selama menjalani proses kuliah menjadi penghalang baginya untuk mencapai impian tersebut. Fa 19 mengungkapkan ketidakyakinannya
bahwa dengan kondisi fisik saat ini, dirinya masih mampu melanjutkan studi ke jenjang S2. Untuk itulah, Fa 19 mengurungkan niatnya untuk
menjadi dosen dan lebih memilih untuk membuka bimbingan belajar setelah menyelesaikan perkuliahan di jenjang S1.
c. Berobat : upaya bertahan hidup
Segala macam proses pengobatan yang harus dilakukan oleh Fa 19 dimaknai sebagai upaya untuk tetap bertahan hidup. Tanpa menjalani
proses pengobatan, Fa 19 melihat kemungkinan dirinya untuk tidak ada di dunia ini sangat besar. Melakukan tranfusi darah, terapi kelasi
mengkonsumsi berbagai obat dan melakukan desferal dan menjaga pola kesehatan, makan, tidur dan istirahat adalah usaha-usaha yang dilakukan
Fa 19 untuk menjaga kondisi fisiknya. Bahkan sejak kecil, Fa 19 sudah memiliki kepekaan untuk menjaga kondisi fisiknya. Sewaktu kecil, ia
selalu berinisiatif untuk mengajak orangtuanya untuk tranfusi setiap kali ia merasa pusing. Permintaan Fa 19 untuk tranfusi juga mempertimbangkan
kondisi keuangan keluarganya di kala itu. Hal ini dikarenakan proses terapi membutuhkan biaya yang cukup besar. Usaha Fa 19 untuk
menjaga kondisi fisik juga tampak dari usahanya untuk membuat reminder berupa alarm yang bertujuan untuk mengingatkannya minum obat. Hanya
saja, usaha ini menurutnya tidak efektif, karena hanya berhasil di waktu-
waktu awal, dan gagal karena dirinya yang seringkali kelelahan dan menunda hingga berujung pada kelupaan.
d. Proses terapi: rasa sakit, kejenuhan hingga efek samping terapi
Seiring berjalannya waktu, proses terapi yang dilakukan secara terus menerus membuat Fa 19 merasa jenuh dan bosan. Hal ini sudah ia
rasakan sejak di bangku SMA. Semenjak itu, Fa 19 mulai memiliki keinginan untuk tidak lagi berobat dan mempertanyakan alasan untuk
berobat bila tidak ada kesembuhan yang ia peroleh. Kebosanan ini hadir karena proses terapi menurut Fa 19 terus berulang tanpa akhir. Ia merasa
jenuh melakukan aktivitas pengobatan yang begitu-begitu saja, dan juga dengan hasil yang begitu-begitu saja, yakni hanya untuk menjaga agar
kadar ferritin dalam tubuh tidak bertambah. Tidak adanya perubahan yang dirasakan dan pandangan bahwa segala perawatan hanya berguna untuk
mempertahankan kehidupan serta menunda kematian membuat Fa 19 merasa malas berobat. Hal ini menurutnya juga diperkuat dengan karena
jenis obat yang selalu sama dengan hasil yang sama pula. Kondisi ini berujung pada kesimpulan bahwa mengabaikan pengonsumsian obat
adalah hal yang wajar karena pengobatan menurutnya tidak membawa perubahan. Proses terapi selama ini ia lakukan hanya untuk keluarga,
bukan untuk dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan bagi Fa 19, seberat apapun itu, pengobatan menjadi rutinitas yang memang harus dilakukan
dan sudah seharusnya ia jalani.
Kejenuhan untuk menjalani proses pengobatan diiringi pula dengan pengalaman negatif terkait terapi medis yang dirasakan Fa 19. Selama
menjalani proses pengobatan, Fa 19 menyampaikan pengalaman negatif terkait terapi medis yang dirasakan olehnya. Salah satunya yakni reaksi
dari salah satu terapi oral yang membuatnya mual dari pagi hingga esok hari. Menurutnya, hal ini dapat dikarenakan dirinya yang sudah terlalu
lama tidak mengonsumsi obat tersebut. Pengalaman tersebut membuat dirinya tidak pernah lagi menggunakan obat tersebut dan menggantinya
dengan obat yang lain. Di lain sisi, rasa sakit yang disebabkan oleh penyuntikan desferal
turut menjadi alasan Fa 19 tidak rajin melakukan terapi tersebut. Penyuntikan desferal membuat bagian tubuh Fa 19 yang
disuntik menjadi bengkak, merah, ruam dan panas. Berdasar pengalaman Fa 19, bila ia mulai merasakan panas pada bagian tubuh yang disuntik,
maka area suntikan biasanya akan membekas dan membiru. Efek lain yang Fa 19 anggap menyusahkan ialah hal teknis dalam proses penyuntikan
desferal, seperti proses menyuntik, dan kesediaan untuk terbangun di malam hari demi melepas suntikan desferal. Hal ini juga diperkuat oleh
kesulitan Fa 19 untuk bergerak dan beraktivitas secara bebas setiap kali melakukan desferal. Pengalaman negatif seperti itulah yang membuat Fa
19 malas untuk melakukan terapi desferal, meskipun dirinya melakukan proses pemasangan desferal secara mandiri.
e. Rasa malas berobat dan ketidaberdayaan atas situasi