BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan komunikasi pada era globalisasi saat ini mengakibatkan aktivitas ekonomi tidak lagi terkungkung oleh batas-batas negara.
Fenomena-fenomena regionalisme yang terjadi diberbagai belahan dunia dewasa ini seperti ASEAN atau Uni Eropa juga semakin mengurangi ikatan batas-batas
negara. Dengan kata lain, batas-batas negara pada taraf tertentu menjadi relatif tidak terlalu signifikan. Fenomena ini sebagian besar diwarnai pula oleh semakin
meningkatnya saling ketergantungan interdependensi ekonomi di dunia. Ketergantungan ini disebabkan karena bervariasinya sumber daya alam atau
faktor-faktor dominan lainnya. Misalnya, jumlah penduduk, teknologi atau ekonomi, antara suatu negara dengan negara lainnya.
1
Perdagangan internasional merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap negara. Oleh karena itu, sangat diperlukan hubungan perdagangan antar negara
yang tertib dan adil. Untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan dibidang perdagangan internasional diperlukan aturan-aturan yang mampu menjaga serta
memelihara hak-hak dan kewajiban para pelaku perdagangan internasional ini. Perangkat hukum internasional yang mengatur hubungan dagang antar negara
terkandung dalam dokumen GATT General Agreement on Tariffs and Trade
1
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
yang ditandatangani negara-negara pada tahun 1947 dan mulai diberlakukan sejak tahun 1948. Dari waktu ke waktu ketentuan GATT disempurnakan lewat berbagai
putaran perundingan Round terakhir lewat perundingan-perundingan Putaran Uruguay 1986-1994 yang berhasil membentuk sebuah organisasi perdagangan
dunia World Trade Organization WTO. Badan inilah yang selanjutnya akan melaksanakan dan mengawasi aturan-aturan perdagangan internasional yang telah
dirintis GATT sejak tahun 1947. Aturan-aturan GATT 1947 diintegrasikan ke dalam sistem WTO, yang tidak hanya mengatur perdagangan barang akan tetapi
juga perdagangan jasa, masalah hak milik intelektual, dan aspek-aspek penanaman modal terkait.
2
GATT Persetujuan Umum Tarif dan Perdagangan adalah suatu kesepakatan perdagangan multilateral yang berlaku sejak tahun 1948 dengan tujuan utama:
1. Menciptakan perdagangan bebas 2. Membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan negara
berkembang, sehingga tercapai peningkatan kesejahteraan umat manusia. Dengan beranggotakan 106 negara 1992 GATT sangat berpengaruh dan
menentukan hubungan perdagangan antar bangsa. Dapat dikatakan bahwa 90 perdagangan multilateral dikuasai oleh sistem perdagangan yang diatur oleh
GATT. Selain GATT merupakan pedoman bagi hubungan antar bangsa, GATT merupakan forum konsultasi dan perundingan dalam menghadapi masalah
2
Nursalam Sianipar, Aspek Hukum Peran Serta Pemerintah Dalam Mengantisipasi Pasar Bebas, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Depatermen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia RI, 2001, hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
barier perdagangan. Dalam kerangka forum inilah dikenal Round putaran perundingan yang membahas masalah untuk menurunkan atau menghapus
hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif.
3
Dengan disetujuinya hasil perundingan Uruguay Round dan dibentuknya WTO sebagai lembaga penerus GATT maka struktur dan sistem pengambilan
keputusan yang berlaku dalam GATT juga turut disesuaikan dengan ketentuan dalam perjanjian baru tersebut. WTO adalah suatu lembaga perdagangan
multilateral yang permanen. Sebagai suatu organisasi permanen, maka peranan WTO akan lebih kuat dari pada GATT. Hal ini secara langsung tercermin dalam
struktur organisasi dan sistem pengambilan keputusan.
4
Sebagai salah satu negara anggota sekaligus sebagai negara pendiri WTO Word Trade Organiszation, Indonesia terikat dalam perjanjian-perjanjian
perdagangan internasional. Konsekuensi penting dari keanggotaan suatu organisasi dunia seperti WTO Word Trade Organiszation, yang diratifikasi
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organiszation Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia pada tanggal 2 November 1994 mewajibkan Indonesia berhati-hati dalam memberlakukan peraturan ekonomi.
