Hubungan antara Asupan Kalsium Ca dengan Kejadian

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh pvalue = 0,183 0,05, yang menunjukan bahwa Ho diterima atau hipotesis penelitian ditolak yaitu tidak ada hubungan antara asupan magnesium dengan kejadian PMS. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurmiaty 2011, Pujihastuti 2012, Septiani 2009, dan Kusumatutik 2013. Meskipun asupan magnesium tidak berhubungan dengan PMS, namun terlihat bahwa cenderung siswi yang memiliki asupan magnesium kurang, lebih banyak yang mengalami PMS. Hal ini terlihat dari tabel distribusi frekuensi tabel 5.13, dari 103 orang yang memiliki asupan magnesium kurang, terdapat 35,0 yang mengalami PMS dengan gejala sedang hingga berat. Sedangkan dari 24 orang yang memiliki asupan magnesium cukup, terdapat 20,8 yang mengalami gejala sedang hingga berat. Tidak adanya hubungan antara asupan magnesium dengan PMS dapat disebabkan adanya faktor hormonal yang lebih dominan, yaitu estrogen, karena hormon estrogen dapat mempengaruhi metabolisme dari magnesium Thys-Jacobs, 2000. Hal tersebut juga mungkin dapat dikarenakan siswi SMA 112 Jakarta masih memiliki cadangan magnesium yang cukup di dalam tubuh. Sehingga apabila asupan kurang, tubuh akan secara otomatis mengeluarkan cadangan tersebut, sehingga kadar di dalam darah tetap stabil. Di samping itu pada konsumsi magnesium yang rendah tubuh akan mengabsorpsi sebanyak 60 dari asupan magnesium, sedangkan pada konsumsi tinggi tubuh hanya akan mengabsorpsi sebanyak 30 Almatsier, 2010, sehingga kadar di dalam tubuh akan tetap stabil. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Christiany 2007 dan Siantina 2010, yang menemukan adanya hubungan antara magnesium dengan PMS. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan metode pengumpulan data FFQ dan hasil ukur rasio yang digunakan Siantina, 2010. Perbedaan jenis uji pun dapat menjadi salah satu penyebab dari bedanya hasil penelitian, dimana Christiany 2007 menggunakan regresi dan Siantina 2010 menggunakan uji spearman. Sementara kecenderungan yang terjadi pada penelitian ini dikarenakan magnesium merupakan mineral yang dapat menurunkan risiko terjadi dan keparahan dari gejala PMS. Dimana magnesium berfungsi dalam membantu relaksasi otot, transmisi sinyal syaraf, mengurangi migren, dan sebagai penenang ilmiah yang dibutuhkan oleh perempuan saat mengalami PMS Lustyk dan Gerrish, 2010. Selain itu, magnesium juga dapat mengurangi gejala-gejala seperti kecemasan,banyak makan, depresi, hidrasi dan gejala total hanya hidrasi kembung Nurmalasari dkk., 2013.

12. Hubungan antara Pola Tidur dengan Kejadian Sindrom

Pramenstruasi PMS pada Siswi SMA 112 Jakarta Tahun 2015 Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik Lanywati, 2008. Dengan tidur, maka akan dapat diperoleh kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan kondisi tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis Lanywati, 2008. Hal ini dikarenakan pusat saraf tidur yang terletahk di otak akan mengatur fisiologis tidur yang sangat penting bagi kesehatan Lanywati, 2008. Tidur merupakan kebutuhan bagi manusia. Hal ini dikarenakan pada kondisi tidur tubuh akan melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal dan terjadinya regenerasi untuk mengembalikan stamina tubuh sehingga kembali dalam kondisi yang optimal. Tidur dapat memberikan kesempatan tubuh untuk beristirahat dan memulihkan kondisi fisiologis maupun psikologis Lanywati, 2008. Sebab pusat saraf tidur yang terletak di otak akan mengatur fisiologis tidur yang sangat penting bagi kesehatan Lanywati, 2008. Untuk menilai baik buruknya tidur responden dalam penelitian ini dilihat dari pola tidur. Pola tidur yang dimaksud adalah kebiasaan tidur responden dalam satu bulan terakhir yang diukur melalui tujuh komponen utama, yaitu kualitas tidur, latensi tidur kesulitan memulai tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan gangguan aktivitas di siang hari. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,013 0,05, yang menunjukan bahwa Ho ditolak atau hipotesis penelitian diterima yaitu ada hubungan antara pola tidur dengan kejadian PMS. Artinya siswi yang memiliki pola tidur buruk berpeluang untuk mengalami PMS gejala sedang hingga berat.