profit, tapi umumnya bertujuan memberikan informasi dan penerangan serta pendidikan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan dengan mengajak
masyarakat untuk berpartisipasi atau bersikap positif terhadap pesan yang disampaikan.
148
4. Ganti Rugi
Mengenai ganti rugi ini diatur dalam UUPK Pasal 19 sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen. Pasal 19 UUPK menerangkann bahwa
149
1 Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
:
2 Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat 1 dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3 Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tengganga waktu 7 tujuh hari
setelah tanggal transaksi. 4
Pemberian ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
148
Sutarman Yodo, Ibid, hlm. 104.
149
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 19.
Universitas Sumatera Utara
5 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Kelemahan Pasal ini yang sulit diterima karena sangat merugikan konsumen yaitu ketentuan Pasal 19 ayat 3 yang menentukan bahwa pemberian ganti
kerugian dalam tenggang waktu 7 tujuh hari setelah transaksi. Apabila ketentuan ini dipertahankan, maka konsumen yang mengkonsumsi hari kedelapan setelah
transaksi tidak akan mendapatkan penggantian kerugian dari pelaku usaha, walaupun secara nyata konsumen yang bersangkutan telah menderita kerugian.
Oleh karena itu, agar Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dapat memberikan perlindungan yang maksimal tanpa mengabaikan kepentingan pelaku
usaha, makas seterusnya Pasal 19 ayat 93 menentukan bahwa tenggang waktu pemberian ganti kerugian kepada konsumen adalah 7 tujuh hari setelah
terjadinya kerugian, dan bukan 7 tujuh dhari setelah transaksi seperti rumusan yang ada sekarang.
150
Pengertian kerugian menurut Nieuwenhuis, adalah berkurangnya harta kekayaan pihak kesatu, yang disebabkan oleh perbuatan melakukan atau
membiarkan yang melanggar norma oleh pihak lain. Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian, yaitu kerugian yang
menimpa diri sendiri dan kerugian yang menimpa harta benda seseorang. Sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian nyata yang dialami
serta kehilangan keuntungan yang diharapkan. Walaupun kerugian dapat berupa
150
Sutarman Yodo, Ibid, hlm. 126.
Universitas Sumatera Utara
kerugian atas diri fisik seseorang atau kerugian yang menimpa harta benda, namun jika dikaitakn dengan ganti kerugian, maka keduanya dapat dinilai dengan
uang harta kekayaan. Demikian pula karena kerugian harta benda dapat pula berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan, maka pengertian kerugian
seharusnya adalah berkurangnya tidak diperolehnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan melakukan atau membiarkan yang
melanggar norma oleh pihak lain.
151
Dalam menentukan besarnya ganti kerugian yang harus dibayar, pada dasarnya harus berpegang pada asas bahwa ganti kerugian yang harus dibayar
sedapat mungkin membuat pihak yang rugi dikembalikan pada kedudukan semula seandainya tidak terjadi kerugian atau dengan kata lain ganti kerugian
menempatkan sejauh mungkin orang yang dirugikan dalam kedudukan yang seharusnya andaikata perjanjian dilaksanakan secara baik atau tidak terjadi
perbuatan melanggar hukum. Dengan demikian ganti kerugian harus diberikan sesuai dengan kerugian yang sesungguhnya tanpa memperhatikan unsur-unsur
yang tidak terkait langsung dengan kerugian itu, seperti kemampuankekayaan pihak yang bersangkutan. Berkaitan dengan cara perhitungan besarnya kerugian
tersebut, Bloembergen menyatakan bahwa : “ kalau kita bicara tentang kerugian maka dapat dipikirkan suatu pengertian yang konkrit dan subjektif, yaitu kerugian
adalah kerugian nyata yang diderita oleh orang yang dirugikan, dimana diperhitungkan situasi yang konkrit dengan keadaan subjektif dari yang
bersangkutan. Selain itu kita juga dapat memikirkan secara objektif, dimana kita
151
Ahmadi Miru, Op.Cit. hlm. 78.
Universitas Sumatera Utara
melepaskan diri seluruhnya atau sebagian dari keadaan konkrit dari orang yang dirugikan dan menuju kearah yang normal abstrak. Disamping itu, Bloembergen
berpendapat bahwa kerugian merupakan pengerian normatif yang membutuhkan penafsiran, dan menurutnya bukan kehilangan atau kerusakan barang yang
merupakan kerugian, melainkan harga dari barang yang dimaksud atau biaya- biaya perbaikan. Pendapat inilah yang dianut Hoge Raad. Hoge Raad telah
merumuskan bahwa penetapan kerugian harus dilakukan berdasarkan ukuran- ukuran objektif secara abstrak.
152
Selain kerugian harta benda kerugian ekonomi, dalam hukum perlindungan konsumen dikenal pula kerugian fisik, begitu pula kerugian karena cacat dan
kerugian akibat produk cacat, namin pembedaan tersebut tidak penting dalam kasus perlindungan konsumen, tapi yang paling penting adalah konsumen
mengalami kerugian karena mengkonsumsi suatu produk tertentu. Ganti kerugian dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hanya meliputi pengembalian
uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Ini berarti bahwa ganti kerugian yang dianut dalam UUPK adalah ganti kerugian Subjektif.
153
Lingkup Tanggung Jawab Pembayaran Ganti Kerugian
Secara umum tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi,
152
Ibid, hlm.99.
153
Ibid, hlm. 80.
Universitas Sumatera Utara
fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan, yang secara garis besar hanya ada dua kategori, yaitu tuntutan ganti
kerugian berdasarkan wanprestasi dan tuntutan ganti kerugian yang berdasarkan perbuatan yang melanggar hukum.
154
a. Tuntutan Berdasarkan Wanprestasi
Dalam penerapan ketentuan yang berada dalam lingkungan hukum privat tersebut, terdapat perbedaan esensial antara tuntutan ganti kerugian yang
didasarkan pada wanprestasi dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum. Apabila tuntutan ganti kerugian berdasarkan
wanprestasi, maka terlebih dahulu terguigat dengan penggugat produsen dengan konsumen terikat suatu perjanjian. Dengan demikian, pihak ketiga bukan
sebagai pihak dalam perjanjian yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti kerugian dengan alasan wanprestasi. Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya
wanprestasi merupakan akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban
jaminangaransi dalam perjanjian. Bentuk-bentuk wanprestasi ini dapat berupa :
155
a. debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;
b. debitur terlambat dalam memenuhi prestasi;
c. debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya
b. Tuntutan Berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum
154
Ibid, hlm.72.
155
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perikatan yang lahir dari perjanjian karena terjadinya wanprestasi, tuntutan ganti kerugian yang
didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen, sehingga tuntutan ganti kerugian
dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara produsen dengan konsumen. Dengan demikian, pihak
ke tiga pun dapat menuntut ganti kerugian. Untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum.
Hal ini berarti bahwa untuk dapat menuntut ganti kerugian harus dipenuhi unsur- unsur sebagai berikut
156
1 ada perbuatan melanggar hukum;
:
2 ada kerugian;
3 ada hubungan antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian; dan
4 ada kesalahan.
5. Penyelesaian Sengketa Konsumen