tentang betapa pentingnya memperhatikan pengetahuan awal siswa dan juga perbedaan kemampuan siswa dalam menyusun desain pembelajaran, (2) hypothetical learning trajectory dapat digunakan sebagai petunjuk gutu dalam membagi tahapan pembelajaran, yaitu dengan membuat beberapa sub tujuan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang utama, dan (3) hypothetical learning trajectory


(35)

35

bermanfaat sebagai panduan pelaksanaan pembelajaran sekaligus memberikan berbagai alternatif strategi ataupun scaffolding untuk membantu siswa mengatasi kesulitan dalam memahami konsep yang dipelajari.

C. Kerangka Pikir

Proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang paling penting dalam mencapai tujuan pembelajaran. Untuk melaksanakan proses pembelajaran, seorang guru memerlukan perangkat pembelajaran guna melengkapi dan mendukung proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran adalah alat atau perlengkapan yang dijadikan pedoman atau pegangan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan pada penelitian ini berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis hypothetical learning trajectory.

Learning trajectory atau alur belajar adalah deskripsi pemikiran siswa dalam mempelajari sebuah domain yang spesifik dan sesuai dengan dugaan atau hipotesis guru yang dilaksanakan melalui serangkaian tugas instruksional yang dirancang untuk menimbulkan proses-proses mental atau tindakan hipotesis untuk bergerak. Namun, learning trajectory yang sebenarnya tidak dapat diketahui pada tingkatan yang lebih lanjut, sehingga hanya berupa hipotesis-hipotesis atau dugaan, yang kemudian disebut dengan hypothetical learning trajectory. Kemudian

hypothetical learning trajectory adalah dugaan alur belajar yang juga merupakan bagian dari learning trajectory itu sendiri. Singkatnya, hypothetical learning trajectory adalah alur berpikir siswa yang sebelumnya telah dihipotesis atau diperkirakan oleh guru. Dugaan alur belajar terdiri dari tiga komponen utama, yaitu


(36)

36

tujuan pembelajaran, kegiatan yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai hypothetical learning trajectory

telah terbukti bahwa hypothetical learning trajectory telah berkontribusi secara signifikan dalam bidang pendidikan matematika.

Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar, yang dapat diukur melalui tes hasil belajar dan dapat meningkat karena adanya faktor-faktor lain. Berdasarkan hasil Ujian Nasional tingkat SMP tahun pelajaran 2015/2016, dapat dilihat bahwa masih banyak SMP di wilayah DIY yang memiliki nilai rerata hasil ujian nasional mata pelajaran matematika di bawah 65. Dapat diartikan pula bahwa prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika masih tergolong rendah. Hal ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah proses pembelajaran dan perangkat pembelajaran terkait.

LKS yang disusun sesuai dengan dugaan alur belajar siswa akan memberikan alternatif-alternatif feedback guru dalam menanggapi ide-ide siswa . Pembelajaran matematika cocok jika menggunakan hypothetical learning trajectory atau dugaan alur belajar pada pelaksanaannya, karena dalam belajar matematika tercipta alur berpikir yang bermula dari sebuah titik awal untuk menuju suatu tujuan. Pada kenyataannya kini masih banyak digunakan LKS yang tidak mempertimbangkan alur belajar siswa.

Perangkat pembelajaran adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran meliputi perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran. Hasil dari proses pembelajaran adalah prestasi belajar siswa yang biasanya diukur menggunakan tes


(37)

37

atau ujian. Dengan kata lain perangkat pembelajaran erat kaitannya dengan prestasi belajar siswa. Perangkat pembelajaran yang berbasis hypothetical learning trajectory atau dugaan alur belajar siswa diasumsikan akan lebih mudah digunakan oleh guru maupun oleh siswa, karena disusun untuk mempermudah guru menyiapkan umpan balik bagi alternatif-alternatif jawaban, ide, maupun pertanyaan-pertanyaan siswa yang muncul selama proses pembelajaran. Selain itu, dengan digunakannya perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory dalam pembelajaran matematika, siswa diharapkan dapat menjadi lebih aktif, kreatif, dan percaya diri dengan cara berpikirnya sendiri.

