Dewan Pertahanan Nasional Lembaga Kepolisian Komisi Kepolisian

260 Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi 261 Lembaga Negara Lainnya Kepolisian Nasional berwenang untuk Pasal 38 ayat 2, a mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran kepada Presiden yang berkaitan dengan anggaran Polri, pengembangan sumber daya manusia Polri, dan pengembangan sarana dan prasarana Polri; b memberikan saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya mewujudkan Polri yang profesional dan man- diri; dan c menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden. Untuk mengisi keanggotaan komisi diatur dengan keputusan presiden [Pasal 39 ayat 3] yang berasal dari berbagai unsur [Pasal 39 ayat 2] pemerintah, pakar ke- polisian, dan tokoh masyarakat sebanyak sembilan orang [Pasal 39 ayat 1] terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota dan enam orang anggota. Menurut Pasal 40 segala pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas Komisi Kepolisian Nasional dibebankan pada APBN.

E. Dewan Pertahanan Nasional

Menurut ketentuan Pasal 15 1 UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara 18 dalam menetapkan ke- bijakan umum pertahanan negara, Presiden dibantu oleh Dewan Pertahanan Nasional. Dewan Pertahanan Nasional, berfungsi sebagai penasihat Presiden dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan dan pengerahan segenap kom- ponen pertahanan negara [Pasal 15 ayat 2]. Pasal 15 ayat 3 dalam rangka melaksanakan fungsi- nya, Dewan Pertahanan Nasional mempunyai tugas: i Menelaah, menilai, dan menyusun kebijakan terpadu per- 22 Hal ini diamanatkan oleh Pasal 60 ayat 4 UU Sistem Pendidikan Nasional ini agar diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 23 Pasal 61 ayat 4. Ibid. 2 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301, diundangkan pada tanggal 8 Juli 2003. e. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, doku- men, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan; f. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat; g. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau per- saingan usaha tidak sehat; h. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif ke- pada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang- undang ini. Sebagai lembaga atau organ negara yang tugasnya menyelenggarakan fungsi pengawasan persaingan usaha, menurut Pasal 37 KPPU biaya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undan- gan yang berlaku.

D. Lembaga Kepolisian Komisi Kepolisian

Dalam Pasal 37 ayat 1 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia 17 mengatur organ lembaga kepolisian nasional yang disebut dengan Komisi Kepolisian Nasional. Komisi Kepolisian Nasional ini berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pemben- tukan dilakukan dengan Keputusan Presiden [Pasal 37 ayat 2]. Dalam Pasal 38 ayat 1 Komisi Kepolisian Nasional bertugas: i membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan ii memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam peng- angkatan dan pemberhentian KaPolri. Dalam melaksana- kan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Komisi 262 Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi 263 Lembaga Negara Lainnya yang sehat; ii melindungi kepentingan semua pihak dalam perdagangan berjangka; dan iii mewujudkan kegiatan perdagangan berjangka sebagai sarana pengelolaan risiko harga dan pembentukan harga yang transparan. Dalam melaksanakan fungsi tersebut Bappebti ber- wenang: 1. membuat penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas ketentuan dalam undang-undang yang bersangkut- an danatau peraturan pelaksanaannya; 2. memberikan: a. ijin usaha kepada bursa berjangka, lembaga kliring berjangka, pialang berjangka, penasihat berjangka, dan pengelola sentra dana berjangka; b. Ijin kepada orang perseorangan untuk menjadi wakil pialang berjangka, wakil penasihat berjangka, dan wakil pengelola sentra dana berjangka; c. Sertiikat pendaftaran kepada pedagang berjangka; d. Persetujuan kepada pialang berjangka dalam negeri untuk menyalurkan amanat nasabah dalam negeri ke bursa berjangka luar negeri; dan e. Persetujuan kepada bank berdasarkan rekomendasi Bank Indonesia untuk menyimpan dana nasabah, dana kompensasi, dan dana jaminan yang berkaitan dengan transaksi kontrak berjangka serta untuk pem- bentukan sentra dana berjangka; 3. menetapkan daftar bursa berjangka luar negeri dan kon- trak berjangkanya; 4. melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang memiliki ijin usaha, ijin orang perseorangan, persetujuan, atau sertiikat pendaftaran; 5. menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan ter- tentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bappebti, sebagaimana dimaksud pada huruf d; 25 Pasal 14 huruf h. Ibid. 26 Pasal 86 ayat 1. Ibid. tahanan negara agar departemen pemerintah, lembaga pe- merintah nondepartemen, dan masyarakat beserta Tentara Nasional Indonesia dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam mendukung penyelenggaraan pertahanan negara; ii Menelaah, menilai, dan menyusun kebijakan terpadu pengerahan komponen pertahanan nega- ra dalam rangka mobilisasi dan demobilisasi; iii Menelaah dan menilai resiko dari kebijakan yang akan ditetapkan. Dalam Pasal 15 ayat 4 dikatakan Dewan Pertahan- an Nasional dipimpin oleh Presiden dengan keanggotaan, terdiri atas anggota tetap dan anggota tidak tetap dengan hak dan kewajiban yang sama. Anggota tetap terdiri atas Wakil Presiden, Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Panglima [Pasal 15 ayat 5]. Anggota tidak tetap terdiri atas pejabat pemerintah dan non pemerintah yang dianggap perlu sesuai dengan masa- lah yang dihadapi [Pasal 15 ayat 6] yang diangkat oleh presiden [Pasal 15 ayat 7]. Susunan organisasi dan tata kerja Dewan Pertahanan Nasional, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Pre- siden [Pasal 15 ayat 8].

F. Badan Pengawas Perdagangan berjangka Komoditi BAPPEBTI