dan thalassaemia minor. Anak-anak dengan thalassaemia intermedia mulai merasakan masalah dalam hidupnya sedikit lebih lama
dibandingkan mereka
yang mempunyai
thalassaemia mayor
. Kebanyakan dari mereka hidup normal sampai berumur 2 tahun lebih,
dan sebagian dari mereka yang lebih ringan mungkin tidak mempunyai hasil diagnosa sampai mereka berumur sekitar 7 tahun, atau terkadang
lebih tua lagi. Adakalanya, seseorang dengan thalassaemia intermedia yang sangat ringan ditemukan mempunyai thalassaemia hanya di
kehidupan dewasanya, sebagai contoh ketika hamil, atau ketika mereka melakukan pemeriksaan medis untuk alasan yang lain. Penderita
thalassaemia intermedia mungkin memerlukan tranfusi darah secara
berkala namun lebih jarang frekuensinya dibandingkan thalassaemia mayor
dan umumnya dapat bertahan hidup sampai dewasa. Namun, ada juga sebagian penderita thalassaemia intermedia yang juga dapat
bertahan hidup tanpa harus melakukan tranfusi secara teratur.
2. Perawatan medis penderita thalassaemia mayor
a. Tranfusi darah Tranfusi darah yang dilakukan secara teratur sangat dibutuhkan
penderita thalassaemia mayor. Pemberian tranfusi ini bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin bagi penderita thalassaemia mayor dan
merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup. Tranfusi darah dilakukan supaya penderita dapat beraktivitas secara normal, mendukung
pertumbuhan dan perkembangan yang normal serta mencegah terjadinya
kelainan organ tubuh seperti kelainan endokrin dan kegagalan jantung. Umumnya tranfusi dilakukan setiap 2 sampai 5 minggu sekali seumur
hidupnya untuk mempertahankan kadar hemoglobin normal lebih dari 12gdl sampai 15gdl Gandi, 2007.
b. Terapi kelasi Terapi kelasi ialah salah satu cara untuk mengontrol total zat besi
dalam tubuh sebagai dampak tranfusi darah. Menurut Gandi 2007, bila kadar zat besi dalam tubuh berlebihan mencapai 20 gram, maka akan
timbul gejala klinis keracunan zat besi. Akibatnya, terjadi gangguan fungsi beberapa organ tubuh yang dapat menyebabkan kematian pada umur
belasan tahun karena penyakit hati atau terutama kegagalan fungsi jantung pada 71 penderita. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, maka
penderita thalassaemia memerlukan obat kelasi besi atau pengikat zat besi agar dapat dikeluarkan dari jaringan tubuh. Pemberian obat kelasi besi
secara teratur dapat meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang umur penderita thalassaemia. Menurut Gandi 2007, ada dua cara terapi
kelasi yang umumnya digunakan penderita thalassaemia mayor : 1. Desferrioxamine Desferal atau singkatnya DFO. Desferrioxamine
merupakan salah satu cara yang telah diakui efektifitasnya dan disetujui pemakaiannya di dunia. Penyuntikan desferal dilakukan di bawah kulit
atau di bawah urat nadi untuk mengeluarkan zat besi melalui urine menggunakan pompa infus khusus. Pemakaian alat ini diperlukan
karena obat ini hanya efektif bila diberikan secara perlahan-lahan
selama kurang lebih 10 jam per hari 8-12 jam. Efek kelasi besi akan hilang tidak lama setelah infus DFO dihentikan. Idealnya obat ini
diberikan lima hari dalam seminggu seumur hidup. Biasanya desferal digunakan selama 8-12 jam setiap kali selama minimal 5 hari per
minggu. 2. Deferiprone Ferriprox dan Deferasirox Exjade. Ferriprox dan
exjade merupakan obat kelasi alternatif berupa kapsul yang bisa
diminum. Ferriprox diminum 3 kali sehari. Obat ini diserap dengan cepat di saluran cerna dan dikeluarkan melalui urine. Exjade baru
dipasarkan di Amerika pada November 2005. Obat ini lebih praktis karena hanya diminum sekali sehari, namun harganya lebih mahal dari
obat ferriprox. Obat ini sebagian besar akan dikeluarkan melalui tinja dan sisanya melalui urine. Saat ini ferriprox dan exjade banyak
digunakan oleh
penderita thalassaemia
yang kurang
patuh menggunakan obat DFO.
c. Pengangkatan limpa Beberapa pasien melakukan operasi pengangkatan limpa. Limpa pada
penderita umumnya membesar karena memompa darah secara berlebihan. Operasi ini dilakukan bila limpa sudah sangat membesar sehingga timbul
hiperesplenisme yaitu bila aktivitas limpa berlebihan, maka bukan hanya
menghancurkan sel darah merah lebih cepat, tetapi juga sel darah putih dan keping darah yang menurun. Hal ini akan mengakibatkan anak mudah
infeksi atau bahaya pendarahan. Pengangkatan limpa baru boleh dilakukan sesudah anak berumur lima tahun, karena sebelum usia lima tahun, resiko
terjadinya infeksi yang berat cukup besar. Sesudah pengangkatan limpa, kebutuhan tranfusi darah biasanya berkurang sekitar 50 persen.
d. Cangkok sumsum tulang Cangkok sumsum tulang ini dilakukan dengan mengganti jaringan
sumsum tulang penderita dengan sumsum tulang donor. Dr. Indra B. Hutagalung Sp A., mengungkapkan bahwa di negara-negara maju, para
ahli melakukan cangkok sumsum tulang bagi penderita Thalassaemia. Biasanya sumsum tulang donor yang cocok diambil dari orangtua, saudara
kembar atau saudara kandung penderita. Di Indonesia, tindakan ini masih dalam taraf permulaan. Pencangkokan ini sebaiknya dilakukan sedini
mungkin, yakni pada saat anak belum banyak mendapat tranfusi darah, hal ini untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penolakan terhadap
jaringan sumsum tulang donor. Biaya cangkok sumsum tulang di Singapora bisa mencapai 1 miliar rupiah Chairunisya, 2007.
3. Masalah yang dialami penderita thalassaemia mayor