Gambaran Asupan Kalsium Ca pada Siswi SMA 112 Jakarta

Dijelaskan sebelumnya bahwa kalsium sangat penting bagi remaja. Kekurangan kalsium di dalam darah pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Hal ini diperparah dengan lebih rendahnya absorpsi kalsium pada perempuan Almatsier, 2010, walaupun memang hal tersebut dapat diminalisir dengan menghindari hal-hal yang dapat menghambat absorpsi kalsium. Di samping itu kadar kalsium yang sangat rendah di dalam darah dapat menyebabkan kejang dan kejang otot Almatsier, 2010. Namun kekurangan kalsium di dalam darah sangat jarang terjadi, karena adanya cadangan yang relatif stabil dan tidak dapat digunakan untuk pengaturan keseimbangan jangka pendek Almatsier, 2010. Hanya 1 kalsium tulang yang merupakan cadangan yang dapat berubah cepat untuk kegiatan metabolisme Almatsier, 2010. Cadangan ini dapat dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada masa pertumbuhan Almatsier, 2010. Di samping itu semakin tinggi kebutuhan dan semakin rendah persediaan kalsium, tubuh akan otomatis meningkatkan absorpsi kalsium Almatsier, 2010. Hal ini juga berlaku pada semakin rendah asupan, akan semakin tinggi absorpsi dari kalsium Almatsier, 2010. Walaupun kekurangan kalsium di dalam darah sangat jarang ditemukan, namun kekurangan konsumsi kalsium dalam jangka panjang dapat menyebabkan struktur tulang yang tidak sempurna. Oleh karena itu tetap sangat perlu diperhatikannya asupan kalsium, sehingga perlu adanya semacam kegiatan seperti penyuluhan dan konseling gizi untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran siswi SMA 112 Jakarta terhadap konsumsi makanan yang kaya akan zat gizi.

5. Gambaran Asupan Magnesium Mg pada Siswi SMA 112 Jakarta

Tahun 2015 Magnesium merupakan salah satu mineral yang dapat disimpan dan utamanya diabsorbsi di dalam usus halus dengan bantuan alat angkut aktif dan secara difusi pasif Almatsier, 2010. Jumlah magnesium terbesar 60 terdapat di dalam tulang dan gigi, 26 di dalam otot dan selebihnya di dalam jaringan lunak lainnya serta cairan tubuh Almatsier, 2010. Sedangkan konsentrasi magnesium di dalam plasma sebanyak 0,75- 1,0 mmoll Almatsier, 2010. Berdasarkan hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa sebagian besar siswi SMA 112 Jakarta asupan magnesium kurang asupan 212 mghari yakni sebesar 81,1 103 orang Tabel 5.9. Prevalensi asupan magnesium kurang ini jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya, yakni sebesar 46,6 Septiani, 2009, 49,4 Siantina, 2010, 20 Pujihastuti, 2012, dan 54 Setianingsih, 2012 . Selanjutnya bila dibandingkan dengan angka pemusatan, diketahui bahwa angka pemusatan asupan magnesium pada penelitian ini sebesar 144 mg, dengan angka penyebaran 44-426 mg. Sedangkan berdasarkan penelitian sebelumnyasebesar 186,2, dengan angka penyebaran 52,4-778 mg Nurmiaty dkk., 2011, yang artinya asupan magnesium pada penelitian ini lebih buruk. Tingginya prevalensi asupan magnesium kurang pada penelitian ini disebabkan karena sebagian besar responden cenderung mengonsumsi makanan yang kurang bergizi, seperti snack, soft drink, fast food, dan junk food. Hal ini dikarenakan di zaman ini makanan seperti junk food dan fast food sangat mudah didapatkan, khususnya di kota besar seperti Jakarta ini. Hal ini diperkuat dengan Berdasarkan Riskesdas 2007 diketahui bahwa sebesar 93,6 remaja usia 10-14 tahun dan 93,8 usia 15-24 tahun kurang mengkonsumsi buah dan sayur. Sehingga tentu saja hal ini juga dapat menjadi penyebab kurangnya asupan vitamin dan mineral pada remaja. Padahal sumber utama magnesium terdapat pada bahan makanan bergizi, seperti sayuran hijau, serealia tumbuk,biji-bijian, kacang-kacangan, daging, susu dan hasilnya Almatsier, 2010. Kekurangan magnesium di dalam tubuh memang jarang terjadi akibat makanan, karena tubuh memiliki cadangan di tulang, gigi, otot, jaringan lunak, dan cairan tubuh Almatsier, 2010. Konsentrasi magnesium di dalam darah dipertahankan tubuh pada nilai yang konstan, dengan cara mengeluarkan cadangan magnesium khususnya cadangan pada tulang untuk bagian tubuh yang membutuhkan Almatsier, 2010. Di samping itu pada konsumsi magnesium yang rendah tubuh akan mengabsorpsi sebanyak 60 dari asupan magnesium, sedangkan pada konsumsi tinggi tubuh hanya akan mengabsorpsi sebanyak 30 Almatsier, 2010. Kekurangan magnesium di tubuh umumnya terjadi akibat kekurangan protein, gangguan absorpsi akibat komplikasi penyakit, penurunan fungsi ginjal, dan terlalu lama mendapat makanan tidak melalui mulut Almatsier, 2010. Kekurangan magnesium yang berat dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan, gangguan pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang, gangguan sistem saraf pusat, halusinasi, koma, dan gagal jantung Almatsier, 2010. Walaupun kurangnya kadar magnesium di dalam tubuh sangat jarang terjadi akibat konsumsi makanan, namun asupan magnesium tetap perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan bila cadangan magnesium terus digunakan, tentunya lama kelamaan cadangan tersebut akan habis. Sehingga perlu adanya perhatian khusus terhadap asupan magnesium, khususnya bagi remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan. Perhatian khusus tersebut dapat dituangkan dengan cara meningkatkan asupan makanan sumber magnesium sesuai kebutuhan.