Dalam penyusunan perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory pada materi bangun ruang sisi datar untuk meningkatkan prestasi siswa kelas VIII, yang perlu dikaji antara lain adalah teori tentang hypothetical learning trajectory, karakteristik peserta didik, karakteristik materi, dan kebutuhan peserta didik. Setelah tersusun sebuah rancangan perangkat pembelajaran, perangkat disusun sesuai rancangan. Untuk meminimalisir kesalahan di lapangan, perangkat divalidasi terlebih dahulu oleh validator dan diujicobakan dalam skala kecil untuk melihat respon dari pengguna. Setelah itu perangkat diujicobakan dalam skala besar.

Berdasarkan uraian di atas, bagan kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(38)

38


(39)

39 D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, rumusan masalah dan kerangka berpikir yang telah dibuat oleh peneliti, maka pertanyaan penelitian yang muncul adalah sebagai berikut:

1.) Bagaimanakah tingkat kevalidan perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory pada materi bangun ruang sisi datar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII?

2.) Bagaimanakah tingkat kepraktisan perangkat pembelajaran berbasis

hypothetical learning trajectory pada materi bangun ruang sisi datar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII?

3.) Bagaimanakah tingkat keefektifan perangkat pembelajaran berbasis

hypothetical learning trajectory pada materi bangun ruang sisi datar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII?


(40)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan atau Research and Development, yaitu suatu proses penelitian untuk menghasilkan suatu produk dan menguji keefektifan produk tersebut. Adapun produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kerja Siswa berdasarkan hypothetical learning trajectory atau dugaan alur belajar pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar untuk siswa SMP kelas VIII.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian pengembangan ini adalah ADDIE. Model pengembangan ADDIE terdiri dari 5 (lima) tahap utama, yaitu Analyze, Design, Develop, Implement, dan Evaluation.

1. Analysis

Pada tahap Analysis, peneliti akan mengalisis beberapa aspek yang dibutuhkan dalam penelitian. Analisis yang akan dilakukan antara lain adalah analisis kurikulum, analisis karakteristik siswa, dan analisis materi. Dalam pelaksanaan analisis-analisis tersebut mungkin metode atau tahapan yang dilakukan akan berbeda satu sama lain.


(41)

41 a. Analisis Kurikulum

Kurikulum yang menjadi acuan pada penelitian ini adalah Kurikulum 2013. Petimbangan dipilihnya Kurikulum 2013 sebagai acuan pengembangan produk perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory pada materi bangun ruang sisi datar ini adalah karena KTSP 2006 tidak lagi digunakan di Indonesia. Analisis kurikulum bertujuan untuk menganalisis masalah dasar yang dihadapi dalam materi bangun ruang sisi datar. Diharapkan dengan dibuatnya produk perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain: (1) Menganalisis hasil Daya Serap Ujian Nasional beberapa tahun ke belakang dengan cara membandingkan penguasaan materi siswa pada masing-masing materi yang diuji pada tingkat kabupaten Sleman, tingkat provinsi D.I. Yogyakarta, dan tingkat nasional serta (2) Menganalisis kesenjangan antara tujuan Kurikulum 2013 dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

b. Analisis Materi

Analisis materi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara mendetail mengenai materi yang dikembangkan dalam bentuk RPP dan LKS. Dengan demikian diharapkan dapat meminimalisir ketidaksesuaian antara kebutuhan siswa dengan materi yang dikembangkan. Materi yang dipilih untuk pengembangan perangkat pembelajaran pada penelitian ini adalah materi bangun ruang sisi datar. Sesuai dengan silabus matematika untuk SMP/MTs yang disahkan oleh


(42)

42

Kemendikbud tahun 2016 lalu, kompetensi dasar mengenai materi bangun ruang sisi datar adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Kompetensi Dasar Bangun Ruang Sisi Datar 3.10 Menurunkan rumus untuk menentukan luas permukaan

dan volume bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prisma, dan limas)

4.10 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prima dan limas), serta gabungannya

c. Analisis Karakteristik Siswa

Karakteristik siswa dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik siswa yang menjadi sasaran penelitian, meliputi tingkat kemampuan, latar belakang pengetahuan, dan tingkat perkembangan kognitif. Dalam penelitian ini yang perlu dianalisis adalah karakteristik siswa kelas VIII. Metode yang dilakukan adalah mengkaji melalui literatur dan penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, peneliti mengamati sikap siswa selama pelaksanaan program PPL di SMP Negeri 1 Turi yang telah dilakukan pada 15 Juli 2016 sampai dengan 15 September 2016.

