294 Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Pasca Reformasi
295 Lembaga
Lembaga Daerah
pasal ini i tidak ditentukan siapa di antara gubernur dan DPRD itu yang dinyatakan berhak menetapkan peraturan-
peraturan yang dimaksud. Di sini hanya ditegaskan bahwa pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan; ii
bentuk peraturan yang dimaksud disini terdiri atas per- aturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melak-
sanakan otonomi daerah dan tugas perbantuan.
Dari ketentuan demikian belum dapat kita jawab apa- kah DPRD proinsi dapat disebut sebagai lembaga legislatif
daerah atau bukan. Yang pasti adalah bahwa Dewan Per- wakilan Rakyat Daerah DPRD provinsi itu adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah proinsi. Oleh karena itu, kita harus melihat bagaimana hal ini diatur lebih lanjut dalam
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di dalam undang-undang ini ditentukan bahwa
yang memegang kekuasaan untuk membentuk peraturan daerah adalah DPRD. Ketentuan demikian ini mirip dengan
ketentuan Pasal 5 ayat 1 UUD 1945 sebagaimana diubah pada tahun 1999 dengan Perubahan Pertama. Pasal 5 ayat
1 UUD 1945 yang asli itu berbunyi, “Presiden memegang kekuasaan membentuk undangundang dengan persetu
juan Dewan Perwakilan Rakyat”. Sekarang, ketentuan Pasal 5 ayat 1 UUD 1945 ini telah berubah menjadi, “Presiden
berhak mengajukan rancangan undangundang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Sebagai imbangannya, dalam
Pasal 20 ayat 1 UUD 1945 hasil Perubahan Pertama tahun 1999 itu ditegaskan, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undangundang”.
Dalam Pasal 41 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Peme- rintahan Daerah, ditentukan bahwa DPRD memiliki fungsi
legislasi, anggaran, dan pengawasan. Mengenai tugas dan wewenangnya, ditentukan dalam Pasal 42 ayat 1, yaitu:
a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah
untuk mendapat persetujuan bersama; b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang
rintahan daerah kabupatenkota; b. koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di dae-
rah proinsi dan kabupatenkota; c. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelengga-
raan tugas pembantuan di daerah proinsi dan kabupa- tenkota.
Pendanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai- mana dimaksud dibebankan kepada APBN. Kedudukan
keuangan gubernur sebagaimana dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah. Tata cara pelaksanaan tugas dan we-
wenang gubernur selaku wakil pemerintah pusat tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
3. Kedudukan DPRD provinsi
Jika gubernur adalah kepala pemerintah daerah proinsi atau kepala pemerintahan eksekutif, maka apakah
status hukum DPRD proinsi? Dapatkah DPRD proinsi disebut sebagai lembaga legislatif atau lembaga pembentuk
peraturan daerah proinsi? Soal ini penting karena sudah menjadi kebiasaan umum di antara teoritisi dan praktisi
bahwa fungsi-fungsi kekuasaan dibeda-bedakan menurut kategori kekuasaan ala Montesquieu ke dalam tiga cabang
kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif atau yudisial. Jika gubernur merupakan lembaga eksekutif di
daerah, maka DPRD logisnya dapat pula disebut sebagai lembaga legislatif daerah. Benarkah demikian?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu menelaah kembali ketentuan UUD dan UU mengenai kedu-
dukan gubernur dan DPRD itu dalam proses pembentukan peraturan daerah. Seperti telah dikutip di atas, Pasal 18 ayat
6 UUD 1945 menentukan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas perbantuan”. Dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
296 Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Pasca Reformasi
297 Lembaga
Lembaga Daerah
Dengan demikian, dalam UU tentang Pemerintahan Daerah tersebut di atas jelas ditegaskan bahwa lembaga yang
membentuk peraturan daerah itu bukanlah gubernur, me- lainkan DPRD. Hal itu dapat dibaca dalam rumusan Pasal 42
ayat 1 a yang menyatakan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang untuk “membentuk Perda yang dibahas den
gan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama”. Tentu saja, dalam membentuk peraturan daerah tersebut,
DPRD dan gubernur harus membahasnya bersama-sama untuk mendapat persetujuan bersama. Jika persetujuan itu
tidak diperoleh, maka gubernur tidak dapat mengesahkan rancangan peraturan daerah itu menjadi peraturan daerah
yang berlaku mengikat untuk umum, dan rancangan per- aturan daerah tersebut tidak boleh lagi dimajukan dalam
masa persidangan yang bersangkutan.
Setiap rancangan peraturan daerah diharuskan diba- has bersama-sama antara DPRD proinsi dengan gubernur.
Bahkan ditentukan pula bahwa DPRD juga dapat mengambil inisiatif atau prakarsa untuk mengajukan rancangan per-
aturan daerah. Jika rancangan peraturan daerah inisiatif DPRD itu tidak disetujui oleh gubernur, maka rancangan
peraturan daerah itu juga tidak dapat dimajukan lagi dalam masa persidangan yang bersangkutan. Artinya, kedudukan
DPRD dalam proses pembentukan peraturan daerah dapat dikatakan sangat kuat. Akan tetapi, meskipun demikian,
lembaga DPRD tetap tidak dapat disebut sebagai pembentuk peraturan daerah secara eksklusif. Pembentuk peraturan
daerah itu tetap adalah kepala pemerintah daerah dan DPRD yang secara bersama-sama merupakan satu kesatuan insti-
tusi pemerintahan daerah proinsi sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat 6 UUD 1945.
Namun demikian, Pasal 18 ayat 6 UUD 1945 itu me- mang tidak memastikan siapa yang lebih utama perannya
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4437.
22
Pasal 27 yat 1 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
APBD bersama dengan kepala daerah; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda
dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah
dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerahwakil kepala daerah kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri bagi DPRD proinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD
kabupatenkota;
e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi keko- songan jabatan wakil kepala daerah;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada peme- rintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional
di daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban
kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala dae- rah;
j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani
masyarakat dan daerah. Di samping itu, oleh undang-undang ditambahkan
pula bahwa selain tugas dan wewenang sebagaimana dimak- sud di atas, DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
17
Artin- ya, selain ke-11 jenis tugas dan wewenang yang tersebut pada
Pasal 42 ayat 1 itu, tugas dan wewenang DPRD masih dapat ditambah lagi dengan peraturan perundang-undang.
298 Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Pasca Reformasi
299 Lembaga
Lembaga Daerah
penyusunan norma-norma hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan tertulis terus tumbuh menjadi peker-
jaan teknis yang kadang-kadang tidak memuat soal-soal yang memerlukan pertarungan politik sama sekali. Tentu
ada juga jenis-jenis peraturan yang sangat sarat dengan kepentingan politik. Tetapi banyak juga peraturan yang
dibutuhkan karena soal-soal teknis. Oleh karena itu, bagi DPRD sebagai lembaga parlemen di tingkat lokal, tidak ter-
lalu penting untuk mengutamakan fungsi legislasi daripada fungsi pengawasan. Justru fungsi kontrol atau pengawasan
itulah yang sudah semestinya diutamakan di semua daerah proinsi dan daerah kabupatenkota.
Oleh karena itu, meskipun DPRD mempunyai fungsi legislatif, tetapi dengan fungsinya itu tidak berarti kedu-
dukannya harus dikatakan sebagai satu-satunya lembaga pembentuk peraturan daerah. Sudah seharusnya fungsi
legislatif yang utama primary legislator tetap berada di tangan kepala pemerintah daerah, sedangkan fungsi legis-
latif yang ada pada DPRD hanya dapat disebut sebagai fungsi legislatif yang bersifat sekunder atau auxiliary. Sebabnya,
informasi, keahlian, dan sumber daya memang dikuasai oleh pemerintah, sehingga pemerintah daerahlah yang lebih
mengetahui apa, kapan, dan bagaimana sesuatu perlu dia- tur dengan peraturan daerah. Oleh karena itu, peran yang
diidealkan dari DPRD itu sebenarnya lebih merupakan peran lembaga kontrol daripada lembaga legislasi dalam
arti yang penuh.
Sebagai lembaga kontrol, DPRD dapat menyatakan setuju atau tidak setuju atas setiap ide penuangan sesuatu
kebijakan publik menjadi peraturan daerah yang mengikat untuk umum. Jika DPRD menganggap ada sesuatu yang
penting diatur tetapi pemerintah daerah lalai atau lambat mengaturnya, DPRD dapat mengambil inisiatif untuk menga-
jukan rancangan peraturan daerah yang dianggap penting itu, tetapi kata akhirnya tetap ada pada kepala pemerintah
dalam proses pembentukan peraturan daerah itu. Baik UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maupun
UU No. 10 Tahun 2005 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sama-sama menekankan segi ke-
bersamaan antara kepala daerah dengan DPRD, baik di tingkat proinsi maupun di tingkat kabupatenkota. Akan
tetapi, dalam kenyataan praktek di lapangan, apa yang perlu diatur dan kapan hal itu perlu diatur serta bagaimana men-
gaturnya sangat banyak ditentukan oleh informasi, keahlian, dan sarana penunjang lainnya. Yang lebih mengetahui dan
menguasai ketiga hal ini tentunya adalah aparat pemerintah daerah.
Menurut Pasal 51 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD proinsi beranggota-
kan 35 sampai dengan 75 orang. Anggota DPRD provinsi dibagi menjadi empat komisi. Bagi DPRD yang beranggota-
kan lebih dari 75 orang, maka jumlah komisi yang dapat dibentuk sebanyak lima komisi.
DPRD proinsi dan apalagi DPRD kabupatenkota yang terdiri atas para politisi lokal yang hanya dipersyarat-
kan minimum lulusan SLTA, dan hanya bekerja untuk masa kerja lima tahunan, tentu tidak dapat diandalkan untuk
mempersiapkan bahan rancangan dan data-data pendukung dalam proses pembentukan peraturan daerah itu melebih
kemampuan yang dapat dilakukan oleh aparat pemerintah. Oleh karena itu, peran yang perlu diperkuat dari DPRD
adalah fungsinya sebagai pengontrol atau pengendali proses pembentukan peraturan itu daripada mengutamakan peran
sebagai inisiator. Bahwa hak untuk mengambil inisiatif mengajukan rancangan tetap ada di tangan DPRD dan para
anggota DPRD haruslah diakui. Tetapi tidak dengan adanya hak inisiatif tersebut harus menjadikan DPRD sebagai lem-
baga yang lebih utama daripada pemerintah daerah dalam urusan penyusunan rancangan peraturan daerah.
Lagi pula, dalam perkembangan praktek, pekerjaan
300 Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Pasca Reformasi
301 Lembaga
Lembaga Daerah
umum. Pasal 18 ayat 5 dan 6 juga menentukan bahwa
pemerintahan daerah kabupaten menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Pemerintahan daerah kabupaten berhak menetap-
kan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah bahwa subjek pemerintahan daerah itu, dalam hal ini satuan
pemerintahan daerah kabupaten dapat disebut sebagai subjek hukum yang tersendiri apabila satu pemerintahan
daerah kabupaten itu dilihat sebagai satu kesatuan yang mencakup jabatan bupati selaku kepala pemerintah daerah
dan DPRD. Jika bupati dan DPRD disebut secara sendiri- sendiri, maka subjek hukum kelembagaannya adalah bupati
dan DPRD itu.
Karena itu, seperti juga di tingkat proinsi dan dae- rah kota, maka di tingkat pemerintahan daerah Kabupaten
terdapat tiga subyek hukum yang masing-masing dapat disebut sebagai lembaga negara yang tersendiri, yaitu i
pemerintahan daerah kabupaten; ii bupati selaku kepala pemerintah daerah kabupaten; dan iii DPRD kabupaten.
Ketiganya dapat disebut sebagai lembaga daerah atau lem- baga negara di daerah.
2. Bupati