6. Hubungan antara Usia Menarche dengan Kejadian Sindrom

Pramenstruasi PMS pada Siswi SMA 112 Jakarta Tahun 2015 Menarche adalah kata lain dari menstruasi pertama, yang biasanya di Indonesia terjadi pada usia ±12 tahun Amaliah dkk., 2012 atau 13 tahun Kemenkes, 2010. Menarche merupakan penanda utama seorang wanita telah memasuki ciri maturitas seksual. Hal ini dikarenakan menarche merupakan salah satu indikator tahap pubertas pada remaja Almatsier dkk., 2011. Bila remaja telah mendapatkan mentruasi untuk pertama kalinya, maka dapat disimpulkan remaja tersebut telah memasuki masa pubertas. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh pvalue = 0,315 0.05, yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau hipotesis penelitian ditolak yaitu tidak ada hubungan antara usia menarche dengan kejadian PMS. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silvia 2008, Nurmiaty 2011, Tambing 2012, dan Padmavathi 2013 yang juga menemukan bahwa tidak ada hubungan antara usia menarche dengan PMS. Walaupun hasil penelitian ini menunjukan secara statistik tidak ada hubungan, namun berdasarkan tabel distribusi frekuensi tabel 5.8, terlihat bahwa cenderung responden yang memiliki usia menarche cepat, lebih banyak yang mengalami PMS tingkat sedang hingga berat 47,1, dibandingkan dengan usia menarche normal dan lambat. Sejalan dengan penelitian ini, Silvia 2008 juga menemukan bahwa tingkat prevalensi gejala PMS cenderung lebih tinggi pada wanita usia yang mengalami menarche cepat 11 tahun. Mekanisme antara usia menarche yang dikaitkan dengan PMS sebenarnya masih belum jelas Amjad dkk., 2014. Hal ini menyebabkan tidak adanya alasan yang jelas pada keempat penelitian sebelumnya terkait tidak adanya hubungan antara usia menarche dengan PMS. Namun menurut Silvia 2008, kemungkinan asosiasi antara usia menarche dan gejala-gejala PMS dapat diselidiki dengan