d. Analisis Perumusan Tujuan

Analisis perumusan tujuan dilakukan untuk menjelaskan kepada khalayak tujuan dari dibuatnya produk yang akan dikembangkan. Tujuan dibuatnya perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory pada materi bangun ruang sisi datar ini adalah agar peserta didik mampu memahami materi pembelajaran berdasarkan alur belajarnya sendiri, tidak selalu terpaku pada alur belajar yang disampaikan guru seperti yang selama ini banyak terjadi pada


(43)

43

pendidikan di Indonesia. Dengan dibuatnya RPP dan LKS yang berbasis pada dugaan alur belajar siswa, diharapkan guru lebih siap menghadapi berbagai respon siswa dan lebih siap dalam memfasilitasi pembelajaran siswa. Tujuan lainnya adalah agar siswa lebih kreatif dan mandiri dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran yang terjadi merupakan pembelajaran bermakna dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi bangun ruang sisi datar.

2. Design

Pada tahap Design, peneliti merancang atau mendesain produk yang akan dikembangkan, yaitu RPP dan LKS yang berbasis pada hypothetical learning trajectory. Yang akan dilakukan peneliti dalam rangka merancang produk antara lain 1) mengumpulkan referensi, 2) menentukan rancangan konten pembelajaran untuk setiap RPP dan LKS, 3) membuat kerangka desain tampilan, 4) menyusun instrumen penilaian. Berikut merupakan tabel yang menjelaskan rancangan materi pembelajaran pada setiap pertemuan.

Tabel 8. Pemilihan Materi Pembelajaran

RPP Pertemuan Ke- Materi Pembelajaran Banyaknya Jam Pelajaran I 1 Sifat-sifat dan unsur-unsur

kubus 3 JP

II 2

III 3 Jaring-jaring dan luas

permukaan kubus 2 JP

IV 4 Volume kubus 1 JP

V 5 Sifat-sifat, unsur-unsur dan

luas permukaan balok 2 JP


(44)

44

3. Development

Pada tahap Development, peneliti mengembangkan rancangan produk yang telah dibuat pada tahap Design. Dalam tahap ini, hal-hal yang akan dilakukan oleh peneliti antara lain: 1) membuat konten produk; 2) memilih dan mengembangkan media; 3) mengembangkan panduan untuk siswa; 4) membuat instrumen tes. Instrumen tes yang dimaksud adalah: (1) lembar penilaian RPP dan LKS; (2) angket penilaian siswa dan guru; (3) lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran; dan (4) tes hasil belajar siswa. Perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Hasil dari konsultasi tersebut kemudian dijadikan sebagai acuan untuk perbaikan/revisi perangkat pembelajaran. Kemudian peneliti memvalidasi RPP dan LKS kepada dosen ahli yang telah ditunjuk.

4. Implementation

Implementation adalah tahap dimana produk diimplementasikan dalam pembelajaran di suatu lingkungan belajar. Pada tahap ini, yang akan dilakukan oleh peneliti adalah: 1) menyiapkan kondisi fisik dan psikis untuk mengajar; 2) menyiapkan kondisi kelas dan siswa yang siap melakukan aktivitas belajar; 3) mengimplementasikan produk yang telah dibuat.

5. Evaluation

Evaluation adalah tahap dimana produk dievaluasi. Evaluasi dilakukan dua kali, yaitu sebelum implementasi dan setelah implementasi. Sebelum implementasi, evaluasi dilakukan oleh validator. Setelah implementasi, evaluasi dilakukan berdasarkan hasil uji coba dan angket respon guru serta siswa. Tujuan dari tahap


(45)

45

Evaluation ini adalah untuk menilai kualitas produk dan proses dalam pembuatan produk yang telah dilakukan oleh peneliti, sebelum maupun sesudah implementasi. Pada tahap Evaluation, yang akan dilakukan oleh peneliti antara lain: 1) menentukan kriteria evaluasi; 2) memilih alat/teknik evaluasi; dan 3) melakukan evaluasi. Dengan dilakukannya ketiga prosedur ini, peneliti akan mendapatkan koreksi untuk meningkatkan kualitas produk yang dikembangkan.

C. Sumber Data

Yang menjadi sumber data pada pengembangan perangkat pembalajaran berbasis learning trajectory pada materi bangun ruang sisi datar untuk kelas VIII ini adalah:

1. Dosen Ahli

Dosen ahli adalah dosen yang menguasai materi yang dikembangkan oleh peneliti, yaitu geometri dan tidak asing dengan hypothetical learning trajectory.

