Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas dalam Berbagi Pakaian dengan
Teman No.
Intensitas Frekuensi
1. 2.
Sering Kadang-kadang
18 2
90 10
Total 20
100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.22 disimpulkan bahwa intensitas dalam berbagi pakaian dengan teman sering dilakukan oleh warga binaan. Responden mengaku bahwa tidak
jarang mereka kekurangan pakaian pribadi sehingga harus meminjam pakaian dengan teman, banyak alasan yang melatarbelakangi hal ini, yaitu karna kehilangan
pakaian saat menjemur, cuaca yang tidak mendukung ketika menjemur pakaian sehingga pakaian menjadi tidak kering dan pengurus panti yang kurang intensif
dalam mendata atau memastikan kebutuhan pakaian anak.
10. Akses Terhadap Pendidikan dan Kesehatan A. Akses Terhadap Pendidikan
I. Kondisi dan Akses Terhadap Pendidikan
Pendidikan formal, non formalvokasional dan informal yang diterima anak yang tinggal dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak adalah bagian dari rencana
pengasuhan anak sehingga harus disesuaikan dengan jenis pengasuhan dan jangka waktu anak tinggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, baik dalam pengasuhan
darurat maksimal 3 bulan, pengasuhan jangka pendek 3 sampai 18 bulan dan pengasuhan jangka panjang lebih dari 18 bulan.
Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:
Sekretaris panti:“Disini salah satu programnya adalah menyelesaikan pendidikan wajib belajar 12 tahun, jadi rencana pengasuhan tidak ada yang
sifatnya jangka pendek, semua anak diasuh ya paling tidak sampai mereka lulus SMA. Karena rujukan ke panti juga didominasi oleh
keluarga yang tidak mampu menyekolahkan anaknya. Kalau panti melepas anak sebelum mereka lulus SMA, dikhawatirkan ketika
sudah diluar mereka jadi tidak mau melanjutkan sekolahnya. Panti juga membuat program keterampilan atau pendidikan non formal
seperti dalam bidang bercocok tanam dan membordir tujuannya untuk meningkatkan kemampuan lifeskill anak-anak, tapi kalau
program membordirnya tahun ini sudah tidak dilaksanakan lagi, karena kendala biaya”.
Panti asuhan harus mendukung anak untuk memperoleh pendidikan formal baik di dalam maupun di luar panti asuhan. Panti asuhan mendukung anak untuk
menempuh pendidikan non formal jika tidak berhasil dalam jalur pendidikan formal, melalui jalur paket A, B dan C, serta memfasilitasi anak untuk memperoleh
pendidikan vokasionalinformal dalam bentuk pelatihan keterampilan kerja, sesuai dengan minat dan kebutuhan usia anak tanpa diskriminasi atas dasar apapun, juga
tidak membatasi pilihan keterampilan anak misalnya anak perempuan hanya boleh memilih keterampilan menjahit dan anak laki-laki keterampilan pertukangan.
II. Seleksi dan Pilihan Pendidikan
1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mendukung anak untuk
memperoleh akses pada pendidikan formal, non formal dan informal sesuai perkembangan usia, minat, dan rencana pengasuhan mereka selama
tinggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. 2.
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mendukung tercapainya tujuan akademis pendidikan bagi anak selama tinggal di dalam Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak, dengan memfasilitasi penyediaan berbagai fasilitas penunjang pendidikan seperti peralatan belajar, sarana
transportasi, bimbingan belajar dan fasilitas lainnya. 3.
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak mendukung anak untuk melakukan pilihan yang terkait dengan pendidikan selama tinggal di dalam Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak, dengan memberikan informasi memadai dan pertimbangan bagi pilihan anak, memfasilitasi diskusi untuk membahas
berbagai alternatif pilihan. 4.
Lembaga harus mendukung tercapainya fungsi sosial pendidikan bagi anak selama tinggal dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, melalui
keterlibatan dalam kegiatan ekstrakulikuler dan dalam kegiatan sosial lain yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan sekurang-kurangnya
dengan pemberian ijin, fleksibilitas waktu dan dukungan dana.
Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Pendidikan Formal, Non-Formal
Maupun Informal
No. Kategori
Frekuensi
1. 2.
Mendukung Kurang mendukung
15 5
75 25
Total 20
100 Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.23 dapat disimpulkan bahwa panti asuhan mendukung segala bentuk kegiatan dalam bidang pendidikan baik yang bersifat formal dan non
formal selama berkaitan dengan kepentingan terbaik warga binaan. Warga binaan mendapatkan pendidikan formal sesuai dengan perkembangan usia mereka dimulai
dari tingkat SD dan SMA. Panti asuhan juga mendukung warga binaan untuk mengikuti kegiatan tambahan atau ekstrakulikuler seperti paskibra dan pramuka.
Sedangkan responden yang merasa kurang didukung dalam mendapatkan pendidikan formal, non-formal dan informal mengaku bahwa pengurus panti tidak
memberikan alternatif pilihan sekolah sehingga mereka harus memperoleh pendidikan di sekolah yang didirikan oleh yayasan.
Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas Penunjang Pendidikan
No. Fasilitas Penunjang Pendidikan
Frekuensi
1. 2.
Peralatan belajar Les tambahan
19 1
95 5
Total
20 100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.24 dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh responden telah terpenuhi kebutuhan peralatan belajarnya seperti buku tulis, alat tulis, tas,
sepatu dan seragam sekolah. Hal ini tentu sangat diperlukan sebagai salah satu fasilitas penting yang menunjang keberhasilan pendidikan anak. Sedangkan satu
orang responden mengaku pernah mendapatkan les tambahan yang berguna untuk meningkatkan kemampuan akademisnya, guru les didatangkan oleh panti asuhan dan
menyesuaikan dengan perkembangan belajar warga binaan di sekolah sebelum masuk panti asuhan.
Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Informasi Tentang Alternatif
Pilihan Sekolah No.
Kategori Frekuensi
1. 2.
Ada Tidak ada
15 5
75 25
Total 20
100
Sumber: Data Primer, 2015
Menurut tabel 5.25 diatas dapat disimpulkan bahwa panti asuhan memberikan informasi mengenai alternatif pilihan sekolah kepada warga binaannya. Responden
menyatakan bahwa pengurus panti dalam merencanakan pendidikan mereka terlebih dahulu menanyakan persetujuan sebelum mendaftarkan ke sekolah tertentu pada saat
melakukan asesmen lanjutan. Sedangkan 25 responden mengaku tidak pernah menerima informasi apapun terkait alternatif pendidikan baik mengenai jenis
pendidikan yang dapat diakses sesuai dengan kebutuhan, tempat kursus tambahan, nama dan berbagai variasi pendidikan baik umum maupun kejuruan serta kekurangan
dan kelebihan dari berbagai jenis pendidikan. Bahkan jika mampu, panti asuhan harus memberi berbagai dukungan lain yang dianggap perlu untuk membantu warga
binaan mewujudkan pilihannya.
Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Keterlibatan Warga Binaan dalam
Menentukan Pendidikan No.
Kategori Frekuensi
1. 2.
3. Dilibatkan
Kurang dilibatkan Tidak dilibatkan
17 2
1 75
10 5
Total
20 100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.26 dapat disimpulkan bahwa panti asuhan melibatkan warga binaan dalam menentukan pendidikannya. Warga binaan didukung untuk
mengambil keputusan melalui diskusi dengan teman, orang tua atau wali dan pengasuh yang ikut memberikan pertimbangan. Sedangkan responden yang
menjawab kurang dilibatkan bahkan tidak dilibatkan dalam menentukan pendidikannya mengaku bahwa panti asuhan mendaftarkan mereka ke sekolah
tertentu berdasarkan keputusan sendiri tanpa menanyakan kesediaan terlebih dahulu. Dalam hal ini peran pengasuh sangatlah diperlukan dalam membantu mencari
alternatif solusi jika warga binaan mengalami kesulitan dalam hal pendidikan, melalui pengadaan diskusi.
