Dalam cerpen Malam Kelabu, latar sosial yang terjadi adalah kehidupan bangsa Indonesia peristiwa setelah G30S. Setelah
peristiwa G30S, banyak sekali perubahan hidup yang terjadi dalam masyarakat. Seperti terlihat dalam kutipan berikut.
“Tiga bulan setelah G-30S, karena dua alasan, dia terpaksa meninggalkan bangku sekolah dan pulang kemari. Pertama, dia
merasa khawatir akan keadaan keluarganya. Kedua, karena kiriman dari orangtuanya tiada datang lagi. Aku membantunya
sedikit-sedikit. Tapi, sampai kemanalah kemampuan seorang pedagang kaki lima seperti aku ini. Dia kembali kemari.
Berkumpul dengan keluarganya. Di tengah-tengah Ibu dan adik-adiknya yang sudah tak berayah. Alangkah paitnya
kepulangan Dik Partini waktu itu. Disambut ibu yang sudah jadi janda, diterima adik-adiknya yang sudah jadi piatu.
“
55
5. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan oleh Martin Aleida dalam cerpen-cerpennya sangat jelas dan menggunakan beberapa majas.
a. Suara
Dalam cerpen Suara terdapat penggunaan majas ironi yang terdapat pada kutipan berikut.
“Pinora, aku ingat betul kata-kata orang bijak yang sering kau ulang-ulang, tentang betapa mudahnya bangsa ini melupakan.
Ratusan, ribuan, mungkin jutaan orang mati dengan kekerasan dalam banyak peristiwa berdarah. Dan orang dengan begitu
mudah melupakannya. Apalah aku. Hanya seorang biduan
…”
56
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa peristiwa yang besar dan menyedihkan di Negeri ini pun mampu terlupakan. Lalu,
bagaimana dengan Juwita yang hanya seorang biduan. Tentu ia pun sudah terlupakan oleh banyak orang.
b. Aku Sepercik Air
55
Martin Aleida, Mati, Baik-Baik Kawan, h. 30
56
Martin Aleida, Dendam Perempuan, h. 40
Dalam cerpen Aku Sepercik Air terdapat penggunaaan majas personifikasi yang terdapat pada kutipan berikut.
“Bumi terus saja beredar dari detik ke detik. Matahari turun bagai bergegas hendak mencium kakilangit di barat.
”
57
Kutipan tersebut menggambarkan bahwa matahari seolah- olah dapat mencium, faktanya matahari tidak dapat mencium.
Penggunaan majas personifikasi tersebut mengartikan bahwa matahari akan tenggelam.
Selain itu, terdapat pula majas metafora dalam cerpen Aku Sepercik Air, yang terdapat dalam kutipan berikut.
“Andainya sepanjang siang tadi, ya seandainya seluruh hidupku kujalani dengan aman dan tenang, tentulah senja
yang celaka ini takkan pernah menyesakkan pikiranku. ”
58
Pada kutipan tersebut, Munah sedang mengumpamakan hidupnya dengan siang dan senja. Dalam pengertian
sebenarnya, siang yang dimaksudkan Munah ialah masa muda. Sedangkan senja ialah masa tuanya.
c. Malam Kelabu
Dalam cerpen Malam Kelabu terdapat penggunaan majas personifikasi yang terdapat dalam kutipan berikut.
“Bengawan mengalir dengan deras di bawah kakinya yang mengigil disapu angin pagi, dingin membekukan.
”
59
Pada kutipan tersebut terlihat bahwa seolah-olah kaki dapat disapu oleh angin. Pada kenyataannya angin tidak dapat
menyapu. Penggunaan majas personifikasi tersebut mengartikan bahwa kaki dari Armada terkena angin.
57
Martin Aleida, Leontin Dewangga, h. 96
58
Ibid, h. 97
59
Martin Aleida, Mati, Baik-Baik Kawan, h, 21
Di dalam cerpen Malam Kelabu terdapat juga penggunaan majas ironi, seperti yang terdapat dalam kutipan berikut.
“Kemana cinta dan penghormatanmu akan kubalaskan. Engkau dan seluruh keluargamu sudah tiada. Tiada kubur
tempat berziarah, seakan-akan engkau tak boleh diterima bumi, karena ayahmu komunis. Karena pama
nmu… Oi a
dik….,”
60
Pada kutipan tersebut menjelaskan bahwa kesedihan Armada tidak dapat berziarah kubur. Karena pada umumnya,
orang yang sudah meninggal dikuburkan di dalam tanah dan dapat diziarahi oleh keluarga dan kerabat. Namun pada saat itu,
banyak korban peristiwa G30SPKI yang tidak dapat ditemukan jeasadnya.
6. Sudut Pandang a.
Suara