Asupan Zat Mikro Faktor Gaya Hidup

juga memiliki keterkaitan dengan hormon, karena pada dasarnya hormon estrogen mempengaruhi metabolisme kalsium , penyerapan kalsium dalam usus, dan memicu fluktuasi siklus menstruasi Thys-Jacobs, 2000. Perubahan kalsium di dalam tubuh hipokalsemia dan hiperkalsemia telah lama dikaitkan dengan banyak gejala PMS, seperti depresi dan kecemasan. Hal ini dikarenakan kalsium juga memiliki efek terhadap metabolisme dan regulasi serotonin Thys-Jacobs, 2000. Berikut merupakan angka kecukupan kalsium untuk perempuan usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun menurut AKG 2013 Kemenkes, 2014: Tabel 2.2 Angka Kecukupan Kalsium Ca Perempuan Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi 2013 Untuk memenuhi asupan kalsium di atas, dibutuhkan bahan makanan yang memiliki kandungan kalsium tinggi. Bahan makanan tersebut adalah susu dan hasil produksi susu, seperti keju dan yoghurt Almatsier, 2010. Usia Asupan Ca mg 13-15 tahun 1200 16-18 tahun 1100 Rata-rata 1150 Sumber: Kemenkes 2014 3 Asupan Magnesium Mg Magnesium atau Mg adalah kation nomor dua paling banyak setelah natrium di dalam cairan interselular dan banyak terlibat pada berbagai proses metabolisme Almatsier, 2010. Magnesium memegang peranan penting dalam 300 jenis sistem enzim di dalam tubuh, karena magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator, termasuk metabolisme zat gizi makro Almatsier, 2010. Sehingga magnesium sangat penting baik tubuh, seperti mengendorkan otot, melemaskan saraf, dan mencegah kerusakan gigi Almatsier, 2010. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa magnesium berhubungan dengan kejadian PMS, sebab magnesium berperan dalam meringankan dan menekan resiko terjadinya PMS Nurmalasari dkk., 2013. Di samping itu, berdasarkan hasil literature review, didapatkan juga bahwa dengan mengonsumsi 400-800 mghari magnesium dapat mencegah dan menurunkan risiko terjadinya PMS Lustyk dan Gerrish, 2010. M agnesium juga memiliki keterkaitan dengan hormon. Karena pada dasarnya hormon estrogen mempengaruhi metabolisme magnesium Thys-Jacobs, 2000. Magnesium juga berfungsi dalam membantu relaksasi otot, transmisi sinyal syaraf, mengurangi migren, dan sebagai penenang ilmiah yang dibutuhkan oleh perempuan saat mengalami PMS Lustyk dan Gerrish, 2010. Berikut merupakan angka kecukupan magnesium untuk perempuan usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun menurut AKG 2013 Kemenkes, 2014: Tabel 2.3 Angka Kecukupan Magnesium Mg Perempuan Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi 2013 Untuk memenuhi asupan magnesium di atas, dibutuhkan bahan makanan yang memiliki kandungan magnesium tinggi. Bahan makanan tersebut adalah sayuran hijau, serealia tumbuk,biji-bijian, dan kacang-kacangan Almatsier, 2010. 4 Metode Pengukuran Asupan Zat Mikro Dalam mengukur asupan zat mikro digunakan food recall 3x24 jam., sebab food recall yang dilakukan selama 3 hari dapat melihat kebiasaan asupan zat gizi seseorang Gibson, 2005. Dalam metode food Recall, responden diwawancarai oleh enumerator yang telah terlatih dalam melakukan wawancara terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi responden selama 24 jam yang lalu Gibson, Usia Asupan Mg mg 13-15 tahun 220 16-18 tahun 310 Rata-rata 265 Sumber: Kemenkes 2014 2005. Untuk meningkatkan keakuratan hasil dari food recall ini, berikut beberapa hal yang dapat dilakukan Gibson, 2005: a Memberikan pelatihan kepada enumerator terkait estimasi ukuran porsi sebelum recall dilakukan b Menyediakan alat makan, seperti mangkuk, piring dan gelas untuk membantu responden membayangkan jumlah makanan yang dikonsumsi c Menimbang ukuran porsi dari makanan yang dikonsumsi oleh responden. Kemudian untuk memvalidasi food recall, digunakan food record 3x24 jam. Dalam penggunaan food record, responden melakukan pencatatan sendiri terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsinya selama periode yang ditentukan Gibson, 2005.

