Hubungan antara Asupan Magnesium Mg dengan Kejadian

tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis Lanywati, 2008. Hal ini dikarenakan pusat saraf tidur yang terletahk di otak akan mengatur fisiologis tidur yang sangat penting bagi kesehatan Lanywati, 2008. Tidur merupakan kebutuhan bagi manusia. Hal ini dikarenakan pada kondisi tidur tubuh akan melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal dan terjadinya regenerasi untuk mengembalikan stamina tubuh sehingga kembali dalam kondisi yang optimal. Tidur dapat memberikan kesempatan tubuh untuk beristirahat dan memulihkan kondisi fisiologis maupun psikologis Lanywati, 2008. Sebab pusat saraf tidur yang terletak di otak akan mengatur fisiologis tidur yang sangat penting bagi kesehatan Lanywati, 2008. Untuk menilai baik buruknya tidur responden dalam penelitian ini dilihat dari pola tidur. Pola tidur yang dimaksud adalah kebiasaan tidur responden dalam satu bulan terakhir yang diukur melalui tujuh komponen utama, yaitu kualitas tidur, latensi tidur kesulitan memulai tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan gangguan aktivitas di siang hari. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,013 0,05, yang menunjukan bahwa Ho ditolak atau hipotesis penelitian diterima yaitu ada hubungan antara pola tidur dengan kejadian PMS. Artinya siswi yang memiliki pola tidur buruk berpeluang untuk mengalami PMS gejala sedang hingga berat. Sementara berdasarkan tabel distribusi frekuensi tabel 5.14, menunjukkan bahwa dari 44 orang yang memiliki pola tidur baik, terdapat 18,2 8 orang yang mengalami PMS sedang hingga berat. Sedangkan dari 83orang yang memiliki pola tidur buruk, terdapat 39,3 33 orang yang mengalami PMS sedang hingga berat. Hal ini menunjukkan bahwa cenderung responden yang memiliki pola tidur buruk lebih banyak yang mengalami PMS sedang hingga berat, dibandingkan dengan responden yang memiliki pola tidur baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang serupa dengan menggunakan kuesioner PSQI, menemukan bahwa PMS memiliki hubungan dengan buruknya kualitas tidur Cheng dkk., 2013, Karaman dkk., 2012. Dimana pola tidur yang baik tidur tanpa gangguan ternyata dapat meringankan gejala PMS. Hal ini dikarenakan baik dan buruknya pola tidur akan mempengaruhi sekresi berbagai hormon yang ada di dalam tubuh Shechter dan Boivin, 2010. Di samping itu menurut Baker, dkk 2007, meskipun pola tidur yang buruk merupakan salah satu gejala dari PMS yang parah, namun berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa pola tidur yang buruk akan meningkatkan keparahan dari gejala PMS yang dirasakan Baker dkk., 2007. Di samping itu berdasarkan hasil uji chi square diketahui pula bahwa komponen dari pola tidur yang berhubungan dengan PMS adalah latensi tidur, kualitas tidur, dan gangguan aktivitas di siang hari. Hasil tersebut menunjukan bahwa, siswi yang mengalami latensi tidur 60 menit memiliki berpeluang mengalami PMS gejala sedang hingga berat, siswi yang memiliki kualitas tidur buruk berpeluang untuk mengalami PMS gejala sedang hingga berat, dan siswi yang mengalami PMS gejala sedang hingga berat berpeluang mengalami gangguan aktivitas di sian g hari ≥ 3 kali dalam seminggu. Menurut Buysse, dkk. 1988 untuk melihat kesulitan tidur dilihat berdasarkan latensi tidur. Latensi tidur merupakan periode waktu antara persiapan untuk tidur dan awal tidur yang sebenarnya terlelap buruk Buysse dkk., 1989. Dalam hal ini latensi tidur dibagi menjadi empat skor, yaitu 0 jika ≤ 15 menit; 1 jika 15-30 menit; 2 jika 30-60 menit; dan 3 jika 60 menit, dengan 0 = sangat baik dan 3 = sangat buruk Buysse dkk., 1989. Kemudian kualitas tidur yang dihasilkan dari kuesioner PSQI merupakan kualitas tidur yang dinilai berdasarkan subjektivitas responden. Komponen ini memiliki skor antara 0 sangat baik sampai dengan 3 sangat buruk Buysse dkk., 1989. Sedangkan gangguan aktivitas di siang hari merupakan komponen yang melihat dampak dari komponen lainnya, seperti latensi tidur dan kualitas tidur Buysse dkk., 1989. Komponen ini dihitung berdasarkan gangguan mengantuk saat menjalani aktivitas dan jumlah masalah yang sedang dihadapi. Skor komponen ini meliputi 0 sangat baik sampai dengan 3 sangat buruk Buysse dkk., 1989. Buruknya latensi tidur dan kualitas tidur pada siswi di SMA 112 Jakarta mungkin dapat disebabkan oleh penggunaan media