2. Guru Matematika SMP N 1 Turi

Guru matematika SMP N 1 Turi selaku guru pengampu kelas yang dijadikan sumber data peneliti.

3. Siswa Kelas VIII SMP N 1 Turi

Siswa kelas VIII SMP N 1 Turi sebanyak 32 orang dalam satu kelas untuk uji coba produk berupa RPP dan LKS

D. Waktu dan Lokasi

Waktu penelitian adalah pada semester genap tahun ajaran 2016/2017, yaitu 12 April 2017 sampai dengan 12 Mei 2017. Lokasi penelitian adalah


(46)

46

SMP N 1 Turi, Donokerto, Turi, Sleman, D.I. Yogyakarta. Dipilihnya SMP Negeri 1 Turi adalah karena berdasarkan daya serap UN SMP, prestasi belajar siswa di Kabupaten Sleman masih perlu ditingkatkan.

E. Jenis Data

Dalam proses pengembangan perangkat pembelajaran ini, terdapat dua jenis data yang diperoleh, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.

1. Data Kualitatif

Data kualitatif yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi: (1) hasil observasi yang dilakukan pada proses pembelajaran matematika, (2) respon siswa terhadap penggunaan LKS, (3) respon guru terhadap penggunaan LKS, dan (4) deskripsi saran/masukan, respon, tanggapan, kritik dari dosen pembimbing serta dosen ahli yang berkaitan dengan pengembangan perangkat pembelajaran berbasis learning trajectory pada materi bangun ruang sisi datar.

2. Data Kuantitatif

Data kuantitatif yang diperoleh dalam penelitian ini berupa skor hasil penilaian kevalidan perangkat pembelajaran oleh dosen ahli, skor hasil penilaian kepraktisan perangkat pembelajaran melalui angket respon siswa dan guru, dan persentase rata-rata hasil pengisian lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran untuk melihat kepraktisan penggunaan perangkat pembelajaran, serta hasil tes hasil belajar siswa yang digunakan untuk mengukur keefektifan perangkat pembelajaran dalam proses pembelajaran di kelas.


(47)

47 F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur kualitas produk yang dikembangkan oleh peneliti. Kualitas produk harus memenuhi tiga aspek, yaitu valid, praktis, dan efektif. Dengan demikian, instrumen penelitian juga terdiri dari tiga, yaitu instrumen pengukur kevalidan, instrumen pengukur keefektifan, dan instrumen pengukur kepraktisan.

1. Instrumen Pengukur Kevalidan

Instrumen pengukur kevalidan berfungsi untuk mengukur kevalidan produk yang dikembangkan oleh peneliti, yaitu perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS. Instrumen pengukur kevalidan berupa lembar validasi. Lembar kevalidan RPP dan LKS dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan mengalami beberapa revisi berupa penggantian kata-kata yang sifatnya tidak bisa diukur oleh kata-kata yang sifatnya bisa diukur dengan skala 1 sampai 5. Misalnya pada butir ke-4 lembar penilaian kevalidan LKS yang berbunyi “Memuat soal-soal latihan” yang kemudian diganti menjadi “Kejelasan kalimat dan instruksi soal-soal latihan.” Demikian juga pada butir ke-16 lembar penilaian kevalidan RPP yang berbunyi “Dugaan alur belajar peserta didik” yang diganti menjadi “Ketermuatan dugaan respon siswa di dalam pembelajaran.” Selain itu, ada beberapa butir yang dihilangkan dari lembar penilaian kevalidan RPP maupun LKS, sehingga lembar penilaian kevalidan RPP yang semula berjumlah 30 butir menjadi 29 butir setelah direvisi, dan lembar penilaian kevalidan LKS yang semula terdiri dai 33 butir menjadi 32 butir setelah direvisi.


(48)

48 a. Lembar Validasi RPP

Lembar penilaian kevalidan RPP merupakan lembar penilaian dengan alternatif penilaian 1 sampai 5 berturut-turut dengan kriteria Sangat Kurang Baik, Kurang Baik, Cukup Baik, Baik, dan Sangat Baik. Lembar penilaian ini dikembangkan berdasarkan delapan aspek yang dinilai, yaitu (1) kejelasan dan kelengkapan identitas RPP, (2) perumusan indikator dan tujuan pembelajaran, (3) pemilihan materi ajar, (4) metode pembelajaran, (5) kegiatan pembelajaran, (6) pemilihan sumber, media, dan model pembelajaran, (7) penilaian hasil belajar, dan (8) Kebahasaan.

