Biografi Martin Aleida PROFIL MARTIN ALEIDA

mulailah timbul friksi, dan like or dislike. Waktu diberikan mobil misalnya, itu ditentukan sesuai jabata, bukan fungsi. Syubah Asa misalnya, karena dia dibelikan Hartop, akhirnya harus kekurangan tiap bulan. Martin mulai stress, kemudian mobil hanya dipakai dua hari dalam seminggu karena biaya bensin yang mahal. 9 Setelah selesai dari TEMPO, Martin Aleida bekerja setahun di TV NHK milik Jepang. Selesai dari NHK, ia dipanggil oleh kantor penerangan PBB untuk bekerja di sana. Karena atasan Martin adalah orang Jepang, dan ia pernah kerja di NHK, maka ia dianggap mengerti mentalitas orang Jepang. Ternyata, atasan Martin di kantor berita PBB sangat gila kerja. Tapi, atasannya itu memberikan pelajaran yang luar biasa. Kantor masuk jam 7 pagi, atasannya sudah bekerja. Martin pulang jam setengah delapan malam, atasannya pun masih bekerja. Apa yang dikerjakan harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sedangkan ia tidak bisa bahasa Indonesia. Hal tersebutlah yag menjadi bagian Martin. 10 Martin pensiun dari kantor PBB tahun 2001. Ia pikir sudah terlalu lama bekerja untuk di luar dirinya. Sudah waktunya bekerja bekerja untuk diri sendiri. Ia kembali menulis. Tahun 1969, tiga cerpen Martin dimuat di Horison. Tapi setelah bekerja di TEMPO, ia tidak bisa menulis lagi. Untuk melatih menulis, saat itu bekerja di TEMPO sangat tepat, karena saat itu banyak penulis. Sebenarnya sejak tahun 1998 ia kembali lagi menulis karena waktunya memungkinkan untuk menulis tema-tema yang ia sukai. 11 Berakhirnya kekuasaan yang otoriter selama 32 tahun telah memanggil dirinya untuk menulis cerita-cerita pendek sebagai kesaksian terhadap ketidakadilan maupun kekejaman yang diderita para korban kebengisan kekuasaan, mereka yang malang, yang oleh kekuasaan diharamkan untuk 9 Fauji,. op. cit. 10 Ibid 11 Ibid dilukiskan, karena itu berarti mencoreng hasil perburuan pembangunan yang diilhami oleh kerakusan akan kekayaan yang nista: pemberhalaan materi. 12

B. Karya Martin Aleida

Martin Aleida mulai menulis cerita sejak sekolah menengah atas di Tanjung Balai, Sumatera Utara dan diterbitkan di Indonesia Baru Medan dan Harian Rakyat Jakarta, dua harian pada awal 1960-an setiap hari memuat cerita pendek. Dalam menulis karyanya, Martin Aleida banyak menuliskan kisah tentang pengalamannya akan tragedi 1965. Karya-karyanya antara lain Malam Kelabu, Ilyana,dan Aku kumpulan cerpen, 1998, Layang-Layang Itu Tak Lagi Mengepak Tinggi-Tinggi novelet, 1999, Perempuan Depan Kaca kumpulan cerpen, 2000, Leontin Dewangga kumpulan cerpen, 2003 , Jamalingak Tak Pernah Menangis novel, 2004, Dendam Perempuan kumpulan cerpen, 2006, Mati Baik-Baik, Kawan kumpulan cerpen, 2009, dan Langit Pertama Langit Kedua menghimpun sejumlah cerita pendek, catatan perjalanan, esai, kritik, dan perdebatan, 2013. Kumpulan cerita pendeknya “Leontin Dewangga” yang diterbitkan oleh Penerbit Buku KOMPAS, mendapat penghargaan dari Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 2004. Terjemahan cerita pendeknya “Leontin Dewangga” dalam bahasa Inggris disertakan dalam antalogi cerita pendek Asia-Pasifik, terbit di Boston, berjudul “Another Kind of Paradise. ” Desember 2005, para sastrawan dan budayawan Aceh menganugerahkan “Dokarim Award” berkat karyanya yang mencerminkan empati pada penderitaan dan perjuangan rakyat Aceh.

C. Pemikiran Martin Aleida

Warna tema keseluruhan cerpen-cerpen yang dilabelkan kepada Martin ialah latar belakang malapetaka tahun 1965, di mana anggota Partai Komunis Indonesia, atau yang dikaitkan dengan itu, diratakan dengan tanah, dibasmi 12 Aleida,. op. cit. sampai cindhil abang. Cindhil adalah sebutan untuk anak tikus, sedangkan abang artinya merah. Idiom cindhil abang, bukan hanya menunjuk ke PKI, melainkan ke bayi-bayi yang masih merah, yang belum tumbuh bulu, belum bisa melihat. Tokoh-tokoh yang ditampilkan Martin sebagian berdasar cerita yang mengalami, atau dialami, adalah tokoh yang “beruntung,” karena tidak ikut dibunuh. 13 Martin sering mengisahkan tentang dendam dan kematian. Tidak hanya itu, hampir sebagian karya Martin merupakan kesaksiannya akan tragedi 1965. Teman-teman sastrawan di Taman Ismail Marzuki menyebutkan cerita- cerita Martin terlalu realis, sesak dengan jurnalisme. Martin tidak menyesal, ia tidak punya sesuatu yang hanya berupa angan-angan kosong pada orang lain. Ia hanya ingin menjadi saksi. Dan, kesaksiannya tidak tunggal, kaku. Karena ia juga bercerita tentang jalan hidup yang enteng dari seorang tokoh. 14