c. Pola Tidur

Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik Lanywati, 2008. Dengan tidur, maka akan dapat diperoleh kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan kondisi tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis Lanywati, 2008. Hal ini dikarenakan pusat saraf tidur yang terletak di otak akan mengatur fisiologis tidur yang sangat penting bagi kesehatan Lanywati, 2008. Tidur tidur merupakan salah satu faktor yang memiliki keterkaitan dengan PMS. Dimana pola tidur yang baik tidur tanpa gangguan ternyata dapat memperingan gejala PMS. Hal ini dikarenakan baik dan buruknya pola tidur akan mempengaruhi sekresi berbagai hormon yang ada di dalam tubuh Shechter dan Boivin, 2010. Di samping itu menurut Baker, dkk 2007, meskipun pola tidur yang buruk merupakan salah satu gejala dari PMS yang parah, namun berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa pola tidur yang buruk akan meningkatkan keparahan dari gejala PMS yang dirasakan Baker dkk., 2007. Menurut penelitian yang dilakukan di Surabaya, diketahui bahwa prevalensi kejadian insomnia pada wanita yang sedang mengalami sindroma pramenstruasi lebih tinggi, yaitu sebesar 66,67 dari jumlah responden yang mengalami insomnia Hapsari, 2010. Kemudian, dari hasil analisis data yang dilakukan ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan insomnia antara wanita yang mengalami sindroma pramenstruasi dan wanita yang tidak mengalami sindroma pramenstruasi. Di samping itu, penelitian yang serupa dengan menggunakan kuesioner PSQI, menemukan bahwa PMS memiliki hubungan dengan buruknya kualitas tidur Cheng dkk., 2013, Karaman dkk., 2012.

d. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh adanya keseimbangan antara jumlah asupan intake zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan required oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis, seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas atau produktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya Depkes, 2006. Status gizi ini memiliki peranan yang cukup penting pada tingkat keparahan kejadian PMS. Hal ini dikarenakan seseorang yang mengalami kegemukan atau obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya peradangan inflamasi yang berujung pada meningkatnya risiko mengalami gejala PMS Bussell, 2014. Berdasarkan sebuah penelitian, ditemukan bahwa obesitas memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kejadian PMS Masho dkk., 2005. Sependapat dengan penelitian tersebut, penelitian lainnya juga mendapatkan bahwa teradapat hubungan yang kuat antara IMT pada awal dan risiko kejadian PMS, dengan setiap kenaikan 1 kg m 2 pada IMT , yang dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan terhadap risiko PMS sebesar 3 Johnson dkk., 2010. Sedangkan menurut Dickerson, dkk. 2003, pada wanita obesitas terjadi peningkatan kadar serotonin, yang berujung pada terjadinya gejala PMS. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Aminah, dkk. 2011 yang juga diketahui bahwa terdapat hubungan antara status gizi menurut IMT dengan PMS, dimana siswi dengan status gizi tidak normal obesitas, overweight iatau under weight memiliki kemungkinan mengalami PMS 3,3 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi yang memiliki status gizi normal. Namun, ada juga penelitian lain yang menemukan bahwa ternyata tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian PMS pada remaja puteri Munthe, 2013. Pada remaja status gizi dilihat berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur IMTU dengan 5 lima kategori, yaitu Kemenkes, 2011: Tabel 2.4 Kategori Indeks Massa Tubuh Menurut Umur Kategori Standar Deviasi Sangat kurus -3 SD Kurus -3 SD sampai dengan -2 SD Normal -2 SD sampai dengan 1 SD Gemuk 1 SD sampai dengan 2 SD Obesitas 2 SD

6. Faktor Sosio-Demografi

Faktor sosio-demografi yang berhubungan dengan kejadian PMS adalah umur Saryono dan Sejati, 2009, Amjad dkk., 2014, status perkawinan Saryono dan Sejati, 2009, Amjad dkk., 2014, pernah atau tidak melahirkan Saryono dan Sejati, 2009, pendidikan Amjad dkk., 2014, pendapatan Amjad dkk., 2014, usia menarche Amjad dkk., 2014, dan tempat tinggal Amjad dkk., 2014. Berikut penjelasan masing-masing faktor:

a. Umur

Umur menjadi salah satu faktor yang berkaitan dengan kejadian PMS. Dimana PMS akan terjadi pada saat wanita berada pada usia subur hingga saat wanita mengalami menoupause. Sumber: Kemenkes 2014