Makanan dan Pakaian A. Makanan

Responden : “Sejauh ini pengasuh masih dengar keluhan kami kak. Kalau kami bilang kurangnya apa, ya mereka cari jalan keluarnya. Sama-sama kami juga kak, pengasuh kayak teman juga jadinya, terbuka kak.” Panti asuhan mengatur waktu pertemuan secara regular misalnya bersifat bulanan untuk berbagi informasi dan menjaring pendapat anak tentang berbagai hal penting bagi anak. Hal ini bisa dilakukan pada saat penyusunan dan pelaksanaan aturan dalam panti, memberikan saran dan masukan bagi pelayanan panti, perencanaan dan pembuatan keputusan pengasuhan, termasuk tujuan penempatan anak serta berapa lama anak akan tinggal di panti asuhan.

9. Makanan dan Pakaian A. Makanan

I. Pola Makan

1. Anak harus mengkonsumsi makanan yang terjaga kualitas gizi dan nutrisinya sesuai kebutuhan usia dan tumbuh kembang mereka selama tinggal di dalam lembaga, dalam jumlah dan frekuensi yang memadai— makanan utama minimal 3 kali sehari dan snack minimal 2 kali dalam sehari. 2. Makanan harus disediakan dengan memperhatikan selera anak dan dilakukan secara teratur dengan waktu yang fleksibel sesuai situasi anak terkait waktu kepulangan anak dari sekolah atau kegiatan lainnya. 3. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak menjamin anak dengan kebutuhan nutrisi khusus, antara lain karena sakit mendapat makanan khusus sesuai kebutuhan mereka. 4. Anak dapat mengakses air minum matang dengan bebas bahkan di malam hari sekalipun. Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kebutuhan Makanan Utama No. Kategori Frekuensi

1. 2.

3 Kali Sehari 2 Kali Sehari 16 4 80 20 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Menurut tabel 5.9 dapat dilihat bahwa 80 responden menunjukkan telah mendapatkan kebutuhan makanan utama sebanyak 3 kali dalam sehari dan sebesar 20 responden mendapatkan makanan utama sebanyak 2 kali dalam sehari. Dalam hal ini, panti asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan dapat dikategorikan telah memenuhi frekuensi kebutuhan makanan utama warga binaan sesuai dengan standar pelayanan minimal. Responden yang mengaku hanya makan sebanyak 2 kali sehari memberikan alasan bahwa mereka merasa bosan dengan menu makanan yang jarang berganti. Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kebutuhan Makanan Tambahan No. Kategori Frekuensi

1. 2.

3. 2 Kali Sehari 1 Kali Sehari Tidak Pernah 8 6 6 40 30 30 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.10 dapat dilihat bahwa frekuensi pemenuhan kebutuhan makanan tambahan snack di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan dikategorikan belum memenuhi standar pelayanan minimal, karena hanya 40 responden yang mengaku menerima kebutuhan makanan tambahan snack sebanyak 2 kali dalam sehari, sedangkan 30 responden menjawab hanya 1 kali sehari dan 30 mengatakan tidak pernah menerima asupan makanan tambahan snack sama sekali. Beberapa responden mengaku bahwa makanan tambahan yang mereka dapatkan justru berasal dari uang jajan pribadi mereka. Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Variasi Menu Makanan No. Kategori Frekuensi

1. 2.

3. Berganti Jarang berganti Tidak berganti 10 9 1 50 45 5 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.11 diatas dapat disimpulkan bahwa panti asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan belum memenuhi standar pelayanan minima dalam memberikan variasi menu makanan kepada warga binaan. Tidak sedikit responden mengaku merasa jenuh dengan menu makanan yang jarang berganti. Responden lebih antusias dengan makanan yang diberikan melalui sumbangan dari masyarakat atau pihak dari luar panti karena dirasa lebih beragam. Panti asuhan sendiri tidak melibatkan warga binaan untuk berperan dalam menentukan menu makanan sehari-hari. Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kebutuhan Nutrisi No. Kategori Frekuensi

1. 2.