Tabel 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Sekolah
No. Kategori
Frekuensi
1. 2.
3. Puas
Kurang puas Tidak puas
12 7
1 60
35 5
Total 20
100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.27 dapat disimpulkan bahwa responden merasa puas terhadap sekolah mereka sekarang. Sebagian besar warga binaan didaftarkan ke
sekolah milik Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah yang berlokasi sama dengan panti asuhan. Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah membuka sekolah untuk tingkat
pendidikan SMPMts dan SMAMA, sedangkan untuk tingkat SD biasanya warga binaan didaftarkan di SD Swasta YAPSI karena salah satu pengurus panti merupakan
kepala sekolah di sekolah tersebut. Alasan responden yang merasa kurang puas bahkan tidak puas terhadap
sekolahnya, peneliti rangkum dalam wawancara dengan responden sebagai berikut: Responden: “Karena orangnya itu-itu aja kak, lingkungannya juga sama, kurang
seru jadinya. Temannya gak nambah, kayak kurang berkembang pergaulannya, trus gak bisa naik angkot karena sekolah sama panti kan
satu tempat, aku suka naik angkot kak biar sekalian jalan-jalan.”
Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan dalam Pemenuhan
Perlengkapan Sekolah No.
Kategori Frekuensi
1. 2.
3. Memuaskan
Kurang memuaskan Tidak memuaskan
15 4
1 75
20 5
Total 20
100
Sumber: Data Primer, 2015
Menurut tabel 5.28 dapat dilihat bahwa responden sudah merasa puas atas terpenuhinya kebutuhan perlengkapan sekolah yang disediakan oleh panti asuhan
seperti alat tulis, buku tulis, tas, sepatu, dan seragam sekolah. Sementara responden yang merasa kurang puas bahkan tidak puas atas pemenuhan kebutuhan
perlengkapan sekolah menyatakan bahwa respon panti asuhan dalam memenuhi kembali perlengkapan sekolah yang sudah habis seperti alat tulis dikategorikan
lambat.
Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kegiatan
Ekstrakulikuler No.
Kategori Frekuensi
1. 2.
Ikut Tidak ikut
15 5
75 25
Total 20
100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.29 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar warga binaan antusias untuk ikut serta dalam kegiatan tambahan atau ekstrakulikuler.
Kegiatan ekstrakulikuler yang mayoritas diikuti warga binaan adalah paskibra dan pramuka. Semua kegiatan ini berlangsung seusai aktifitas belajar mengajar di kelas
ataupun hari libur nasional. Sementara responden yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakulikuler mengaku merasa lelah dan malas jika harus mengikuti kegiatan
tambahan seusai pulang sekolah.
III. Review Perkembangan Pendidikan Anak
1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memberi perhatian pada
perkembangan pendidikan anak, dengan melakukan review secara berkala bersama dengan penyelenggara pendidikan dimana anak bersekolah
minimal 3 bulan sekali. 2.
Pengurus dan petugas Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus membuka diri untuk dihubungi sewaktu-waktu oleh pihak penyelenggara
pendidikan untuk mendiskusikan perkembangan dan hambatan terkait dengan pendidikan anak.
Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:
Sekretaris panti:“Ada program tentang kemajuan pembelajaran di sekolah, setiap anak menerima rapot per semester selalu di review oleh pengurus.
Jadi dari awal panti memberikan target kepada anak-anak, misalnya untuk SD kelas 1-3 nilai rata-ratanya minimal harus 7,
kalau SD kelas 4-6 rata-rata nilai 7,3. Dari rapotnya nanti dilhat memenuhi target atau tidak. Kalau tidak sesuai, pengurus
mendatangi sekolah untuk mencari tahu bagaimana metode belajar anak, kesalahan di sekolah atau didikan panti. Selalu seperti itu.”