5
Era Globalisasi ekonomi pada saat ini sangat erat kaitannya dengan pasar bebasperdagangan bebas free trade. Pasar bebas yaitu sebuah konsep ekonomi
3
Ibid., hlm. 32.
4
Ibid., hlm. 46.
5
Ibid, hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor impor atau hambatan perdagangan lainnya. Pasar bebas membuka lebar persaingan
perdagangan antar negara secara bebas terbuka. Perdagangan ini tidak dihambat oleh campur tangan pemerintah, baik dalam bentuk tarif maupun hambatan-
hambatan lainnya. Sehingga menuju pada liberalisasi perdagangan yang bersifat bebas terbuka yang dilakukan oleh antar negara-negara dapat mempengaruhi
sistem pasar suatu negara.
6
Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung dengan kemajuan teknologi komunikasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang
danatau jasa. Dengan demikian banyak barang impor masuk ke Indonesia. Kondisi tersebut, di satu sisi mempunyai manfaat bagi konsumen karena
memungkinkan produk-produk dari negara lain memenuhi pasar Indonesia, segala kebutuhan konsumen dapat terpenuhi, serta semakin terbuka lebar kebebasan
untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan jasa sesuai keinginan dan kemampuan konsumen, terutama kebebasan untuk memilih produk beras sebagai
kebutuhan pokok konsumen. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi
hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan yang aman,
bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan
6
Puteri C.E, “Pasar Bebas”, www.putericitraeffendy.blogspot.com201205pasar-
bebas_19.html diakses tanggal 4 November 2013
Universitas Sumatera Utara
yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
7
Slogan “Tak Kenyang Bila Tak Makan Nasi” kiranya cocok untuk menggambarkan beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia pada
umumnya. Tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi pada beras, tidak sesuai dengan sifat masyarakat itu sendiri yang tidak swasembada, sehingga terjadinya
perbandingan terbalik antara tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi sedangkan ketersediaan beras yang ada terbatas. Hal inilah yang mendorong Pemerintah
harus mengambil kebijakan-kebijakan penting guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan beras.
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri akan komoditi beras adalah dengan cara
melakukan kebijakan impor beras, pada prinsipnya liberalisasi perdagangan tidak boleh melalui impor. Hal ini dikarenakan liberalisasi perdagangan didasari pada
keyakinan bahwa kemakmuran individu dan masyarakat diusahakan dengan memberikan kesempatan untuk mengejar kepentingannya sendiri dengan sebebas-
bebasnya. Maka untuk menghindari keegoisan untuk mengejar kepentingan sendiri dengan sebebas-bebasnya, negara diberikan hak untuk melindungi
komoditi sektor dalam negerinya yang dianggap masih lemah yang belum mampu bersaing secara bebas terbuka. Misal sektor pertaniannya, diberlakukan peraturan
dalam kebijakan impor, terutama kebijakan impor pada sektor-sektor komoditi yang riskan, komoditi konsumsi umum. Ir. Dahler, MMA mengatakan :
7
Konsederan Menimbang Huruf a dan Huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
Universitas Sumatera Utara
“Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan impor beras terbesar
dibandingkan negara-negara lainnya. Negara-negara pengimpor beras ke Indonesia pada saat ini masih yaitu antara lain:
Thailand, Vietnam, dan Philiphina.”
8
Dengan adanya impor beras yang masuk ke dalam pasar Indonesia, pemerintah perlu kiranya memperhatikan perlindungan konsumen beras impor
tersebut didalam negeri. Menurut Prof. Hans W. Micklitz, dalam perlindungan konsumen secara garis besar dapat ditempuh dua model kebijakan. Pertama,
kebijakan yang bersifat komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang memadai kepada konsumen hak atas
informasi, Kedua, kebijakan kompensatoris, yaitu kebijakan yang berisiskan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen hak atas kesehatan dan
keamanan. Maka dari itu setiap kebijakan import yang dilakukan oleh pemerintah dianggap perlu memperhatikan dua model kebijakan tersebut.
9
Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan
perlindungan konsumen dengan produsen. Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah. Lebih-lebih
jika produk yang terbatas, produsen dapat menyalah gunakan posisinya yang monopolis tersebut. Hal itu tentu saja akan merugikan konsumen. Kerugian-
kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut dapat timbul sebagai akibat dari
8
Hasil Wawancara dengan Bapak Ir. Dahler, MMA , Seketaris Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, wawancara dilakukan pada hari Senin, Tanggal 25 November 2013.
