Mahkamah Konstitusi PERKEMBANGAN DAN KONSOLIDASI

152 Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi 153 Lembaga Tinggi Negara lakukan penafsiran terhadap UUD, sebagai satu-satunya lembaga yang mempunyai kewenangan tertinggi untuk menafsirkan UUD 1945. Karena itu, di samping berfungsi sebagai pengawal UUD, Mahkamah Konstitusi juga biasa disebut sebagai the Sole Interpreter of the Constitution. Bahkan dalam rangka kewenangannya untuk me- mutus perselisihan hasil pemilu, Mahkamah Konstitusi juga dapat disebut sebagai pengawal proses demokratisasi dengan cara menyediakan sarana dan jalan hukum untuk menyelesaikan perbedaan pendapat di antara penyelengga- raan pemilu dengan peserta pemilu yang dapat memicu terjadinya konlik politik dan bahkan konlik sosial di tengah masyarakat. Dengan adanya Mahkamah Konstitusi, potensi konlik semacam itu dapat diredam dan bahkan diselesaikan melalui cara-cara yang beradab di meja merah Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi itu di samping berfungsi sebagai i pengawal konstitusi; ii penafsir konstitusi; juga adalah iii pengawal demokrasi the guardian and the sole interpreter of the constitution, as well as the guardian of the process of democratization. Bahkan, Mahkamah Konstitusi juga merupakan iv pelind- ung hak asasi manusia the protector of human rights. Dalam UUD 1945, ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi ini diatur dalam Pasal 24C yang terdiri atas 6 ayat, yang didahului oleh pengaturan mengenai Komisi Yudisial pada Pasal 24B. Mengapa urutannya demikian? Sebabnya ialah bahwa semula, ketentuan mengenai Komisi Yudisial tersebut hanya dimaksudkan terkait keberadaannya dengan Mahkamah Agung saja, tidak dengan Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, dalam perkembangan pembentukan Undang- Undang tentang Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi juga dijadikan objek yang martabat, kehormatan, dan perilaku hakimnya diawasi oleh Komisi Yudisial KY. Dijadikannya hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi juga sebagai pihak yang diawasi perilakunya sungguh-sungguh.

F. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi dibentuk untuk menjamin agar konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat ditegakkan sebagaimana mestinya. Karena itu, Mahkamah Konstitusi biasa disebut sebagai the guardian of the constitution seperti sebutan yang biasa dinisbatkan kepada Mahkamah Agung di Amerika Serikat. Mengapa justru Mahkamah Agung yang disebut sebagai the guardian of the constitution di Amerika Serikat. Sebabnya ialah karena disana tidak ada Mahkamah Konstitusi. Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam arti yang lazim dikenal di dalam sistem Eropa yang menganut tradisi civil law seperti Austria, Jerman, dan Italia terintegrasikan ke dalam kewenangan Mahkamah Agung Amerika Serikat, sehingga Mahkamah Agung-lah yang disebut sebagai the Guardian of American Constitution. 14 Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di- lengkapi dengan lima kewenangan atau sering disebut em- pat kewenangan ditambah satu kewajiban, yaitu i menguji konstitusionalitas undang-undang; 15 ii memutus sengketa kewenangan konstitusional antar lembaga negara; 16 iii memutus perselisihan mengenai hasil pemilihan umum; iv memutus pembubaran partai politik; 17 dan v memu- tus pendapat DPR yang berisi tuduhan bahwa Presiden melanggar hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945, sebelum hal itu dapat diusulkan untuk diberhentikan oleh MPR. Yang terakhir ini biasa disebut juga dengan perkara impeachment 18 seperti yang dikenal di Amerika Serikat. Dalam melakukan fungsi peradilan dalam keempat bidang kewenangan tersebut, Mahkamah Konstitusi me- 154 Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi 155 Lembaga Tinggi Negara dalam Pasal 24B UUD 1945 secara meluas. Akan tetapi, semua anggota Pansus UU tentang MK yang sebagian be- sar adalah mantan anggota Panitia Ad hoc I Badan Pekerja MPR yang terlibat dalam perumusan ketentuan Pasal 24A, Pasal 24B, dan Pasal 24C UUD 1945, semua menolak karena alasan bahwa hal itu bertentangan dengan maksud