b. Lembar Validasi LKS

Lembar penilaian kevalidan LKS merupakan lembar penilaian dengan alternatif penilaian 1 sampai 5 berturut-turut dengan kriteria Sangat Kurang Baik, Kurang Baik, Cukup Baik, Baik, dan Sangat Baik. Lembar penilaian ini dikembangkan berdasarkan enam aspek yang dinilai, yaitu (1) kelengkapan dan kejelasan komponen LKS, (2) desain tampilan LKS, (3) desain tata letak konten, (4) kaidah bahasa, susunan kalimat, dan penulisan, (5) keidealan tujuan LKS, dan (6) keterkaitan LKS dengan dugaan alur belajar.

2. Instrumen Pengukur Kepraktisan a. Angket Penilaian Guru

Angket penilaian guru merupakan angket penilaian terhadap penggunaan LKS dan RPP. Angket respon guru ini terdiri dari angket penilaian guru terhadap penggunaan LKS dan angket penilaian guru terhadap penggunaan RPP. Angket penilaian ini disusun dengan memerhatikan dua aspek, yaitu aspek kebermanfaatan


(49)

49

dan aspek kemudahan. Angket penilaian memiliki lima alternatif penilaian, yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 yang berturut-turut berarti Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Kurang Setuju, Setuju, dan Sangat Setuju.

Angket penilaian untuk guru terdiri dari angket penilaian terhadap penggunaan LKS dan angket penilaian terhadap penggunaan RPP. Pada angket penilaian untuk guru terhadap penggunaan LKS mengalami penggantian pada tujuh butir pernyataan, yaitu butir ke-1, butir ke-4, butir ke-5, butir ke-7, butir ke-8, butir ke-9, dan butir ke-12. Revisi pada ketujuh butir tersebut adalah penyederhanaan kalimat sehingga menjadi lebih efektif dan tepat sasaran. Misalnya pada butir ke-7 yang berbunyi “Pengaturan tata letak konten LKS konsisten sehingga memudahkan siswa dalam mempelajari isi LKS” diganti menjadi “Pengaturan tata letak konten LKS memudahkan siswa dalam mempelajari isi LKS.” Angket penilaian guru terhadap penggunaan RPP hanya mengalami penggantian pada butir ke-1 dan ke-7. b. Angket Penilaian Siswa

Angket penilaian siswa merupakan angket yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang memiliki lima alternatif penilaian, yaitu Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Kurang Setuju, Setuju, dan Sangat Setuju. Pada pernyataan positif, lima alternatif jawaban tersebut berturut-turut akan dikonversi ke nilai 1, 2, 3, 4, dan 5. Pada pernyataan negatif, lima alternatif jawaban tersebut berturut-turut akan dikonversi ke nilai 5, 4, 3, 2, dan 1. Angket respon siswa disusun dengan memerhatikan dua aspek, yaitu aspek kebermanfaatan dan aspek kemudahan. Angket penilaian untuk siswa dikonsultasikan ke dosen pembimbing dan mengalami beberapa koreksi. Terdapat tujuh butir yang dihapus dari angket respon


(50)

50

siswa dan satu butir ditambahkan. Sehingga angket penilaian siswa yang sebelumnya terdiri dari 15 butir menjadi hanya sembilan butir setelah mengalami revisi.

3. Instrumen Pengukur Keefektifan a. Soal Tes Evaluasi

Instrumen yang digunakan untuk mengukur keefektifan produk yang dikembangkan adalah soal-soal formatif. Tes evaluasi disusun dengan mempertimbangkan alokasi waktu yang tersedia dan kesesuaian dengan kompetensi dasar yang akan dicapai. Tes evaluasi terdiri dari lima soal pilihan ganda dan tiga soal essay yang harus diselesaikan dalam waktu 60 menit. Indikator tentang menentukan volume terdapat pada soal nomor 1, nomor 6, dan nomor 8. Indikator tentang sifat-sifat kubus dan balok terdapat pada nomor 3 dan nomor 4. Indikator tentang menentukan luas permukaan kubus terdapat pada nomor 5. Indikator tentang menentukan jaring-jaring kubus terdapat pada nomor 2. Indikator tentang menentukan luas permukaan balok terdapat pada nomor 7. Soal tes evaluasi terdapat pada Lampiran A15.

b. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembeajaran

Lembar obsevasi keterlaksanaan pembelajaran dibuat dengan memerhatikan tiga aspek utama yaitu kegiatan pendahuluan yang terdiri dari tiga butir pernyataan, kegiatan inti yang terdiri dari tujuh butir pernyataan, dan kegiatan penutup yang terdiri dari tiga butir pernyataan. Sehingga jumlah total pernyataan 10 butir. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran diisi oleh observer selama pembelajaran berlangsung. Lembar observasi ini memiliki dua


(51)

51

alternatif jawaban, yaitu “Ya” yang kemudian dikonversi ke nilai 1 dan “Tidak” yang kemudian dikonversi ke nilai 0.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk memperoleh gambaran produk yang dihasilkan. Analisis data dilakukan untuk menentukan kualitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

1. Analisis Kevalidan

Pada analisis ini digunakan data yang diperoleh dari hasil penilaian perangkat pembelajaran oleh dosen ahli. Hasil tersebut kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Tabulasi data skor hasil penilaian perangkat pembelajaran dengan mengelompokkan butir-butir pernyataan sesuai dengan aspek-aspek yang diamati. Tabel berikut merupakan pedoman penskoran terhadap hasil penilaian menggunakan skala likert 1-5.

Tabel 9. Pedoman Penyekoran Validasi RPP dan LKS

Skor Kriteria

5 Sangat Baik

4 Baik

3 Cukup

2 Kurang


(52)

52

b) Menghitung rata-rata perolehan skor tiap aspek menggunakan rumus sebagai berikut:

̅ = × ∑�

� Keterangan:

̅ = rata-rata perolehan skor keseluruhan

∑�

� = jumlah perolehan skor keseluruhan

c) Mengonversi skor rata-rata yang diperoleh menjadi nilai kualitatif sesuai kriteria penilaian skala 5 menurut S. Eko Widoyoko (2009:238) seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 10. Pedoman Klasifikasi Penilaian RPP dan LKS

Interval Skor Kriteria

̅ > ��+ , � Sangat Valid

�� + , � < ̅ ≤ ��+ , � Valid

�� − , � < ̅ ≤ ��+ , � Cukup Valid

�� − , � < ̅ ≤ ��− , � Kurang Valid

̅ ≤ ��− , � Sangat Kurang Valid

Keterangan:

�� = rerata ideal = ½ (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal)

� = simpangan baku = 1/6(skor tertinggi ideal – skor terendah ideal)

Merujuk pada Tabel 8, hasil penilaian perangkat pembelajaran oleh ahli dapat dikategorikan sesuai dengan tabel berikut:


(53)

53

Tabel 11. Pedoman Penilaian Kevalidan RPP

Interval Skor Kriteria

̅ > , Sangat Valid

, < ̅ ≤ , Valid

, < ̅ ≤ , Cukup Valid

, < ̅ ≤ , Kurang Valid

̅ ≤ , Sangat Kurang Valid

Keterangan: ̅= rata-rata skor keseluruhan Skor maksimum ideal = 145

Skor minimum ideal = 29

Tabel 12. Pedoman Penilaian Kevalidan LKS

Interval Skor Kriteria

̅ > , Sangat Valid

, < ̅ ≤ , Valid

, < ̅ ≤ , Cukup Valid

, < ̅ ≤ , Kurang Valid

̅ ≤ , Sangat Kurang Valid

Keterangan: ̅= rata-rata skor keseluruhan Skor maksimum ideal = 160

Skor minimum ideal = 32

Perangkat pembelajaran dikatakan valid jika minimal hasil analisis kevalidan yang telah diolah masuk ke dalam kategori valid.

d) Uji Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari kata Bahasa Inggris “reliable” yang artinya dapat dipercaya. Pada dasarnya, reliabilitas adalah derajat yang mana sebuah uji coba diukur dengan cara apa pun dengan hasil relatif konsisten. Pada penelitian ini,


(54)

54

peneliti menggunakan coefficient alpha untuk menentukan reliabilitas perangkat pembelajaran, menggunakan rumus:

ℎ = �−� −∑ ���2

��2

Keterangan:

k = jumlah item tes

= variansi item individual

� = variansi total skor tes 2. Analisis Kepraktisan

Data analisis kepraktisan didapatkan dari angket respon guru, angket respon siswa, dan lembar observasi pembelajaran. Hasil yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengelompokkan butir-butir pernyataan sesuai dengan kelompok aspek yang diamati. Tabel berikut merupakan penskoran terhadap angket respon siswa dan guru sesuai dengan skala likert 1-5.

