Berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perikatan yang lahir dari perjanjian karena terjadinya wanprestasi, tuntutan ganti kerugian yang
didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen, sehingga tuntutan ganti kerugian
dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara produsen dengan konsumen. Dengan demikian, pihak
ke tiga pun dapat menuntut ganti kerugian. Untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum.
Hal ini berarti bahwa untuk dapat menuntut ganti kerugian harus dipenuhi unsur- unsur sebagai berikut
156
1 ada perbuatan melanggar hukum;
:
2 ada kerugian;
3 ada hubungan antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian; dan
4 ada kesalahan.
5. Penyelesaian Sengketa Konsumen
Sengketa konsumen adalah sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha publik atau privat tentang produk konsumen, barang danatau jasa konsumen
tertentu. Sengketa konsumen dapat bersumber dari dua hal, yaitu:
157
156
Ibid, hlm. 74.
157
Happy Susanto , Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta : Grafindo, 2005, hlm.50
Universitas Sumatera Utara
1. Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukumnya sebagaimana diatur di dalam undang-undang. Artinya, pelaku usaha mengabaikan ketentuan undang-
undang tentang kewajibannya sebagai pelaku usaha dan larangan-larangan yang dikenakan padanya dalam menjalankan usahanya. Sengketa seperti ini
dapat disebut sengketa yang bersumber dari hukum. 2. Pelaku usaha atau konsumen tidak menaati isi perjanjian, yang berarti, baik
pelaku usaha maupun konsumen tidak menaati kewajibannya sesuai dengan kontrak atau perjanjian yang dibuat diantara mereka. Sengketa seperti ini
dapat disebut sengketa yang bersumber dari kontrak. Menurut UUPK, penyeleaian sengketa konsumen ternyata memiliki kekhasan.
Sejak awal, para pihak yang berselisih, khususnya dari pihak konsumen, dimungkinkan untuk menyelesaikan sengketa yang ada melalui lingkungan
peradilan ataupun dapat memilih jalan penyelesaian di luar pengadilan. Secara umum didalam prakteknya dilapangan, sengketa konsumen itu diselesaian melalui
2 dua cara sebagai berikut:
158
1. Penyelesaian Sengketa Secara Damai Sengketa konsumen yang timbul antara konsumen dan pelaku usaha ada
kalanya tidak sampai dibawa pada pihak ketiga, dimana dapat ditempuh melalui usaha perdamaian. Yang dimaksudkan dengan penyelesaian sengketa secara
damai adalah penyelesaian dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa pelaku usaha dan konsumen tanpa melalui pengadilan ataupun Badan
158
Ibid, hlm. 51.
Universitas Sumatera Utara
Penyelesaian Sengketa Konsumeb BPSK, dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dalam penyelesaian secara damai ini
dimaksudkan penyelesaian sengketa antara para pihak, dengan atau tanpa kuasa, secara musyaarah mufakat. Penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara
musyawarah yang berdasarkan kepada asas kekeluargaan. Adapun mengenai cara penyelesaian seperti ini ada diatur dalam pula dalam Pasal 1851 – 1864 KUH
Perdata. Dalam hal ini cara penyelesaian sengketa secara damai tetap dapat ditem,puh, walaupun perkara yang bersangkutan sudah dimasukkan ke
pengadilan, selama belum adanya suatu putusan hakim yang bersifat inkracht van gewijjz.
Dalam hukum acara perdata yang dianut di Indonesia HIRRBG, tentang perdamaian ini ada diatur di dalam Pasal 130 HIR154 RBG, dimana dikatakan
bahwa hakim wajib mendamaikan para pihak terlebih dahulu sebelum melanjutkan pemeriksaan perkara dimaksud. Setelah tercapai perdamaian, maka
berdasarkan adanya perdamaian yang telah dicapai oleh kedua belah pihak yang bersengketa, hakim akan menjatuhkan putusannya dalam acte van vergelijk yang
isinya menghukum para pihak untuk mematuhi isi perdamaian yang telah dibuat. Untuk hal perdamaian ini tidak dapat dimintakan banding.
2. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Lembaga tertentu Apabila ternyata cara perdamaian tidak juga berhasil menyelesaikan
sengketa konsumen yang timbul tersebut, ataupun didalam praktek sesudah perdamaian terjadi lagi ingkar ataupun tidak dipatuhinya apa yang telah
Universitas Sumatera Utara
disepakati, sehingga timbul lagi perselisihan, maka dapat diupayakan penyelesaian dengan mengajukan gugatan. Pasal 45 ayat 1 UUPK menyatakan “
setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.” Ketentuan ayat 2 mengatakan, “Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui
pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.” Pada ayat 2 Pasal 45 ini menjelaskan “Penyelesaian sengketa
konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap
diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
Gugatan terhadap masalah pelanggaran hak konsumen perlu dilakukan karena posisi konsumen dan pelaku usaha sama-sama kuat dimata hukum. Berdasarkan
Pasal 46 ayat 1, ada empat kelompok penggugat yang bisa menggugat atas pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha sebagai berikut:
1. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan. 2. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.
3. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu nernemtuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya
menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut
Universitas Sumatera Utara
adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
4. Pemerintah danatau instansi terkait jika barang danatau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar danatau korban
yang tidak sedikit. Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat, atau pemerintah diajukan kepada peradilan umum.
a. Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK Dengan berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK no. 8
Tahun 1999, maka konsumen Indonesia memiliki dasar yang kuat untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen khususnya dari tindakan yang
tidak adil dan mau menang sendiri dari pelaku usaha. Salah satu lembaga yang menangania permasalahan konsumen adalah Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen BPSK. BPSK merupakan lembaga alternatif di luar pengadilan umum yang diberi kewenangan menangani dan menyelesaikan sengketa
konsumen dan pelaku usaha dengan mediasi, konsiliasi, atau arbitrasi. Lembaga ini juga berfungsi sebagai tempat konsultasi dan pengaduan.BPSK ini dibentuk
ditiap propinsi yang susunan pengurusnya dibentuk oleh Gubernur masing-masing
Universitas Sumatera Utara
provinsi dan diresmikan oleh Menperindag. Khusus dalam hal penyelesaian sengketa, kewenangan BPSK relatif luas, antara lain
159
a. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran; :
b. memanggil saksi atau saksi ahli; c. meminta penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,saksi ahli, jika
mereka tidak bersedia memenuhi penggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
d. mendapatkan, meneliti danatau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan atau pemeriksaan.
Jika menemukan adanya kerugian konsumen, BPSK berwenang menjatuhkan sanksi administratif pada pelanggar.
Proses peradilan BPSK sama dengan penyelesaian kasus perdata peradilan umum. Mengupayakan perdamaian bagi pihak bersengketa, bila tidak bisa, digelar
persidangan yang dipimpin 3 tiga majelis hakim biasanya hakim di BPSK, terdiri unsur konsumen dan pelaku usaha, perwakilan pemerintah dan akademisi.
Asas peradilan penyelesaian sengketa BPSK berdasarkan prinsip cepat, murah, dan sederhana. Prosedur untuk menyelesaikan sengketa di BPSK sangat mudah.
Konsumen yang bersengketa dengan pelaku usaha bisa datang langsung ke BPSK provinsi, yaitu dengan membawa surat permohonan penyelesaian sengketa,
mengisi formulir pengaduan, dan meyerahkan berkas dokumen pendukung.
159
Ibid, hlm. 55
Universitas Sumatera Utara
Kemudian BPSK akan mengundang pihak-pihak yang sedang bersengketa untuk melakukan pertemuan pra-sidang. BPSK memiliki wewenang untuk melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan yang dilakukan oleh pihak- pihak yang bersengketa. Jika tidak ditempuh jalur damai, ada tiga cara
penyelesaian sengketa berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001 sebagai berikut :
160
a Konsiliasi
Pasal 1 angka 9 didalam Kepmen tersebut menjelaskan bahwa konsiliasi adalah “proses penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan dengan
perantaraan BPSK untuk mempertemukan pihak yang bersengketa, dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak.” Penyelesaian dengan cara ini
dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis yang bertindak pasif sebagai konsiliator pasar 5 ayat 1 KepMen ini.
161
b Mediasi
Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi berdasarkan Pasal 1 angka 10 menjelaskan bahwa mediasi merupakan “proses penyelesaian sengketa konsumen
diluar pengadilan dengan perantaraan BPSK sebagai penasihat dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak. Penyelesaian dengan cara ini
diserahkan kepada para pihak. Penyelesaian dengan cara ini dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis yang bertindak
aktif sebagai mediator. Pasal 5 ayat 2 KepMen ini. Cara mediasi ini hampir
160
Ibid, hlm.58
161
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001
Universitas Sumatera Utara
sama dengan cara konsiliasi, yang membedakan diantara keduanya adalah kalau mediasi didampingi oleh majelis yang aktif, sedangkan konsiliasi didampingi
majelis yang pasif.
162
c Arbitrase
Lain dengan cara konsiliasi dan mediasi, berdasarkan pasal 1 angka 11 arbitrase adalah, “ proses penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan yang
dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian kepada BPSK.” Cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase ini
berbeda dengan dua cara sebelumnya. Dalam cara arbitrase, badan atau majelis yang dibentuk BPSK bersikap aktif dalam mendamaikan pihak-pihak yang
bersengketa jika tidak tercapai kata sepakat diantara mereka. Cara pertama yang dilakukan adalah badan ini memberikan penjelasan kepada pihak-pihak yang
bersengketa perihal perundang-undangan yang berkenaan dengan hukum perlindungan konsumen. Lalu, masing-masing pihak yang bersengketa perihal
perundang-undangan yang berkenaan dengan hukum perlindungan konsumen. Lalu, masing-masing pihak yang bersengketa diberikan kesempatan yang sama
untuk menjelaskan apa saja yang dipersengketakan. Nantinya, keputusan yang dihasilkan dalam penyelesaian sengketa ini adalah menjadi wewenang penuh
badan yang dibentuk BPSK tersebut.
163
b. Melalui Peradilan Umum
162
Ibid.
163
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Mengingat Indonesia adalah negara hukum, maka satu-satunya pihak atau lembaga yang berhak memutuskan atau menyatakan ada atau tidak adanya
perbuatan melawan hukum adalah pengadilan melalui putusan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan dengan menggunakan semua hukum yang berlaku. Hukum yang berlaku itu adalah hukum umum yang berlaku
untuk peradilan umum, dengan kewajiban pengadilan memperhatikan ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999, danatau hukum yang ditetapkan
khusus bagi perlindungan konsumen. Dalam hal tuntutan diajukan melalui pengadilan, dipersoalkan proses atau tahapan-tahapan pemeriksaan tuntutan ganti
rugi sehubungan dengan pertanggung jawaban produsenpelaku usaha. Menurut Pasal 48 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum.
164
Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan hanya dapat dimungkinkan apabila :
165
a. Para pihak belum memilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan, atau b.
Upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
164
M. Sadar, Op.Cit hlm. 169.
165
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
C. Prinsip-Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen Terkait Pengaturan Tata Niaga Beras di Era Pasar Bebas.
1. Kepastian Tentang Importir Beras.