9
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : Grasindo, 2004, hlm. 60.
Universitas Sumatera Utara
adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh produsen.
10
Kondisi konsumen yang banyak dirugikan,memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-hak konsumen dapat ditegakkan. Namun,
sebaliknya perlu diperhatikan bahwa dalam memberikan perlindungan kepada
konsumen, tidak boleh justru mematikan usaha produsen, karena keberadaan produsen merupakan suatu yang esensial dalam perekonomian negara. Oleh
karena itu, ketentuan yang memberikan perlindungan konsumen harus juga diimbangi dengan ketentuan yang memberikan perlindungan kepada produsen,
sehingga perlindungan konsumen tidak justru membalik kedudukan konsumen dari kedudukan yang lemah menjadi lebih kuat, dan sebaliknya produsen yang
menjadi lemah.
11
Disisi lain, kebijakan impor beras yang diambil oleh pemerintah, dapat menjadi boomerang sendiri dan mengancam kesejahteraan dan kemakmuran kaum
petani beras yang sampai saat ini belum berhasil bersaing sejajar dengan beras- beras import yang beredar didalam negeri. Kurangnya pengetahuan akan
teknologi, semakin berkurangnya lahan untuk bercocok tanam padi, fasilitas infrastruktur yang tidak disediakan oleh pemerintah dengan baik membuat petani
beras Indonesia semakin terpuruk. Selain itu, paradigma masyarakat dengan kemampuan daya beli tinggi bahwa “barang impor lebih berkualitas dibandingkan
barang produksi dalam negeri” sangatlah kuat. Padahal paradigma tersebut belum tentu kebenarannya. Hal inilah, yang membuat konsumsi beras impor didalam
10
Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Konsumen Bagi Konsumen di Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2011, hlm. 1.
11
Ibid., hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
negeri sangat banyak, khususnya oleh masyarakat yang memiliki kemampuan daya beli tinggi. Maka dari itu, penting kiranya pemerintah memberikan perhatian
khusus terhadap produksi beras dalam negeri guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan petani beras Indonesia, dan juga memperhatikan kualitas, mutu dan
menjamin kesehatan masyarakat sebagai konsumen beras impor. Produksi beras dalam negeri masih dianggap sebagai invant industry, industri
kecil yang belum dapat bersaing secara sejajar dengan produk beras impor dari luar. Demi memperhatikan kesejahteraan petani dan memajukan produksi beras
dalam negeri yang menyangkut kepentingan masyarakat umum negara diberikan hak untuk mengatur tata niaga beras tersebut sendiri. Indonesia belum melepas
sepenuhnya perdagangan komoditi beras pada perdagangan bebas. Indonesia masih mengontrol tarif dan kuota impor beras tersebut dalam peraturan tata niaga
komoditi beras. Beras merupakan komoditi strategis sebagai bahan pangan bagi masyarakat Indonesia, sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan dan
distribusi beras menjadi sangat penting dalam rangka ketahanan pangan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani beras maupun dalam rangka
stabilitas kepentingan konsumsi masyarakat secara umum. Berdasarkan hal itu pemerintah perlu mengatur tata niaga komoditi beras dalam sebuah peraturan,
kegiatan impor beras telah diatur pada Surat Keputusan Menperindag Nomor 12M-DAGPER42008
. Perdagangan bebas akan mengakibatkan masuknya barang-barang impor ke
suatu negara dan bisa saja menguasai pasar suatu produk dalam negeri sendiri. Masuknya barang import secara bebas maka perlu upaya untuk melindungi
Universitas Sumatera Utara
konsumen dari barang import yang beredar. Instrumen hukum perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Berkaitan dengan hal yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk
memilih topik tentang ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGATURAN TATA NIAGA BERAS PADA ERA PASAR
BEBAS. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas yang menjadi permasalahan dalam pembahasan selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan tata niaga beras di Indonesia pada era pasar bebas ? 2. Bagaimana prinsip-prinsip hukum perlindungan konsumen terkait dengan tata
niaga beras pada era pasar bebas ? 3. Bagaimana peran pemerintah dalam melindungi konsumen beras impor?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.Tujuan