D. Sinopsis Tiga Cerpen Martin Aleida

1. Sinopsis Cerpen Suara Cerpen Suara menceritakan tentang seorang biduan bernama Marwah Juwita. Juwita melakuan segala cara untuk mendapatkan keindahan suara. Perjuangannya, kecantikan, serta gayanya membawanya ke tingkat kesuksesan tertinggi seorang penyanyi. Namun sayang, pernikahannya dengan seorang dokter harus menjadi anak tangga terakhir bagi karirnya. Juwita akhirnya memutuskan untuk berpisah dengan suaminya. Lalu, ia pun menjadi pengunjung tetap di kafe seberang Gedung Kesenian Jakarta, tempat para seniman berkumpul. Di sanalah Juwita tersadar bahwa perjuangan dan ketenaran yang telah ia dapat dulu, tidak lagi mempunyai arti apapun. Juwita harus rela dirinya terlupakan. 13 Martin Aleida, Mati Baik-Baik, Kawan, Bandung: Ultimus, 2014, h. 175-176 14 Martin Aleida, Leontin Dewangga, h. xvii 2. Sinopsis Cerpen Aku Sepercik Air Cerpen Aku Sepercik Air menceritakan tentang seorang perempuan bernama Munah. Munah merupakan seorang istri yang patuh terhadap suaminya, Nizam. Ia rela membuang pikirannya untuk hidup di kampung halaman, demi mengikuti suaminya yang berniat merantau. Namun, kepatuhan serta kesetiaan Munah harus terbayar oleh pengkhianatan suaminya. Suaminya berselingkuh dan menelantarkan Munah beserta kedua anaknya. Kesewenang-wenangan Nizam akhirnya dibalas oleh Munah. 3. Sinopsis Cerpen Malam Kelabu Cerpen Malam Kelabu menceritakan tentang hubungan antara Armada dengan Partini. Mereka berdua dipertemukan di Jakarta. Partini merasa cemas dengan keadaan keluarga setelah peristiwa G30S serta kiriman dari orangtua tidak datang lagi, Partini memutuskan untuk kembali ke desanya di Soroyudan. Sesekali Partini berkirim surat ke Armada. Sampai pada akhirnya mereka memutuskan untuk ke jenjang yang lebih serius. Armada pergi ke desa Soroyudan untuk menikahi Partini. Partini digambarkan sebagai gadis yang jujur dan suka berterus terang. Ia juga tidak suka berdandan. Hal inilah yang membuat Armada jatuh cinta pada Partini, karena menurutnya berdandan ialah bentuk dari kepura-puraan. Namun, keadaan telah berubah. Partini ikut terbunuh karena ayah dan pamannya merupakan anggota PKI.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3 CERPEN MARTIN ALEIDA

A. Unsur Intrinsik Cerpen

1. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan merupakan dua hal yang saling terikat dan tidak dapat dilepaskan. Tokoh merupakan individu rekaan yang kemudian mengemban suatu watak. Tokoh dan penokohan amat penting dalam sebuah karya sastra, karena tidak mungkin suatu karya dapat tercipta tanpa adanya tokoh dan penokohan.

a. Suara

Marwah Juwita Marwah Juwita adalah seorang perempuan cantik yang mempunyai suara sangat bagus dan kemauan keras. Juwita menjadi biduan tenar pada masanya. Namun akhirnya, Juwita harus menyerah pada takdirnya sebagai istri. Juwita harus patuh kepada suami, dan menghentikan karirnya. Walaupun pada akhirnya ia kembali kepada pendirian dan suara hatinya dan memutuskan berpisah dengan suaminya. “Bayangkanlah, bagaimana keras kemauannya mengikuti suara-suara yang muncul dari jiwanya, sehingga dia juga pernah mengutarakan niatnya untuk bergabung dengan kelompok paduan suara di gereja satu-satunya yang terdapat di kota kami. ” 1 “Sampai datanglah pria, seorang dokter, yang sangat dia kasihi, yang namun sayangnya telah membuat pernikahan mereka menjadi anak tangga terakhir bagi karirnya. ” 2 1 Martin Aleida, Dendam Perempuan, Jakarta: Pusat Dokumentasi Sastra HB. Jassin, 2006, h. 29 2 Ibid, h. 32 38