Aku Sepercik Air Alur atau Plot a.

2. Konflik atau tikaian Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan atau drama. Konflik dalam cerpen ini terjadi ketika Armada bertemu dengan seorang carik dari Kelurahan Laban. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. “Orang itu memandang Armada dengan mata menghormat. Mata yang juga minta dimaafkan jika keingintahuannya ini menyinggung perasaan. Tapi, apa yang harus dimaafkan, karena rasa ingin tahu bukanlah kesalahan. Air muka dan mata orang itu juga berkata, bahwa dia tak minta jawaban dengan segera. Dia masih ingin meneruskan. Dan, katanya, “Laban adalah satu kelurahan, Soroyudan termasuk dalam lingkungannya. Aku carik dari kelurahan Laban. ” 36 3. Komplikasi Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah yang mengembangkan konflik. Komplikasi terjadi ketika Carik mengetahui bahwa Armada ingin bertemu anak dari Mulyoraharja Pimpinan PKI di Solo. Hal tersebut terlihat dalamkutipan berikut. “Mulyoraharjo…..,” ulang carik itu dengan tenang. Setenang permukaan air mukanya sekarang. “Mengapa?” desak Armada.“Pernah berjumpa dengan dia?” “Belum.” “Dia orang terkenal. Bukan saja di desanya. Bukan saja di Laban ini. Dia dikenal di seluruh Kabupaten Sukoharjo, malah dikenal sampai ke Kota Solo. Dia pimpinan Partai Komunis Indonesia. Di Solo dia dikenal sebagai pengacara, pembela Barisan Tani Indonesia dalam penyerobotan- penyerobotan tanah. Dia dicintai oleh orang-orang yang dia pimpin. Tapi, dia juga musuh bebuyutan dari rakyat banyak. Dia juga musuhku. Musuhku…. Di pengadiulan dia membela BTI yang menyerobot tanahku. Dia kalah sebelum hakim menjatuhkan vonis. Gerakan Tiga Puluh 36 Ibid, h. 26 September meletus. Dia ikut hilang. Dia dihabisi di bacem, dilemparkan ke bengawan seperti bangkai ayam. ” 37 4. Klimaks Klimaks adalah puncak ketegangan. Klimaks dalam cerpen ini terjadi ketika Armada mengetahui bahwa kekasihnya, Partini telah dibunuh warga. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. “Rakyat tak pandang bulu. Tak punya pertimbangan dalam melampiaskan amarah dan dendam kesumat yang sudah lama terpendam. Hal itu bisa kita maklumi. Pikiran berada di bawah, amarah dan denda, menjadi raja ketika itu. Partini, ibu dan adik-adiknya jadi korban. Karena di rumah mereka bersembunyi paman mereka, seorang komunis. Seperti juga di daerah-daerah lain, keluarga komunis itu ikut hilang. Tak peduli Ibu Mulyo yang buta huruf. Tak mau tahu Partini dan adik-adiknya yang buta politik. Politik tak punya mata. Mereka ikut hilang di tepi bengawan. ” 38 5. Penyelesaian Tahap penyelesaian dalam cerpen ini terjadi ketika Armada memutuskan untuk bunuh diri di jembatan Bacem. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. “Selang beberapa saat, Kammaludin Armada menyelipkan tangan ke balik bajunya. Tiba-tiba dia mencabut sebilah pisau dari pinggang. Menikam lengan kiri, membuat luka panjang memotong urat nadi di pergelangan tangannya. Darah cepat menyembur. Dia rejamkan pisau berdarah itu ke tengkuk, menarik pisau itu ke bawah, memotong urat nadi lehernya, dan melukai tulang iganya. Leher itu koyak. Darah menyembur dari lehernya, menyembur dari lengannya. Dua urat nadi di mana darah mengalirkan hidup sudah putus. Diputus. Tikaman ketiga jatuh di perut. Isi perutnya terjurai keluar. Darah menyembur sejadi-jadinya dari ketiga luka yang menganga itu. ” 39 37 Ibid, h. 27-28 38 Ibid, h. 36 39 Ibid, h. 41

4. Latar Latar Waktu

a. Suara

Latar waktu merupakan waktu terjadinya peristiwa yang terdapat dalam cerpen. latar waktu memberikan gambaran pada masa itu. Latar waktu dalam cerpen Suara ialah sekitar tahun 1950- an dan sekitar kurang lebih 50 tahun-an setelah itu. “Sementara dia, katanya, dengan giginya yang sudah tumbang semuanya mana mungkin bisa menyanyi lagi. Dan dengan mata berkaca-kaca dia menyesali bahwa di antara para seniman yang sering nongkrong di kafe itu tak ada yang mengenalnya sebagai penyanyi tenar pada akhir tahun 1950-an. Kalaupun ada satu- dua seniman tua yang kadang-kadang mampir ke situ. ” 40

b. Aku Sepercik Air

Latar waktu dalam cerpen Aku Sepercik Air ialah masa senja seorang perempuan. “Andainya sepanjang siang tadi, ya seandainya seluruh hidupku kujalani dengan aman dan tenang, tentulah senja yang celaka ini takkan terlalu menyesakkan pikiranku. Lebih dari empat puluh aku sekarang. Anakku Cuma dua. Yang tertua laki-laki, jadi duda sekarang. Yang satu lagi gadis sedang ranum remaja. 41

c. Malam Kelabu