3. Memenuhi Kurang memenuhi Tidak memenuhi 15 3 2 75 15 10 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Menurut tabel 2.12 dapat diambil kesimpulan bahwa panti asuhan telah menyediakan makanan yang terjaga kualitas gizi dan nutrisinya. Panti asuhan menyeimbangkan antara kebutuhan sayuran, buah-buahan, daging, dan susu. Sedangkan 15 responden yang menyatakan bahwa makanan yang disediakan panti kurang memenuhi gizi dan 10 responden bahkan menjawab tidak memenuhi gizi, memberikan alasan yang sama yaitu karena panti asuhan menyediakan menu makanan yang jarang berganti. Panti asuhan seharusnya berkonsultasi pada ahli gizi tentang makanan yang memenuhi standar gizi bagi anak. Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Jadwal Makan Harian No. Kategori Frekuensi

1. 2.

3. Teratur Kurang teratur Tidak teratur 14 5 1 70 25 5 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.13 dapat disimpulkan bahwa panti asuhan dalam menyediakan makanan harian dilakukan secara teratur dengan memperhatikan situasi warga binaan terkait waktu kepulangan dari sekolah dan kegiatan lain ataupun terlambat karena mengikuti kegiatan tambahan seperti ekstrakulikuler. Panti asuhan memastikan tersedianya makanan bagi warga binaan yang pulang terlambat karena mengikuti kegiatan tambahan di sekolah. Pengasuh membantu anak untuk menetapkan waktu makan yang fleksibel disesuaikan dengan jawdal warga binaan dari sekolah. Sedangkan responden yang mengaku bahwa panti asuhan terkadang menyediakan makanan harian secara kurang teratur bahkan tidak teratur disebabkan keterlambatan dalam proses penyajian atau pemasakan makanan. Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Makanan dengan Kebutuhan Kesehatan Ketika Sakit No. Kategori Frekuensi

1. 2.

3. Sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai 14 5 1 70 25 5 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.14 disimpulkan bahwa panti telah menyesuaikan kebutuhan makanan dengan kondisi warga binaan ketika sedang sakit, jika warga binaan diindikasi mengalami alergi pada telur maka panti asuhan tidak memberikan telur sebagai menu makanan kepada warga binaan yang sedang mengalami sakit. Sedangkan alasan responden yang menjawab kurang sesuai, peneliti rangkum dalam wawancara dengan responden sebagai berikut: Responden 1:“Pernah kemarin sakit maag kak tapi dikasih makanan pedas, padahal sebelumnya udah dikasih tau sama pengasuh lagi sakit, mungkin gak tau yang masak kali kak.” Panti asuhan seharusnya melakukan identifikasi terhadap warga binaan yang memiliki kebutuhan khusus dan menyediakan kebutuhan mereka. Misalnya dengan mengikuti petunjuk dokter untuk mengupayakan kesembuhan anak. Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Air Minum Matang No. Kategori Frekuensi

1. 2.

Ada Tidak ada 18 2 90 10 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.15 dapat disimpulkan bahwa panti asuhan menyediakan air minum matang sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan pangan warga binaan, sedangkan responden yang menyatakan bahwa panti asuhan tidak menyediakan air minum matang memberikan alasan bahwa pengurus panti sering terlambat dalam menyediakan kembali air minum yang sudah habis, sehingga warga binaan pernah harus membeli sendiri air minumnya. Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Akses Terhadap Air Minum Matang No. Kategori Frekuensi

1. 2.

3. Bebas Kurang bebas Tidak bebas 17 2 1 85 10 5 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.16 dapat disimpulkan bahwa warga binaan dikategorikan bebas dalam mengakses air minum matang kapan saja, hal ini dikarenakan panti asuhan menyediakan air minum matang di masing-masing kamar warga binaan. Sedangkan responden yang mengaku kurang bebas bahkan tidak bebas dalam mengakses air minum matang memberikan alasan yang dirangkum peneliti dalam wawancara dengan respoden sebagai berikut: Responden: “Airnya diletak di kamar memang kak, tapi kan satu kamar itu ramai jadi harus bagi-bagi lah kak, gak boleh serakah juga kan. Karna kan dispensernya cuma satu tiap kamar, supaya menghemat juga.” Dalam kondisi ini, seharusnya panti asuhan membiarkan warga binaan untuk mengambil sendiri air minum matang dan tidak menjatahnya agar warga binaan tidak merasa kekurangan.

II. Situasi Makan

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu menciptakan situasi makan yang menyenangkan agar anak bisa makan dengan santai, baik didampingi maupun tanpa didampingi oleh pengasuh, sehingga saat makan dapt menjadi sarana bagi anak untuk menjalin komunikasi dan relasi yang erat layaknya dalam keluarga. 2. Untuk mencapai tujuan tersebut, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak juga harus menghindari diskriminasi atas dasar apapun, baik berdasarkan jenis kelamin, usia maupun kecacatan dalam menyediakan pelayanan makan bagi anak, misalnya dengan membuat aturan untuk anak laki-laki atau anak yang lebih tua untuk makan lebih dahulu. 3. Anak tidak boleh terlibat dalam penyiapan makan kecuali dalam bentuk pembekalan keterampilan hidup life skill yang bersifat tambahan bagi petugas masak dan dilakukan pada waktu dan cara yang tidak mengganggu waktu belajar dan istirahat anak. Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Situasi Saat Makan di Panti Asuhan No. Kategori Frekuensi

1. 2.

3. Menyenangkan Kurang menyenangkan Tidak menyenangkan 1 11 8 5 55 40 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.17 diatas dapat disimpulkan bahwa panti asuhan telah menciptakan suasana makan yang menyenangkan. Panti asuhan menyediakan ruang makan agar semua warga binaan dapat berkumpul dengan tujuan untuk mempererat hubungan komunikasi antar warga binaan baik didampingi oleh pengasuh maupun tidak. Sedangkan responden yang merasa suasana makan kurang menyenangkan bahkan tidak menyenangkan mengaku bahwa tidak terlalu menyukai situasi yang ramai karena dirasa tidak kondusif, sehingga tidak sedikit warga binaan memilih untuk menyantap makanan didalam kamar. Menurut hasil observasi peneliti, panti asuhan Yayasan Amal Sosial Al- Washliyah Gedung Johor Medan tidak melibatkan warga binaan dalam proses pembuatan ataupun penyajian makanan. Semua proses pembuatan makanan dan penyajian makanan dilakukan oleh juru masak sebanyak tiga orang yang sudah dibagi tugasnya masing-masing secara bergantian. Tidak ada baris berbaris, pembacaan sumpah atau ikrar bahkan ritual lain yang membuat suasana tegang, baik sebelum maupun sesudah makan.

III. Review Menu dan Kebutuhan Nutrisi

Menu dan penyiapan makan harus direview bersama pihak yang memiliki kewenangan dalam bidang kesehatan secara regular minimal 6 bulan sekali, untuk memastikan terpenuhinya standar gizi dan kesehatan bagi anak dengan tetap bersifat fleksibel terhadap ketersediaan produk lokal. Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut: Sekretaris panti:“Yang melakukan review makanan ya pengurus panti. Kalau soal belanja harian dan memasak itu diserahkan ke orang dapur. Jadi karena pengurus mendapatkan pelatihan dari Dinsos tentang pelayanan kesejahteraan sosial di bidang kesehatan, ada materi tentang kesehatan, kalau dulu namanya 4 sehat 5 sempurna ya, sekarang kan makanan dengan gizi seimbang. Jadi melalui pelatihan itu, pengurus bisa menentukan dan menyiapkan makanan yang ideal untuk memenuhi nutrisi anak.” Dalam hal ini, panti asuhan sama sekali tidak melibatkan ahli gizi untuk menentukan makanan yang memenuhi standar gizi anak. Panti asuhan juga tidak mencatat saran yang terkait dengan pelayanan makan dan melakukan perubahan sesuai dengan saran warga binaan.

