Simulasi Skenario Empat Musim Tanam

Skenario pola tanam untuk pengelolaan budidaya padi intensif rendah emisi metan dapat dilihat pada Tabel 5.26 berikut ini. Tabel 5.26. Skenario pola tanam untuk pengelolaan budidaya padi intensif rendah emisi metan No Skenario Pola Tanam 1 Kondisi saat ini Eksisting • 2 kali menanam padi Gabah Kering Giling • 1 kali budidaya ikansemangka 2 Optimis • 1 kali menanam benih • 2 kali menanam padi Gabah Kering Giling • 1 kali memupuk ratun 3 Moderat • 1 kali menanam benih • 1 kali memupuk ratun • 1 kali memupuk ratun 4 Pesimis • 1 kali menanam benih • 1 kali memupuk ratun • 1 kali budidaya ikan Berdasarkan skenario dan penerapan pola tanam model yang sangat sesuai diterapkan adalah skenario 2 dimana pada kondisi optimis, model tersebut sangat baik diterapkan yaitu 1 kali menanam benih, 2 kali menanam padi dengan produksi dalam bentuk GKG dan 1 kali memupuk ratun. Hal ini sebagai model yang telah mempertimbangkan dari segi profitabilitas, minimalisasi metan serta keberlanjutan pemanfaatan oleh petani.

5.3.11. Simulasi Skenario Empat Musim Tanam

Simulasi skenario dilakukan dengan mengoptimalkan musim tanam, dimana awalnya tiga musim tanam dilakukan dengan skenario empat musim tanam. Perilaku sistem yang terjadi pada kondisi skenario empat musim tanam terlihat pada Gambar 5.41. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.41. Skenario rata-rata pendapatan petani Berdasarkan Gambar 5.41 bahwa pendapatan petani mengalami peningkatan dengan penerapan IP 400 dimana, terjadi peningkatan rata-rata pendapatan petani dengan nilai pada skenario optimis tersebut sebesar Rp 29.133.846,46 dan apabila tidak melakukan penerapan pola empat musim tanam pendapatan rata-rata hanya mencapai Rp 14.884.975,24 pada tahun 2030 lampiran 7 Bila dibandingkan dengan skenario yang ada dimana pada skenario optimis, nilai rata-rata pendapatan petani pada tahun 2013 diprediksi mencapai Rp 12.434.656,06 dan pada tahun 2030 mencapai 29.133.846,46. Untuk skenario moderat, nilai rata-rata pendapatan petani pada tahun 2013 diprediksi mencapai Rp 9.810.386 dan Rp 22.960.625,50 pada tahun 2030. Pada skenario pesimis, nilai rata-rata pendapatan petani diprediksi mencapai Rp 8.873.257,49 pada tahun 2013 dan tahun 2030 diprediksi mencapai Rp 20.812.708,94. Selain kesejahteraan petani dengan tolak ukur nilai rata-rata pendapatan petani pada kondisi skenario empat musim tanam, dilihat juga tingkat metan yang Universitas Sumatera Utara dikeluarkan. Perbandingan penerapan metan yang dikeluarkan dengan kondisi saat ini dan pola intermitent sangat jauh selisih yang dikeluarkan, walaupun dengan pola empat musim tanam. Perbandingan jumlah metan yang dikeluarkan dapat dilihat pada gambar 5.42 berikut. Gambar 5.42. Emisi metan pada kondisi eksisting dan perlakuan intermitent serta pola tanam Berdasarkan gambar 5.42 metan yang dikeluarkan pada kondisi eksisting dari luasan sawah di Kabupaten Simalungun sangat jauh diatas nilai metan dengan penerapan intermitent dan pola empat musim tanam, kondisi nilai pada pola tersebut seperti tertera pada Lampiran 8. Nilai emisi metan pada Gambar 5.42. menunjukkan nilai yang sangat jauh dibawah nilai eksisting. Pada kondisi eksisting, nilai emisi metan pada tahun 2013 mencapai 214.662.732,04 kg CH 4 dan pada tahun 2030 nilai metan yang ada diprediksi mencapai 218.826.889,43 kg CH 4 . Nilai ini sangat jauh lebih tinggi bila dibandingan dengan kondisi dengan perlakuan intermitent dan pola tanam, dimana pada tahun 2013 hanya sekitar 389.622,89 kg CH 4 dan mengalami peningkatan pada tahun 2030 menjadi 397.181,03 kg CH 4 , walaupun demikian hal ini masih jauh dibawah nilai eksisting petani. Universitas Sumatera Utara

5.4. Analisis Keberlanjutan Model Optimum Budidaya Padi Intensif Pada Sawah Irigasi Teknis.

Berdasarkan hasil analisis terhadap komponen hasil GKP dan GKG tertinggi diperoleh pada perlakuan A2B3 intermittet dan pemupukan berdasarkan rekomendasi Permentan 40 100 dosis+probiotik dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B6 intermittent dan pemupukan berdasarkan rekomendasi analisis Laboratorium 100 dosis+probiotik namun berdasarkan hasil analisis terhadap emisi metan, kondisi emisi terendah diperoleh pada perlakuan A2B6, sebesar 58,33 kg ha -1 Analisis keberlanjutan Model Optimum Budidaya Padi Intensif Pada Sawah Irigasi Teknis dilakukan dengan pendekatan multidimensional scaling MDS yang disebut RAP-INLASIT-IP 400. RAP-INLASIT-IP 400 ini merupakan pengembangan dari metode Rapid assessment techniques for fisheries Rapfish yang digunakan untuk menilai status keberlanjutan ekologi, ekonomi, sosial budaya, kelembagaan dan teknologi pada sistem usahatani setempat. Hasil analisis keberlanjutan ini dinyatakan dalam indeks keberlanjutan Model Optimum Budidaya Padi Intensif Pada Sawah Irigasi Teknis, dimana indeks keberlanjutan ini mencerminkan status keberlanjutan kegiatan budidaya padi intensif pada lahan sawah irigasi teknis dengan melakukan Intensitas Pertanaman hingga mencapai IP Padi 400 dengan melakukan penelitian berdasarkan kondisi yang ada existing. Nilai indeks berkelanjutan pada setiap dimensi keberlanjutan, maka model optimum budidaya padi intensif pada sawah irigasi teknis dengan perlakuan pengairan dengan sistem intermittent, pemupukan berdasarkan analisis laboratorium serta penambahan probiotik dapat dilakukan selama empat musim tanam. Universitas Sumatera Utara