Tabel 13. Pedoman Penilaian Angket Penilaian Siswa Alternatif Jawaban Skor Pernyataan

Positif Negatif

SS (Sangat Setuju) 5 1

S (Setuju) 4 2

KS (Kurang Setuju) 3 3

TS (Tidak Setuju) 2 4

STS (Sangat Tidak Setuju) 1 5

b. Menghitung rata-rata skor dengan rumus:

̅ = × ∑�


(55)

55 Keterangan:

̅ = rata-rata perolehan skor keseluruhan

∑�

� = jumlah perolehan skor keseluruhan

c. Mengkonversikan skor rata-rata yang diperoleh menjadi data kualitatif sesuai dengan skala 5 menurut S. Eko Putro Widoyoko seperti pada Tabel 10, yang kemudian diklasifikasikan dengan cara yang sama dengan Tabel 8, namun dengan sedikit modifikasi, yaitu kata “Valid” diganti dengan “Praktis”. Berikut merupakan tabel pedoman klasifikasi kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

Tabel 14. Konversi Penilaian Kepraktisan RPP oleh Guru

Interval Skor Kriteria

̅ > , Sangat Praktis

, < ̅ ≤ , Praktis

, < ̅ ≤ , Cukup Praktis

, < ̅ ≤ , Kurang Praktis

̅ ≤ , Sangat Kurang Praktis

Keterangan :

̅ = rata-rata perolehan skor keseluruhan Nilai maksimum = 50

Nilai minimum = 10

Tabel 15. Konversi Penilaian Kepraktisan LKS oleh Guru

Interval Skor Kriteria

̅ > , Sangat Praktis

, < ̅ ≤ , Praktis

, < ̅ ≤ , Cukup Praktis

, < ̅ ≤ , Kurang Praktis


(56)

56 Keterangan :

̅ = rata-rata perolehan skor keseluruhan Nilai maksimum = 60

Nilai minimum = 12

Tabel 16. Konversi Penilaian Kepraktisan LKS oleh Siswa

Interval Skor Kriteria

̅ > , Sangat Praktis

, < ̅ ≤ , Praktis

, < ̅ ≤ , Cukup Praktis

, < ̅ ≤ , Kurang Praktis

̅ ≤ , Sangat Kurang Praktis

Keterangan :

̅ = rata-rata perolehan skor keseluruhan Nilai maksimum = 45

Nilai minimum = 9

Perangkat pembelajaran dikatakan praktis jika minimal kualifikasi tingkat kepraktisan yang diperoleh masuk ke dalam kategori praktis.

3. Analisis Keefektifan

Keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti dilihat dari segi prestasi belajar berdasarkan nilai tes evaluasi siswa. Peneliti memilih bahwa perangkat pembelajaran dikatakan efektif jika persentase banyaknya siswa yang lolos KKM pada tes evaluasi bangun ruang sisi datar lebih dari atau sama dengan 80%. Kriteria keefektifan yang kedua adalah perangkat pembelajaran dikatakan efektif ditinjau dari segi prestasi belajar jika rata-rata nilai evaluasi siswa lebih dari KKM. Dipilihnya kriteria 80% diadaptasi peneliti dari kriteria penilaian pembelajaran menurut tabel berikut:


(57)

57

Tabel 17. Konversi Ketuntasan Belajar Interval Persentase Kriteria

> Sangat Baik

< ≤ Baik

< ≤ Cukup Baik

< ≤ Kurang Baik

≤ Sangat Kurang Baik

Data yang diperoleh dari hasil tes evaluasi selanjutnya dianalisis melalui tahapan sebagai berikut:

a. Menentukan ketuntasan belajar tiap siswa berdasarkan KKM yang berlaku di sekolah tempat penelitian, yaitu 76.

b. Menentukan kriteria keefektifan produk, yaitu produk efektif jika persentase siswa yang melampaui KKM dalam materi bangun ruang sisi datar di kelas eksperimen lebih dari 80% dan rata-rata nilai ulangan di kelas eksperimen lebih dari KKM.

c. Melakukan analisis keefektifan perangkat pembelajaran dari hasil tes evaluasi siswa.

d. Melakukan analisis terhadap hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran dengan cara mengkonversi persentase keterlaksaan pembelajaran tiap pertemuan dan rata-rata keseluruhan berdasarkan tabel berikut.

