Di dalam cerpen Malam Kelabu terdapat juga penggunaan majas ironi, seperti yang terdapat dalam kutipan berikut.
“Kemana cinta dan penghormatanmu akan kubalaskan. Engkau dan seluruh keluargamu sudah tiada. Tiada kubur
tempat berziarah, seakan-akan engkau tak boleh diterima bumi, karena ayahmu komunis. Karena pama
nmu… Oi a
dik….,”
60
Pada kutipan tersebut menjelaskan bahwa kesedihan Armada tidak dapat berziarah kubur. Karena pada umumnya,
orang yang sudah meninggal dikuburkan di dalam tanah dan dapat diziarahi oleh keluarga dan kerabat. Namun pada saat itu,
banyak korban peristiwa G30SPKI yang tidak dapat ditemukan jeasadnya.
6. Sudut Pandang a.
Suara
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini adalah sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang yang digunakan
ialah “Dia” terbatas atau hanya sebagai pengamat, yang
dimanifestasikan pada Pinora. Seperti dalam kutipan berikut. “Kaget. Aku tegak. Di depanku berdiri seorang perempuan
dengan senyum yang hampir meledak menjadi tawa. Mulutnya mengulum gigi palsu. Gincu merah yang
memolos bibirnya tak bisa menyelamatkan ketuaan yang tergurat dengan nyata pada keriput yang bertumpuk di
pojok matanya. Walau tua, namun, matanya tetap berbinar.
“Pinora…” katanya setengah berteriak menyebutkan namaku.
”
61
b. Aku Sepercik Air
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini adalah sudut pandang orang pertama, dimana pengisahan terletak pada
60
Ibid, h, 40
61
Martin Aleida, Dendam Perempuan, h. 33-34
seorang narator yang dimanifestasikan pada tokoh Munah. Sepeti terlihat dalam kutipan berikut.
“Andainya sepanjang siang tadi, ya seandainya seluruh hidupku kujalani dengan aman dan tenang, tentulan senja
yang celaka ini takkan terlalu menyesakkan pikiranku. Lebih dari empat puluh aku sekarang. Anakku cuma dua.
Yang tertua laki-laki, jadi duda sekarang. Yang satu lagi gadis yang sedang ranum remaja.
”
62
c. Malam Kelabu
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini adalah sudut pandang orang ketiga pusat pengisahan, yang
dimanifestasikan pada tokoh pencerita yaitu Armada dan Carik. Seperti terlihat dalam kutipan berikut.
“Dia adalah carik, kata Armada dalam hati. Tanpa ditanya dia sudah menjelaskan. Bagus sekali kalau aku bisa
berkenalan dengan carik, katanya lagi di dalam hati.
Di sini dia tentu jadi orang terpandang, pikirnya. Dengan perasaan gembira, tanpa dihalang-halangi perasaan malu-
malu, Armada menjawab, ”Partini.”
“Orangtuanya?” “Partini Mulyoraharjo. Jadi nama orangtuanya bernama
Mulyoraha rjo.”
“Mulyoraharjo” ulang orang itu setengah berteriak, sambil menjauh tiga langkah dari sisi Armada. Keningnya
berkerut. Kedua ujung alis matanya hampir saling menyentuh. Di dalam bola matanya terpancar berbagai
macam perasaan. Takut, benci, kagum dan dendam bercampur aduk, timbul tenggelam di situ.
”
63
7. Amanat a.
Suara
Amanat yang terkandung dalam cerpen ini ialah janganlah melupakan sejarah.
62
Martin Aleida, Leontin Dewangga, h. 97
63
Martin Aleida, Mati, Baik-Baik Kawan, h. 26-27