Fa 19 sendiri memiliki kesadaran bahwa dirinya melakukan pengabaian atas proses pengobatan. Ia sadar tidak rutin menjalani salah
satu proses pengobatan desferal karena merasa prosesnya yang menyakitkan. Ia ingin ada perubahan terkait proses transfusi yang
dilakukan. Perubahan ini menurutnya menurunkan rasa sakit yang dirasakan dan lebih praktis. Sisi praktis ini dipandang Fa 19
menguntungkan baginya. Hal ini seperti yang ia rasakan ketika mengonsumsi obat baru yang memiliki dosis tunggal dan lebih praktis.
Meskipun demikian ia mengakui tetap saja sering lalai meminum obat. Berkenaan dengan proses pengobatan Fa 19 juga mengakui bahwa
suasana hati memiliki peran penting. Bila suasana hatinya sedang bagus ia akan berobat tanpa disuruh.
f. Rasa kesal dan keinginan menjadi orang normal
Meski mengaku pasrah atas kondisi diri, Fa 19 terkadang merasa sebal saat berpikir mengapa sakit yang ia derita tak bisa sembuh. Rasa
kesal ini juga ia rasakan saat ia menyadari bahwa sakit yang ia alami juga menghambat pertumbuhannya. Fa 19 juga merasa bahwa meski ia tetap
dapat melakukan banyak hal, terkadang tumbuh keinginan dalam dirinya untuk menjadi orang lain. Hal ini berkaitan dengan berbagai hambatan
yang muncul akibat sakit yang ia alami seperti larangan kuliah di luar kota. Ia merasa larangan itu muncul berkaitan dengan dirinya yang belum
dipandang sebagai sosok yang rajin, mandiri, dan mampu mengatur diri
sendiri terutama dalam proses pengobatan. Pemahaman akan penyakit thalassaemia
yang tidak bisa sembuh mendorong Fa 19 untuk berpikir bahwa dengan tidak meminum obat, ia bisa terlihat seperti orang sehat
pada umumnya. Ia beranggapan akan mengasyikkan bila bisa menjadi orang sehat yang bebas melakukan berbagai hal, tidak mudah merasa
kelelahan, dan tidak perlu menjalani pengobatan.
g. Harapan untuk proses terapi
Dalam rentang satu hingga sepuluh, Fa 19 menilai semangatnya berada pada angka tujuh. Baginya, kondisi yang ia alami tidak dapat ia
ubah lagi sehingga segala rutinitas pengobatan memang seharusnya ia jalani, meskipun disertai perasaan malas yang kerap ia rasakan. Berkenaan
dengan hal ini Fa 19 sendiri memiliki harapan agar jarak waktu antartransfusi bisa lebih panjang dibandingkan sekarang. Selain itu ia
menyimpan harapan agar ditemukan obat yang enak dan mujarab sehingga pasien bisa terdorong untuk mengonsumsi obat. Sebagai sebuah harapan
terkait penyakit dan proses terapi, Fa 19 berharap adanya inovasi atas obat yang diberikan, seperti adanya variasi rasa, sehingga lebih mendorong
seseorang untuk tertarik dan menumbuhkan semangat meminum obat. Obat yang sejauh ini berasa pahit atau berbentuk tablet dalam jumlah yang
banyak menurutnya menimbulkan rasa malas untuk mengonsumsi. Adapun harapan lain yang Fa 19 rasakan yakni harapan bahwa semoga proses
pengobatan bisa ditiadakan, tidak terus-menerus, tetapi ia juga memandang hal tersebut cukup mustahil terjadi.
h. Kebutuhan akan pasangan dan relasi yang dekat