Undang- Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, saya sendiri harus menerima kenya- taan bahwa UU tentang Mahkamah Konstitusi sama sekali mencantumkan ketentuan bahwa hakim konstitusi dapat diawasi perilakunya oleh Komisi Yudisial. Namun, setelah Mahkamah Konstitusi bekerja efektif selama satu tahun dan telah banyak menguji undang-undang, dan bahkan sebagian di antaranya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan karena itu dinyatakan tidak mengikat untuk umum. Barulah berkembang pemikiran di kalangan anggota DPR untuk membatasi kekuasaan Mahkamah Konstitusi dengan cara mengaitkannya dengan pengawasan etik oleh Komisi Yudisial KY. Dengan perkataan lain, motif pencantuman ketentuan ini sama sekali tidak didasarkan atas pertim- bangan konstitusionalitas rasio, melainkan hanya bersifat sangat emosional politis. Dalam Pasal 24C ayat 3 ditentukan bahwa Mahka- mah Konstitusi mempunyai sembilan orang hakim kon- stitusi yang ditetapkan oleh presiden, yang diajukan ma- sing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh presi- den. Ayat 4-nya menentukan bahwa “Ketua dan Wakil Ketua 19 Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.” “Hakim konstitusi disyaratkan harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negara­ wan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara” [Pasal 24C ayat 5]. “Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah oleh Komisi Yudisial ditentukan oleh Undang-Undang ten- tang Komisi Yudisial, bukan oleh Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Apabila dikaitkan dengan original intent dan sistematika Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, dan Pasal 24C, sangat jelas bahwa tugas konstitusional Komisi Yudisial hanya terkait dengan Mahkamah Agung dan ha- kim di lingkungan Mahkamah Agung saja. Apalagi, hakim konstitusi sangat berbeda dari hakim biasa yang merupakan hakim karena profesi atau judges by profession. Sedangkan hakim konstitusi adalah hakim karena jabatan lima tahu- nan. Karena itu, etika profesi yang harus ditegakkan oleh Komisi Yudisial memang hanya terkait dengan Mahkamah Agung. Di samping itu, kesulitan akan dihadapi oleh Mah- kamah Konstitusi jika sengketa kewenangan konstitusional terjadi antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial. Bagaimana Mahkamah Konstitusi dapat bertindak sebagai hakim yang adil dan imparsial, jika Mahkamah Konstitusi sendiri dijadikan salah satu pihak yang diawasi oleh Komisi Yudisial. Lagi pula motif pencantuman ketentuan tentang Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang Komisi Yudisial tidaklah didasarkan atas rasionalitas ketentuan konstitusi. Ketika rancangan undang-undang tentang Mah- kamah Konstitusi sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah, saya sendiri selaku tim ahli pemerintah menyarankan agar hakim konstitusi juga ditentukan sebagai hakim yang dia- wasi oleh Komisi Yudisial dengan menafsirkan kata “hakim” 19 Penulisan kata “Wakil Ketua” di sini sengaja dilakukan dengan huruf besar, yaitu Wakil Ketua, karena yang dimaksud adalah nama jabatan resmi Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. Hal ini sengaja dibedakan dari penulisan “Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung” dalam Pasal 24A ayat 4. Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa jumlah Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi hanya ada 1 orang, sedangkan wakil ketua Mahkamah Agung dapat diadakan lebih dari 1 orang. Artinya, berkenaan dengan jumlah wakil ketua MA itu, kepada pembentuk undang-undang diberi kebebasan untuk menentukannya sendiri dengan dalam undang-undang. Sedangkan terhadap jabatan wakil ketua Mahkamah Konstitusi telah dibatasi oleh penyusun UUD 1945, yaitu hanya untuk satu jabatan. 156 Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi 157 Lembaga Tinggi Negara 2 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mah- kamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, ling- kungan peradilan agama, lingkungan peradilan mili- ter, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dalam Pasal 24A ayat 1 UUD 1945, ditentukan bahwa “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada