Dewan Perwakilan Rakyat DPR

134 Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi 135 Lembaga Tinggi Negara yang ditentukan oleh undang-undang. Bahkan lebih dipertegas lagi dalam Pasal 20A ayat 1 UUD 1945 ditentukan pula, “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi peng­ awasan”. Artinya, kekuasaan legislasi, kekuasaan penentuan anggaran budgeting, dan kekuasaan pengawasan con­ trol, berada di Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Pasal 20A ayat 2 UUD 1945, “Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal­pasal lain Undang­ Undang Dasar ini, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat”. Ayat 3 Pasal 20A itu menyatakan pula, “Selain hak yang diatur dalam pasal­ pasal lain Undang­Undang Dasar ini, setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, dan pendapat, serta hak imunitas”. Untuk menggambarkan kuat posisi konstitusional DPR berdasarkan UUD 1945, ditegaskan pula dalam Pasal 7C bahwa “Presiden tidak dapat membekukan danatau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.” Sebaliknya, dalam Pasal 7A ditentukan, “Presiden danatau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melaku­ kan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden.” Karena pergeseran kekuasaan yang semakin kuat ke arah Dewan Perwakilan Rakyat inilah, maka sering timbul anggapan bahwa sekarang terjadi gejala yang berkeba- likan dari keadaan sebelum Perubahan UUD 1945. Dulu sebelum UUD 1945 diubah, yang terjadi adalah gejala executive heavy, sedangkan sekarang setelah UUD 1945 diubah, keadaan berubah menjadi legislative heavy. Akan tetapi, menurut studi yang dilakukan oleh Margarito Kha- di dalam negeri. Mengenai apa saja yang akan diputuskan atau ditetapkan oleh wakil presiden sebagai pengganti se- mentara presiden selama presiden berhalangan sementara, terpulang kepada fatsoen dan kesepakatan pembagian tugas serta keharmonisan hubungan di antara mereka berdua.