B. Pakaian

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memenuhi kebutuhan pakaian untuk setiap anak secara memadai, dari segi jumlah, fungsi, ukuran dan tampilan yang memperhatikan keinginan anak. 2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mengalokasikan anggaran untuk memenuhi kebutuhan pakaian anak. Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Kebutuhan Pakaian No. Kategori Frekuensi

1. 2.

3. Sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai 7 10 3 35 50 15 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.18 dapat disimpulkan bahwa kebutuhan pakaian responden yang disediakan panti asuhan kurang sesuai dengan kebutuhan warga binaan. Responden memberikan alasan bahwa panti asuhan jarang mendata kebutuhan pakaian yang sangat mereka perlukan, misalnya dalam kasus kehilangan pakaian akibat pencurian atau pakaian yang tertukar, pengurus panti jarang memberikan respon terhadap masalah tersebut. Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah setiap tahun menyiapkan anggaran untuk memenuhi kebutuhan pakaian anak asuh. Untuk tahun 2015, yayasan menyiapkan anggaran sebesar Rp. 60.000.000,- untuk memenuhi kebutuhan sandang anak. Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Peran dalam Menentukan Pakaian No. Kategori Frekuensi

1. 2.

3. Anak asuh Panti asuhan pengasuh Lainnya donatur 17 1 2 85 5 10 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Menurut tabel 5.19 menginformasikan bahwa warga binaan sangat berperan dalam menentukan pakaian sesuai dengan ukuran dan selera mereka, seperti pakaian sehari-hari, pakaian ibadah maupun pakaian sekolah. Dalam hal ini panti asuhan dapat dikategorikan sangat melibatkan warga binaannya dalam menentukan sendiri kebutuhan pakaian pribadinya. Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Pendataan Kebutuhan Pakaian No. Intensitas Pendataan Frekuensi

1. 2.

Kadang-kadang Tidak pernah 17 3 85 15 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.20 dapat disimpulkan bahwa panti asuhan Yayasan Amal Sosial Gedung Johor Medan jarang mendata kebutuhan pakaian anak ataupun memastikan bahwa setiap anak memiliki pakaian secara pribadi, sehingga tidak harus berbagi pakaian dengan anak lainnya. Panti asuhan hanya melakukan pendataan kebutuhan pakaian setahun sekali. Panti asuhan seharusnya menyediakan dan memastikan warga binaan memiliki jumlah pakaian yang memadai sesuai dengan fungsinya. Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Kebutuhan Pakaian No. Kategori Frekuensi

1. 2.

3. Puas Kurang puas Tidak puas 7 8 5 35 40 25 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.21 dapat dilihat bahwa tingkat kepuasan terhadap kebutuhan pakaian didominasi oleh responden yang merasa kurang puas bahkan tidak puas akan kebutuhan pakaian yang diberikan oleh panti asuhan. Hal ini disebabkan panti asuhan yang kurang intensif dalam mendata ataupun memastikan kebutuhan pakaian warga binaan, sehingga tidak sedikit responden mengaku sering menggunakan pakaian yang sama dalam kurun waktu seminggu. Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas dalam Berbagi Pakaian dengan Teman No. Intensitas Frekuensi

1. 2.

Sering Kadang-kadang 18 2 90 10 Total 20 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.22 disimpulkan bahwa intensitas dalam berbagi pakaian dengan teman sering dilakukan oleh warga binaan. Responden mengaku bahwa tidak jarang mereka kekurangan pakaian pribadi sehingga harus meminjam pakaian dengan teman, banyak alasan yang melatarbelakangi hal ini, yaitu karna kehilangan pakaian saat menjemur, cuaca yang tidak mendukung ketika menjemur pakaian sehingga pakaian menjadi tidak kering dan pengurus panti yang kurang intensif dalam mendata atau memastikan kebutuhan pakaian anak.

10. Akses Terhadap Pendidikan dan Kesehatan A. Akses Terhadap Pendidikan