Dalam hal ini, pengasuh bertanggung jawab untuk berkomunikasi dengan pihak penyelenggara pendidikan demi kepentingan pendidikan anak sekaligus
mencari alternatif solusi jika memang anak dirasa mengalami kesulitan dalam memahami dan menelaah pelajaran di sekolah.
IV. Keterlibatan Orang Tua dan Keluarga dalam Pendidikan Anak
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus melibatkan orang tua atau wali anak dalam membuat berbagai keputusan tentang pendidikan anak.
Tabel 5.30 Distribusi Responden Berdasarkan Keterlibatan Orang Tua Kerabat dalam
Urusan Pendidikan No.
Kategori Frekuensi
1. 2.
3. Dilibatkan
Kurang dilibatkan Tidak dilibatkan
15 1
4 75
5 20
Total
20 100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.30 disimpulkan bahwa orang tua ataupun kerabat warga binaan dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting terkait masalah pendidikan.
Panti asuhan mendiskusikan dan menginformasikan kepada orang tua atau kerabat warga binaan tentang perkembangan pendidikan selama diasuh di panti asuhan
sekaligus mencari solusi dalam permasalahan terkait dengan pendidikan baik saat
melakukan asesmen awal maupun setelah anak diasuh di panti asuhan. Sedangkan responden yang mengatakan bahwa orang tua atau kerabatnya kurang dilibatkan
bahkan tidak dilibatkan dalam urusan pendidikannya, mengaku bahwa seluruh keluarga bertempat tinggal jauh dari lingkungan panti, sehingga orang tua atau
kerabat memberikan kepercayaan penuh kepada pengurus panti dalam menentukan pendidikan anaknya selama diasuh di panti asuhan.
Panti asuhan menginformasikan perkembangan pendidikan anak pada orang tuawali termasuk hasil review dengan penyelenggara pendidikan. Pengasuh
memfasilitasi diskusi antara anak dengan orang tuawali dalam pembuatan keputusan yang terkait dengan pendidikan anak.
B. Akses Terhadap Kesehatan I. Kondisi dan Akses Terhadap Kesehatan
1. Kondisi kesehatan atau kecacatan anak tidak boleh menjadi pertimbangan
bagi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak menolak memberikan pelayanan bagi anak, kecuali ada bukti secara jelas bahwa perawatan anak
dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak akan bertentangan dengan kepentingan terbaik mereka karena panti atau lembaga asuhan tidak
memiliki fasilitas untuk menyediakan pelayanan kesehatan khusus yang dibutuhkan anak.
2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus menjalin kerja sama dengan
lembaga atau perorangan yang bisa memberikan dukungan fasilitas kesehatan.
3. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus melakukan review tentang
kebutuhan kesehatan anak dan kesesuaiaannya dengan pelayanan
kesehatan yang diberikan panti oleh tenaga yang berwewenang dalam bidang kesehatan dan Kementerian Kesehatan.
Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:
Sekretaris panti:“Ketika melakukan asesmen awal ada diidentifikasi penyakit apa saja yang diderita anak, dilengkapi dengan surat berbadan sehat
juga. Tujuannya supaya panti tahu dalam memberikan penanganan kedepannya untuk anak. Panti bekerja sama dengan puskesmas
yang dekat dengan lingkungan panti. Kalau anak-anak sakit langsung bisa dirujuk kesana, kalau puskesmas tidak
menyanggupi, pasti selalu dirujuk ke rumah sakit besar. Sebulan sekali panti melakukan review tentang kesehatan anak. Misalnya
demam, batuk, atau flu. Seratus orang anak dalam satu tahun sakit apa saja yang diderita, lalu dilihat faktor apa saja yang
menyebabkan anak sakit, lingkungan atau makanan kah. Selalu seperti itu”
Apabila berdasarkan asesmen dan persetujuan anak dan keluarganya anak harus mendapatkan pengasuhan alternatif di panti asuhan, maka anak berhak untuk
mendapatkan pengasuhan di panti asuhan walaupun dalam keadaan sakit atau cacat. Jika panti asuhan tidak memiliki fasilitas yang terkait dengan kesehatan dan
kecacatan anak, maka anak segera dirujuk ke panti asuhan yang memiliki fasilitas yang dibutuhkan anak atau bekerja sama dengan instansi terkait dalam memenuhi
pelayanan kesehatan dan kecacatan ynag dialami anak. Panti asuhan melakukan review tentang kebutuhan kesehatan anak dan kesesuaiannya dengan pelayanan
kesehatan yang diberikan panti asuhan.
