dirinya sendiri meninggal. Fa 19 sendiri merasa sedih akan hal itu dan memiliki ketakutan atas hal tersebut.
o. Dilema: kuliah vs terapi dan perasaan tidak dipahami ahli medis
Kebimbangan untuk memilih antara aktivitas kuliah dan jadwal terapi menjadi masalah utama yang dirasakan oleh Fa 19. Padatnya
aktivitas perkuliahan menurut Fa 19 menjadi salah satu hambatan untuk melakukan proses terapi. Fa 19 seringkali merasa bingung karena
aktivitas perkuliahan yang seringkali bertabrakan dengan jadwal Fa 19 untuk melakukan tranfusi darah. Fa 19 sesungguhnya memiliki keinginan
dan merencanakan upaya untuk lebih rajin minum obat. Namun, seringkali aktivitas seperti tugas perkuliahan, agenda kelompok dan aktivitas lain
yang membutuhkan waktunya membuat Fa 19 tidak bisa menjalani proses desferal yang juga membutuhkan waktu yang luang. Selain itu
padatnya aktivitas di luar juga pada akhirnya membuat Fa 19 seringkali ketiduran karena kelelahan.
Padatnya aktivitas perkuliahan ini sendiri beririsan dengan keluh kesah Fa 19 terkait proses terapi, terutama tuntutan dari tenaga medis
rumah sakit yang membuatnya tidak nyaman. Fa 19 merasa tidak dipahami terkait aktivitas perkuliahan yang selama ini ia lakukan. Salah
satu tenaga medis pernah memberikan nasihat pada dirinya untuk lebih mementingkan diri, dalam hal ini proses pengobatan dibandingkan kuliah.
Hal ini menurut Fa 19 adalah sesuatu yang mengusiknya karena bagi Fa 19, kuliah dan tranfusi adalah dua hal yang sama penting untuk kebaikan
dirinya. Bila dirinya seringkali bolos dan tidak lulus dalam mata kuliah tertentu, tentu masa studi yang ia tempuh akan semakin lama. Oleh karena
itulah, Fa 19 kesal karena merasa tenaga medis menasihati tanpa mengerti kondisi yang sebenarnya ia hadapi. Ia merasa kurang dipahami
dan merasa tenaga medis tidak mempertimbangkan perasaannya bila dinasihati seperti itu.
Berdasarkan penjabaran tema-tema pada setiap informan, perasaan malas, bosan dan jenuh adalah perasaan dominan yang membuat para informan enggan
menjalani proses terapi. Selain kejenuhan dan rasa bosan yang dirasakan informan untuk menjalani proses terapi, ditemukan pula bahwa membohongi diri sendiri
adalah alasan utama yang membuat setiap informan pada akhrinya enggan menjalani pengobatan.
Bagi para informan, sikap membohongi diri sendiri ini muncul karena keinginan mereka untuk merasakan apa yang orang lain rasakan, bebas melakukan
berbagai hal dan tidak perlu melakukan berbagai proses terapi. Membohongi diri sendiri adalah sarana informan untuk merasa bahwa dirinya sehat dan tidak
memiliki sakit, sama seperti orang pada umumnya. Bagi para informan, pembohongan diri ini dikarenakan perasaan bahwa ia tidak mengalami perubahan
apapun atas pengobatan yang ia jalani selama ini, dan kesembuhan adalah hal yang tak bisa mereka dapatkan, meski dengan berobat sekalipun. Kejenuhan
menjalani proses terapi juga hadir karena proses terapi yang terus menerus berulang tanpa akhir. Kondisi ini berujung pada kesimpulan bahwa mengabaikan
pengonsumsian obat adalah hal yang wajar karena pengobatan menurutnya tidak membawa perubahan dan kesembuhan.
Di sisi yang lain, dapat dilihat pula beberapa hal yang menurut para informan dapat mendukung mereka untuk menjalani proses terapi. Adanya ikatan
emosional dengan ibu seperti ingatan tentang ibu dan rasa bersalah pada informan Dd 18, perasaan sayang dan kekhawatiran tidak bisa melihat ibu pada informan
Nn 20, dan keinginan untuk membanggakan ibu pada informan Fa 19 merupakan hal yang dapat mendorong para informan untuk berobat. Selain itu,
alasan bertahan untuk keluarga dan adanya tujuan dalam hidup juga menjadi alasan lain untuk terus melanjutkan proses terapi. Kemudian, kehadiran akan
adanya relasi romantis dan peran dari pasangan juga turut mengambil peran dalam mendukung para informan untuk rajin berobat. Hal ini dikarenakan kehadiran
pasangan dirasa berbeda dengan kehadiran keluarga, dimana adanya pasangan membuat informan merasa hidupnya lebih berarti. Meskipun demikian, kehadiran
dari keluarga dan teman terdekat juga menjadi hal yang tak kalah penting bagi informan.
D. Analisis Data
Pada tahap ini, peneliti melakukan pemetaan terhadap tema-tema yang muncul dan bagaimana tema-tema tersebut saling berhubungan. Tema-tema yang
muncul merefleksikan pertanyaan utama dari penelitian ini, yaitu bagaimana pengalaman psikologis remaja thalassaemia mayor yang enggaan berobat dalam
pengalamannya menjalani proses pengobatan. Melalui tahap ini, gambaran mengenai pengalaman psikologis dalam menjalani pengobatan pada remaja
thalassaemia mayor dapat terlihat. Secara umum, tema-tema yang muncul dapat
dikelompokkan dalam dua kategori besar yakni tema-tema yang menghambat proses pengobatan dan tema-tema yang mendukung proses pengobatan. Secara
lebih detail, gambaran tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Alasan Utama Keengganan Menjalani Terapi
Proses pengobatan yang berlangsung dalam waktu yang sangat panjang, terus menerus berulang hingga waktu yang tidak dapat ditentukan memunculkan
adanya suatu sikap enggan yang para informan tunjukkan dalam menjalani proses terapi. Seperti yang disampaikan oleh ketiga informan, keengganan
untuk menjalani pengobatan sudah dirasakan beberapa tahun belakangan, pada usia remaja.
“Mulai merasa malas dan enggan minum obat jujur sih dari SMP. Sejak kelas 8. Sekarang 18, berarti kira-kira umur 15-
16”Dd, 210-214
“Aku gak mau berobat, mulai waktu aku SMP kelas 3, usia 15 tahun. Itu masa berat ce..” Nn, 163-165