Tabel 18. Konversi Keterlaksanaan Pembelajaran Interval Persentase Kriteria

> Sangat Baik

< ≤ Baik

< ≤ Cukup Baik

< ≤ Kurang Baik


(1)

KASUS 3

Jika pada limas segienam T.ABCDEF di samping diketahui bahwa segienam ABCDEF adalah

segienam beraturan yang panjang sisinya 12 cm dan tinggi limas 16 cm, maka dapatkah kamu

menemukan luas permukaan limas di samping? Jelaskan.

Jawab:

A

B C

D E F


(2)

Dyah Padmi | Universitas Negeri Yogyakarta

37

LKS 10 | Luas Permukaan dan Volume Limas

Kegiatan 10

.2

Menemukan Limas

dalam Kubus

L

Petunjuk Kegiatan:

1. Gurumu akan membagikan satu model kerangka kubus dan empat helai benang untuk masing-masing kelompok

2. Ikat keempat helai benang pada kerangka kubus sehingga merepresentasikan empat diagonal ruang kubus

3. Perhatikan ruang dalam kubus yang dibatasi oleh benang-benang tersebut

4. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sesuai dengan hasil pengamatan dan diskusi dengan teman sekelompokmu

5. Selesaikan dalam waktu 20 menit

a.) Berbentuk apakah ruang-ruang dalam kubus yang dibatasi benang-benang?

b.) Berapa banyakkah ruang-ruang yang dibatasi benang tersebut?

Mari Mengingat

Diagonal ruang pada kubus a d a l a h r u a s g a r i s y a n g menghubungkan dua titik tidak sebidang pada kubus. Diagonal ruang pada kubus ada empat.

c.) Jika rusuk kerangka kubus panjangnya adalah s, maka bagaimanakah kamu menuliskan rumus volume kubus tersebut?

d.) Jika rusuk kerangka kubus panjangnya adalah s, maka bagaimanakah kamu menuliskan rumus volume satu bagian limas yang ada di dalam kubus?


(3)

Latih Dirimu 10

Apa

Kesimpulanmu?

Dari kegiatan 10.1 mengenai luas permukaan limas, kamu dapat menyimpulkan bahwa

Dari kegiatan 10.2 mengenai volume limas, kamu dapat menyimpulkan bahwa

1. Perhatikan gambar limas segiempat beraturan di bawah ini. Tuliskan semua:

a. rusuk b. sisi

c. tingi limas

C D

A B

T

O


(4)

Dyah Padmi | Universitas Negeri Yogyakarta

39

LKS 10 | Luas Permukaan dan Volume Limas

2. Suatu kubus dengan panjang rusuk 12 cm dipotong sedemikian rupa seperti pada gambar di samping. Hasil potongan tersebut adalah sebuah limas

segitiga. Berapakah luas permukaan limas tersebut?

3. Berapakah volume limas segitiga pada soal nomor 2?

~Belajar adalah sebuah pengalaman. Semua hal lainnya hanyalah informasi~ (Albert Einstein)


(5)

Kemendikbud. 2014. Buku Guru Matematika untuk Kelas VIII SMP/MTs.

Jakarta: Depdiknas

Nuharini, D; Wahyuni, T. 2008. Matematika: Konsep dan Aplikasinya untuk Siswa Kelas VIII SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas


(6)

Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS ADOBE FLASH CS6 PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR UNTUK KELAS VIII SEMESTER II

2 18 27

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK MEMBELAJARKAN BANGUN RUANG SISI DATAR MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS VIII SMP N 5 PEMATANGSIANTAR.

0 0 23

Pengembangan media pembelajaran matematika berbasis Adobe Flash Professional Cs 5 pada materi bangun ruang sisi datar kelas VIII.

0 0 284

Upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dengan mendiagnosis kesulitan belajar dan pembelajaran remediasi kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Moyudan pada materi bangun ruang sisi datar.

0 2 229

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS MATEMATIKA REALISTIK MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR BERORIENTASI PADA KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII SMP.

3 12 327

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR KELAS VIII SMP/MTs.

0 15 453

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVINGUNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR SISWA SMP KELAS VIII.

0 1 59

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS AUGMENTED REALITY PADA MATERI VOLUM DAN LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI DATAR UNTUK SISWA KELAS VIII.

1 3 58

Pengembangan Multimedia Pembelajaran Matematika Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar untuk Siswa SMP Kelas VIII.

0 0 3

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS SQ3R PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR UNTUK KELAS VIII SMP Prima Yudhi

1 5 5