II. Respon Terhadap Masalah Kesehatan Anak
1. Anak harus segera mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan
jika terdapat gejala-gejala yang menunjukkan bahwa anak sakit. 2.
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak memiliki prosedur untuk merespon keluhan kesehatan anak jika sakit termasuk dalam situasi darurat.
3. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memiliki prosedur untuk anak
yang meninggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, yaitu melaporkan kematian anak kepada keluarganya, pemerintah setempat,
kepolisian dan lembaga kesehatan jika diperlukan serta Dinas SosialInstansi Sosial.
Tabel 5.31 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan Warga Binaan Selama
Masa Pengasuhan No.
Kategori Frekuensi
1. 2.
Pernah sakit Tidak pernah sakit
19 1
95 5
Total
20 100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.31 diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar warga binaan pernah mengalami sakit selama diasuh di panti asuhan. Namun jenis penyakit
yang dialami oleh warga binaan bukan tergolong penyakit-penyakit serius atau yang memerlukan perawatan intensif. Warga binaan sering mengalami demam, batuk, flu
dan meriang.
Tabel 5.32 Distribusi Responden Berdasarkan Perawatan Selama Warga Binaan Sakit
No. Kategori
Frekuensi
1. 2.
3. Rumah sakitklinikpuskesmas
Asrama Tidak dirawat
9 8
3 45
40 15
Total 20
100 Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.32 dapat disimpulkan bahwa 45 responden mengaku dirawat di rumah sakitklinikpuskesmas jika sedang mengalami sakit. Sedangkan
40 responden mendapatkan perawatan di asrama dimana pengurus panti memanggil tenaga medis untuk melakukan pemeriksaan, dan 15 responden
menyatakan tidak dirawat dimanapun yaitu warga binaan merawat dirinya sendiri tanpa bantuan pihak manapun.
Proses perawatan selama warga binaan mengalami sakit, peneliti rangkum dalam wawancara dengan responden sebagai berikut:
Responden 1:“Kami biasanya kak, memang dibawa ke rumah sakit, tapi setelah mendapatkan pemeriksaan disana terus dikasih obat, yasudah
dibawa lagi ke asrama. Gak perlu rawat inap.” Responden 2:“Rawat sendiri sih kak, kalau pusing misalnya paling minta obat,
terus istirahat aja didalam kamar sampai ngerasa baikan.”
Tabel 5.33 Distribusi Responden Berdasarkan Respon Panti Asuhan dalam Menanggapi
Keluhan Ketika Sakit No.
Kategori Frekuensi
1. 2.
3. Cepat
Kurang cepat Tidak cepat
9 7
4 45
35 20
Total 20
100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.33 disimpulkan bahwa panti asuhan kurang cepat dalam menanggapi keluhan kesehatan warga binaan. Tidak jarang responden mengaku
memberikan keluhan karena mengalami sakit namun mendapatkan respon yang lambat dari pengasuh bahkan pernah sama sekali tidak mendapatkan respon. Alasan
yang paling sering dihadapi respoden atas lambatnya respon dalam menanggapi keluhan adalah pengasuh sedang tidak berada di lingkungan panti. Sehingga warga
binaan harus melakukan perawatan sendiri. Sedangkan responden yang mengaku mendapatkan respon yang cepat dari pengasuh ketika sedang mengeluh sakit
menyatakan bahwa pengasuh segera memberikan obat jika warga binaan diindikasi mengalami sakit tertentu.
Dalam kondisi ini, seharusnya panti asuhan memiliki staf khusus yang bertanggung jawab untuk menangani masalah kesehatan dan dapat dihubungi 24 jam
pada saat situasi darurat. Staf menindaklanjuti keluhan warga binaan dengan merujuk ke dokter atau rumah sakit atau staf yang memiliki kompetensi medis dapat langsung
menangani sesuai kebutuhan.
III. Pelayanan Kesehatan
1. Anak harus memperoleh pemeriksaan kesehatan secara regular dari
tenaga professional di bidang kesehatan untuk merekam catatan perkembangan kesehatannya.
2. Lembaga menjadwal pelayanan kesehatan regular minimal sebulan sekali
baik yang diselenggarakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak maupun bekerjasama dengan lembaga pelayanan kesehatan setempat.
3. Orang tua atau keluarga harus mendapat informasi tentang kondisi dan
perkembangan kesehatan anak selama tinggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, terlibat dalam perawatan anak yang sakit, dan pembuatan
keputusan yang terkait dengan tindakan kesehatan pada anak, termasuk ketika anak perlu dioperasi.
4. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak memfasilitasi akses anak kepada
program perlindungan kesehatan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
5. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memastikan bahwa setiap
anak menerima vaksinasi, imunisasi, vitamin, obat cacing, dan berbagai kebutuhan lain sesuai dengan usia dan kebutuhan tumbuh kembang
mereka. 6.
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak menyediakan peralatan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan P3K untuk kebutuhan darurat, yang diperiksa
secara reguler dan diperbarui isinya jika habis atau kadaluarasa.
Tabel 5.34 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Pemeriksaan oleh Tenaga Medis
No. Kategori
Frekuensi
1. 2.
3. Rutin
Kadang-kadang Tidak rutin
5 8
7 25
40 35
Total
20 100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.34 dapat dilihat bahwa warga binaan jarang mendapatkan pemeriksaan intensif dari tenaga profesional di bidang kesehatan, baik dalam hal
pengukuran tinggi badan, berat badan maupun golongan darah, imunisasi, pemeriksaan kesehatan terkait masalah pendengaran, penglihatan, gigi, dan penyakit
yang membutuhkan perawatan harian seperti maag atau asma sampai riwayat di rumah sakit. Panti asuhan seharusnya memfailitasi pembuatan dokumen riwayat
kesehatan setiap warga binaan oleh tenaga profesional, berdasarkan hasil pemeriksaan awal dan pemeriksaan regular yang dapat diakses jika diperlukan.
Tabel 5.35 Distribusi Responden Berdasarkan Penerimaan Vaksinasi, Imunisasi, Obat
Cacing dan Berbagai Kebutuhan Kesehatan Lainnya No.
Kategori Frekuensi
1. 2.
Ada Tidak ada
12 8
60 40
Total 20
100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.35 dapat disimpulkan bahwa 60 responden menerima vaksinasi, imunisasi, obat cacing dan berbagai kebutuhan kesehatan lainnya selama
diasuh di panti asuhan. Responden menyatakan bahwa panti asuhan memberikan obat-obatan atau berbagai kebutuhan kesehatan lainnya jika warga binaan diindikasi
mengalami penyakit tertentu, bukan menjadi suatu rutinitas yang sifatnya berkala. Sedangkan responden yang menjawab tidak pernah menerima vaksinasi, imunisasi,
obat cacing dan berbagai kebutuhan kesehatan lainnya mengaku tidak pernah mengalami sakit yang membutuhkan obat-obatan jenis tersebut.
Tabel 5.36 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Peralatan P3K
No. Kategori
Frekuensi
1. 2.
Ada Tidak ada
10 10
50 50
Total
20 100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.36 dapat disimpulkan bahwa sebagian responden menyatakan bahwa panti asuhan menyediakan peralatan Pertolongan Pertama pada
Kecelakaan P3K yang membantu ketika warga binaan mendapatkan cedera yang bersifat darurat, seperti ketika sedang bermain atau terjatuh. Sedangkan 50
responden mengaku bahwa panti asuhan tidak menyediakan peralatan pertolongan Pertama pada Kecelakaan P3K menyatakan tidak pernah mendapatkan pengobatan
ketika mengalami kecelakaan darurat saat sedang bermain ataupun sewaktu sedang melakukan kegiatan ekstrakulikuler.
IV. Promosi Kesehatan Diri dan Reproduksi
1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mempromosikan dan
menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan untuk mendukung perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari di Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak. 2.
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi, bahaya merokok dan narkoba sesuai perkembangan
usia anak. 3.
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak melakukan identifikasi dan tindak pencegahan bagi penyakit-penyakit yang potensial menjadi epidemi di
daerah sekitar panti atau lembaga asuhan, seperti malaria, TBC, demam berdarah, kaki gajah, atau chikungunya melalui pemberian informasi pada
anak dan berbagai tindakan yang diperlukan. Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti sebagai
berikut: Sekretaris panti:“Panti asuhan sering mengadakan kerja bakti untuk membersihkan
lingkungan panti, peralatan kebersihan juga disediakan disini, sapu ijuk, sapu lidi, tong sampah, sikat, sabun pembersih dan pel
lantai. Anak-anak kan juga punya jadwal piket, jadi rutinitas membersihkan kamar bisa dilakukan setiap hari. Kami juga
mengontrol kebersihan lingkungan panti.” Panti asuhan memfasilitasi, mengingatkan, dan memberi contoh kepada anak
untuk memelihara kebiasaan hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dengan menyediakan tempat sampah, membuang sampah pada tempatnya,
mencuci tangan sebelum makan, menggosok gigi setelah dan sebelum tidur, serta
menjaga kebersihan lingkungan panti asuhan.
Tabel 5.37 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Informasi Kesehatan
Reproduksi, Bahaya Merokok dan Narkoba No.
Kategori Frekuensi
1. 2.
Ada Tidak ada
18 2
90 10
Total
20 100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.37 dapat disimpulkan bahwa panti asuhan memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi seperti bagi warga binaan perempuan yang
akan mengalami menstruasi, tanda-tanda fisik dan psikis menjelang menstruasi, maupun perawatan kesehatan diri saat mengalami menstruasi, pemberian informasi
tentang bahaya kesehatan karena penggunaan narkoba dan bahaya merokok. Sementara responden yang mengaku tidak menerima pemberian informasi
menyatakan bahwa pengasuh tidak pernah mengajak berdiskusi terkait masalah kesehatan reproduksi, bahaya merokok dan narkoba. Seharusnya panti asuhan
melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan yang didampingi oleh tenaga profesional, serta menyediakan buku atau leaflet kesehatan yang dapat diakses oleh warga binaan.
Tabel 5.38 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Informasi Terkait Pencegahan
Penyakit yang Berpotensi Menjadi Epidemi di sekitar Panti Asuhan No.
Kategori Frekuensi
1. 2.
Ada Tidak ada
14 6
70 30
Total 20
100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.38 dapat disimpulkan bahwa panti asuhan memberikan informasi tentang pencegahan terhadap penyakit yang berpotensi menjadi epidemi di
sekitar panti seperti demam berdarah, malaria, penyakit paru-paru dan kaki gajah melalui pengadaan diskusi. Sedangkan 30 responden mengaku tidak memliki
pengetahuan apapun terkait penyakit yang berpotensi menjadi epidemi di lingkungan panti asuhan seperti demam berdarah, malaria, penyakit paru-paru dan kaki gajah.
11. PrivasiKerahasiaan Pribadi Anak A. Menjaga Kerahasiaan Pribadi Anak