C. Dewan Perwakilan Rakyat DPR

Dalam UUD 1945 jelas tergambar bahwa dalam rangka fungsi legislatif dan pengawasan, lembaga utamanya adalah DPR Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 20 ayat 1 UUD 1945 menegaskan, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang­undang”. Bandingkan dengan ketentuan Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi, “Presiden berhak mengajukan rancangan undang­undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Pasal 5 ayat 1 ini sebelum Perubahan Pertama tahun 1999 berbunyi, “Presiden me- megang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Kedua pasal tersebut setelah Perubahan Pertama ta- hun 1999, berubah drastis sehingga mengalihkan pelaku ke- kuasaan legislatif atau kekuasaan pembentukan undang-un- dang itu dari tangan presiden ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat DPR. Dengan perkataan lain, sejak Perubahan Pertama UUD 1945 pada tahun 1999, telah terjadi perge- seran kekuasaan substantif dalam kekuasaan legislatif dari tangan presiden ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Di samping itu, menurut ketentuan Pasal 21 UUD 1945, setiap anggota DPR berhak pula mengajukan usul ran- cangan undang-undang yang syarat-syarat dan tatacaranya diatur dalam peraturan tata tertib. Seperti halnya presiden yang berhak mengajukan rancangan undang-undang, para anggota DPR-pun secara sendiri-sendiri dapat berinisiatif untuk mengajukan rancangan undang-undang asalkan memenuhi syarat, yaitu jumlah anggota DPR yang tampil sendiri-sendiri 10 itu mencukupi jumlah persyaratan minimal 136 Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi 137 Lembaga Tinggi Negara dibandingkan dengan sebelumnya. Pasal 13 ayat 2 me- nentukan, “Dalam hal mengangkat duta, Presiden mem­ perhatikan pertimbangan DPR,” dan ayat 3-nya menen- tukan, “Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.” Sedangkan Pasal 14 ayat 2 menentukan, “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.” Untuk lebih lengkapnya uraian mengenai kewenangan DPR itu, dapat dikutipkan di sini ketentuan UUD 1945 Pasal 20 dan Pasal 20A, yang masing-masing berisi lima ayat, dan empat ayat. Pasal 20 menentukan bahwa: 1 DPR memegang kekuasaan membentuk undang­un­ dang. 2 Setiap rancangan undang­undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan ber­ sama. 3 Jika rancangan undang­undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan itu tidak boleh di­ ajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. 4 Presiden mengesahkan rancangan undang­undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang­ undang. 5 Dalam hal rancangan undang­undang yang telah di­ setujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang­undang tersebut disetujui, rancangan un­ dang­undang tersebut sah menjadi undang­undang dan wajib diundangkan. Selanjutnya, ketentuan Pasal 20A berbunyi: 1 DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. 2 Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal­pasal lain Undang­Undang Dasar ini, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan Tahun 1999, iii Naskah Perubahan Kedua UUD 1945 Tahun 2000, iv Naskah Perubahan Ketiga UUD 1945 Tahun 2001, dan v Naskah Perubahan Keempat mis, 11 gejala apa yang disebut sebagai executive heavy itu sendiri hanya dampak psikologis yang ditimbulkan oleh pergeseran bandul perubahan dari keadaan sebelumnya. Yang sebenarnya terjadi menurut Margarito, dalam sistim konstitusional yang baru dewasa ini, baik Presiden mau- pun DPR sama-sama menikmati kedudukan yang kuat dan sama-sama tidak dapat dijatuhkan melalui prosedur politik dalam dinamika politik yang biasa. Dengan demikian, tidak perlu dikuatirkan terjadinya ekses yang berlebihan dalam gejala legislative heavy yang banyak dikeluhkan oleh ber- bagai kalangan masyarakat. Karena dampak psikologis ini merupakan sesuatu yang wajar dan hanya bersifat semen- tara, sambil dicapainya titik keseimbangan equilibrium dalam perkembangan politik ketatanegaraan di masa yang akan datang. Di samping itu, dalam rangka fungsinya sebagai pen- gawas, Pasal 11 UUD 1945 menentukan pula: 1 Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan pe­ rang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. 2 Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, danatau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang­undang harus dengan persetujuan DPR. 3 Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian inter­ nasional diatur dengan undang­undang. Bahkan dalam Pasal 13 dan Pasal 14 hasil Peruba- han Pertama tahun 1999, bahkan diatur pula hal-hal lain yang bersifat menyebabkan posisi DPR menjadi lebih kuat 12 Ingat dalam berbagai kesempatan dan berbagai tulisan saya mengenai soal ini, saya selalu mengingatkan bahwa yang harus kita anggap sebagai naskah resmi adalah naskah terbitan UUD 1945 yang terdiri atas lima bagian yang tersusun se- cara kronologis berdasarkan urutan pengesahannya, dimana yang satu menjadi lampiran dari naskah yang sudah lebih dulu disahkan, yaitu i Naskah UUD 1945 menurut Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ii Naskah Perubahan Pertama UUD 1945 138 Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi 139 Lembaga Tinggi Negara rumusan yang sekarang yang tidak dapat disebut menganut sistem bikameral sama sekali. Dalam ketentuan UUD 1945 dewasa ini, jelas terlihat bahwa DPD tidaklah mempun- yai kewenangan membentuk undang-undang. Namun, di bidang pengawasan, meskipun terbatas hanya berkenaan dengan kepentingan daerah dan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang tertentu, DPD dapat dikatakan mempunyai kewenangan penuh untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintahan. Oleh karena itu, kedudukannya hanya bersifat penunjang atau auxiliary terhadap fungsi DPR di bidang legislasi, sehingga DPD paling jauh hanya dapat disebut sebagai co­legislator, dari pada legislator yang sepenuhnya. Oleh karena itu, DPD dapat lebih berkonsentrasi di bidang pengawasan, sehingga keberadaannya dapat dirasakan efektiitasnya oleh masyara- kat di daerah-daerah. Menurut ketentuan Pasal 22D UUD 1945, Dewan Per- wakilan Daerah DPD mempunyai beberapa kewenangan sebagai berikut: 1 DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan un- dang-undang yang berkaitan dengan: · otonomi daerah; · hubungan pusat dan daerah; · pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah; · pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya; serta · yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pu- sat dan daerah. 2 Dewan Perwakilan Daerah DPD: