Kualitas Tanah Analisis Pola Perubahan Kualitas Tanah, Kualitas Air dan Gas Metan CH

humus, sehingga nilai KTK-nya rendah. Hasil analisa tekstur tanah menunjukkan tekstur tanah penelitian mengandung pasir sebesar 58. Tabel 5.1. Sifat kimia tanah awal di Desa Purbaganda, Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun No. Jenis Analisis Nilai Kriteria Metode 1 pH 4,8 Asam Elektrometry 2 C-ORGANIK 1,38 Rendah Spectrophotometry 3 N-TOTAL 0,12 Rendah Kjeldahl 4 P-BRAY 10,01 Sedang Spectrophotometry 5 K-dd 0,25 Rendah AAS 6 Mg 0,84 Tinggi AAS 7 Na 0,26 Rendah AAS 8 KTK 5,77 Rendah AAS 9 Al-dd Tidak terdeteksi - Titrimetry 10 Cu Tidak terdeteksi - AAS 11 Mn 3,5 Sangat Rendah AAS 12 Fe 1520 Tinggi AAS 13 B 10,78 Tinggi Spectrophotometry 14 S 102,44 Tinggi Spectrophotometry 15 P 2 O 33,98 5 Sedang Spectrophotometry 16 K 2 42,33 O Tinggi AAS Tekstur 17 Pasir 58 Hydrometer Debu 8 Hydrometer Liat 34 Hydrometer Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Tanah, 2011

5.1.2. Kualitas Tanah

Dalam upaya untuk mempelajari sampai sejauh mana adanya perubahan kualitas tanah yang ditunjukkan selama empat musim tanam, maka dilakukan pengamatan perubahan sifat kimia tanah. Indikator penilaian kualitas tanah untuk sifat kimia tanah mencakup pH, kandungan C-organik , N-total, P-tersedia dan K- dapat ditukar Mitchell, et al., 2000 . Universitas Sumatera Utara pH Secara umum rata-rata pH tanah selama empat musim tanam tidak menunjukkan penurunan. Pada MT I rata-rata pH 4,86 kemudian meningkat menjadi pH 5,05 pada MT II, pada MT III pH 5,06 dan pada MT IV pH 4,86. Hal ini menunjukkan bahwa pH tanah relatif stabil dengan intensitas empat musim tanam setahun. Pada Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa rata-rata pH setiap musim tanam menunjukkan bahwa pH tanah dengan intermittent rata-rata pH 4,83 – 5,75 lebih tinggi dibandingkan dengan tanah tergenang rata-rata pH 4,33 – 4.90. Namun rata-rata pH tanah pada perlakuan penggenangan mengalami peningkatan yakni dari rata-rata pH 4,55 pada MT I menjadi rata-rata pH 4,61 pada MT IV. Perlakuan A2B6 pemupukan analisis lab 100 + probiotik dengan penggenangan intermittent menunjukkan pH rata-rata tertinggi adalah 5,49 sedangkan pH rata-rata terendah adalah 4,57 pada perlakuan A1B7 pemupukan analisis laboratorium lab 70 dosis+probiotik dengan penggenangan terus menerus. Perlakuan yang mengalami peningkatan pH secara umum terjadi pada perlakuan A1 yakni perlakuan penggenangan terus-menerus. Kenaikan pH tanah untuk perlakuan tergenang A1B1, A1B2, A1B4, A1B5, A1B6, A1B7, dan A1B8 disebabkan oleh beberapa faktor, seperti perubahan besi feri menjadi fero, sulfat menjadi sulfida, dan CO 2 menjadi CH 4 Ismunadji et al., 1988. Pada umumnya pH tanah sawah yang digenangi akan meningkat mendekati netral, hal ini disebabkan oleh adanya reaksi reduksi yang menghasilkan proton Hartatik et al., 2007. Universitas Sumatera Utara Sedangkan pada perlakuan A1B3, A2B3, A2B4, A2B5, A2B6 memperlihatkan kecenderungan pH menurun. Perlakuan A2B6 pemupukan berdasarkan analisis laboratorium 100 + probiotik dengan intermittent menunjukkan pH rata-rata tertinggi 5,49 sedangkan pH rata-rata terendah adalah 4,57 pada perlakuan A1B7 pemupukan analisis lab 70 dosis+probiotik dengan penggenangan terus menerus. Aluminium dari mineral liat yang digantikan oleh kation lain, akan terhidrolisis menjadi senyawa kompleks aluminium hidroksida yang berupa endapan yang tidak meracuni tanaman. Hidrolisis Al 3+ menghasilkan H + yang menurunkan pH. Namun pada tanah-tanah dengan pH 4 tidak memberikan kenaikan pH pada penggenangan. Hal ini diduga karena tidak aktifnya mikroba yang mengkatalisasi reaksi reduksi. Hal ini pula yang menyebabkan nilai pH pada perlakuan penggenangan tidak meningkat karena pH awal tergolong rendah yaitu 4,8 sedangkan nilai pH tanah pada perlakuan intermittent lebih tinggi walaupun masih dalam kriteria rendah masam, disebabkan proses oksidasi dan reduksi yang terjadi secara bergantian Hartatik et al., 2007. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.1. Grafik pH tanah selama empat musim tanam Perlakuan intermitent berarti mendrain air lebih sering dilakukan. Pembuangan air berarti juga mendrain bahan yang bersifat racun seperti Al, H, Fe dan Mn yang merupakan kation bersifat masam. Dengan demikian di dalam tanah lebih banyak kation bersifat basa, sehingga pH tanah pada perlakuan intermitent lebih tinggi dari pada yang digenangi terus-menerus Nursyamsi dan Mangku, 2010. C-Organik Kandungan C-organik tanah dapat menggambarkan kesuburan tanah. Penilaian kadar C-organik awal tergolong kriteria rendah dan semakin menurun pada MT I, MT II, MT III, dan MT IV yaitu dari kadar C-organik 1,38 pada analisis tanah awal dan menjadi 1,19 pada MT IV Gambar 5.2. Kondisi ini menunjukkan bahwa kegiatan budidaya padi secara intensif selama empat musim Universitas Sumatera Utara tanam dalam setahun dapat mengakibatkan menurunnya kandungan C-organik tanah. Untuk hal ini maka perlu diperhatikan pengelolaan bahan organik pada lahan penanaman padi secara intensif. Urutan perlakuan yang mengalami penurunan kandungan C-organik selama empat musim tanam dari yang paling tinggi adalah A1B4, A1B2, A2B6, A1B6, A2B3, A1B5, A2B8, A2B4, A1B8, A1B7, A2B5, A1B3, A2B2, A2B7, A2B1, dan A1B1 Gambar 5.2. Empat penurunan tertinggi yakni sebesar 0,2367 pada perlakuan A1B4, sebesar 0,1933 pada perlakuan A1B2, sebesar 0,1633 pada perlakuan A2B6, sebesar 0,1567 pada perlakuan A1B6. Gambar 5.2. Grafik C-organik tanah selama empat musim tanam Penurunan C-organik tanah disebabkan oleh ketidak seimbangan antara pemberian bahan organik dan proses dekomposisi bahan organik dalama tanah. Universitas Sumatera Utara Pada perlakuan pemberian bahan organik tidak ditambah atau bahan organik sisa hasil panen tidak dikembalikan. Sebaiknya dengan sistem budidaya padi intensif dengan pertanaman 4 kali hasil pengomposan jerami padi harus dikembalikan ke lahan sawah dan hal ini dapat menghemat pemakaian pupuk KCl. Menurut Las et al. 2003 budidaya padi secara intensif dengan pendekatan PTT secara partisipatif dan spesifik lokasi maka dalam 1 ha lahan sawah diperlukan 1-2 ton bahan organik baik berupa kompos campuran jerami padi, bahan hijauan, kotoran ternak dan serbuk kayu. Pemberian kompos jerami 2 ton per ha pada lahan sawah di lokasi penelitian Desa Purbaganda maka rekomendasi pemupukan yang sesuai adalah urea 230 kgha dan 100 kg pupuk SP 36, sedangkan pupuk KCl tidak diberikan karena kandungan Kalium dari hasil kompos jerami sudah mencukupi. Kandungan C-organik pada kondisi tergenang maupun intermittent terlihat tidak berbeda nyata, demikian pula dengan perlakuan pemupukan menunjukkan nilai C-organik berada pada kriteria rendah. Hal disebabkan bahwa perubahan sifat kimia tanah akibat perlakuan intermiten tidak berpengaruh terhadap mikroorganisme tanah perombak bahan organik. Demikian juga pemberian pupuk sesuai dengan status hara tanah diduga tidak berpengaruh terhadap aktifitas mikroorganisme perombak bahan organik. Hal ini disebabkan karena analisis tanah dilakukan setelah panen dimana pupuk yang diberikan ke dalam tanah telah diserap oleh tanaman selama masa pertumbuhannya. Penurunan kadar C-organik tanah yang tidak signifikan pada akhir setiap musim tanam menunjukkan bahwa pemberian pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman selama masa pertumbuhan karena pemberian pupuk dilakukan Universitas Sumatera Utara sesuai rekomendasi. Efisiensi pemberian pupuk merupakan cara untuk menghemat input produksi dan juga sebagai salah satu upaya menjaga kelestarian lingkungan karena pemberian pupuk berlebih dapat merusak sifat fisik tanah. N-total Hasil analisis N-total menunjukkan nilai N yang semakin tinggi pada setiap musim tanam, meskipun masih tergolong rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh serapan N oleh tanaman padi relatif sama pada setiap musim. Kadar N-total pada MT I berkisar 0,14 – 0,15, kemudian meningkat pada MT II berkisar 0,15 – 0,17, selanjutnya pada MT III berkisar 0,17 – 0,18, dan sedikit mengalami fluktuasi pada MT IV yaitu berkisar 0,14 – 0,22 Gambar 5.3. Kandungan N-total yang paling tinggi terdapat pada perlakuan A2B1 disusul perlakuan A2B2. Hal ini dapat terjadi karena dosis pupuk N yang tinggi dengan pengairan Intermittent, sehingga relatif sedikit hilang melalui pencucian. Menurut pendapat Tan, 1993 bahwa perlakuan beberapa rekomendasi pemupukan dengan sistem pengairan intermittent dan tergenang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan karena hara N merupakan hara yang mobil, dan mudah hilang melalui pencucian, nitrifikasi, denitrifikasi dan folatilisasi. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.3. Grafik N-total tanah selama empat musim tanam P-tersedia Keragaan P tersedia pada empat musim tanam tergolong sedang dengan kisaran 9,43 – 9,79 ppm pada MT I, pada MT II berkisar 8,93 – 9,45 ppm, pada MT III berkisar 8,86 – 9,34 ppm, dan pada MT IV berkisar 8,18 – 8,59 ppm. Kadar P-tersedia umumnya mengalami penurunan akibat penanaman yang intensif selama empat musim tanam Gambar 5.4. Penurunan P tersedia terlihat pada MT IV. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan oleh karena kebutuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan dosis pemupukan P. Penurunan kandungan P- tersedia ini patut diwaspadai disebabkan oleh karena kandungan Fe yang tinggi dengan pH rendah yang dapat mengakibatkan P tidak tersedia karena terikat kuat dengan Fe. Namun penurunan kurang dari 2 ppm dikatakan bukan penurunan yang signifikan. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.4. Grafik P-tersedia selama empat musim tanam K-dapat ditukar Keragaan K-dapat ditukar pada empat musim tanam tergolong rendah sampai sedang dengan kisaran 0,23 – 0,26 me100 g pada MT I, pada MT II berkisar 0,27 – 0,35 me100 g, pada MT III berkisar 0,28 – 0,34 me100 g, dan pada MT IV berkisar 0,29 – 0,37 me100 g. Pada MT IV kadar K-dapat ditukar tertinggi terdapat pada perlakuan A1B6 pemupukan 90 N + 22,3 P 2 O 5 + 40,8 K 2 O dengan pengenangan, sedangkan kadar yang terendah terdapat pada perlakuan A2B8 pemupukan 36 N + 8,9 P 2 O 5 + 16,3 K 2 O dengan intermittent Gambar 5.5. Kadar K-dapat tukar selama empat musim tanam menunjukkan peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk K yang intensif selama empat musim tanam sudah mencukupi kebutuhan tanaman sehingga memungkinkan untuk mengurangi pemberian pupuk K ke dalam tanah agar tidak Universitas Sumatera Utara terjadi kelebihan penumpukan hara K. Sifat tanaman dalam menyerap hara K adalah luxury comsumtion, sehingga akan terjadi pemborosan. Keseimbangan hara di dalam tanah sangat penting karena ketidakseimbangan hara maupun kelebihan salah satu unsur hara dapat menyebabkan defisiensi hara tertentu. Gambar 5.5. Grafik K-dd selam empat musim tanam Berdasarkan perhitungan nilai F hitung Tabel 5.2 diperoleh bahwa perlakuan pengairan berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 terhadap pH tanah selama empat musim tanam, sedangkan perlakuan pemupukan, dan interaksi pemupukan dengan pengairan berbeda nyata pada MT I, MT II dan MT III. Pada MT IV diperoleh bahwa perlakuan pemupukan maupun interaksi pemupukan dengan pengairan tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pengairan yang mengakibatkan pH berbeda nyata, sedangkan perlakuan pemupukan dan interaksi pemupukan dengan pengairan Universitas Sumatera Utara selama empat musim tanam dengan sistem budidaya intensif dalam setahun tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah pada MT IV. Tabel 5.2. Nilai F hitung parameter kualitas tanah selama empat musim tanam Parameter Musim Tanam I Musim Tanam II A B AxB A B AxB pH 134.06 30.23 13.47 159.99 26.59 26.26 C-organik 1.00 5.18 tn 0.40 64.00 tn 11.15 tn 4.75 N-Total 0.25 75.94 tn 0.50 26.29 tn 28.60 16.50 P-tersedia 175.56 56.92 0.56 7.63 tn 68.84 tn 14.77 K-dd 1.32 10.05 tn 1.69 4.26 tn 44.91 tn 10.18 Parameter Musim Tanam III Musim Tanam IV A B AxB A B AxB Ph 1416. 27 48.78 51.13 83.08 1.29 0.82 tn tn C-organik 0.85 2.69 tn 0.83 4225.00 tn 3.38 2.33 N-Total 1.02 12.03 tn 3.17 0.83 4.36 tn 6.80 P-tersedia 43.99 30.69 2.53 2.89 1.30 tn 1.35 tn K-dd tn 2.08 9.09 tn 1.43 42.48 tn 2.13 3.39 tn = berbeda nyata pada taraf 1; = berbeda nyata pada taraf 5; tn = tidak nyata A = sistem pengairan; B = pemupukan; AxB = interaksi antara faktor pengairan dan pemupukan Kandungan C-organik pada kondisi tergenang maupun intermittent terlihat tidak berbeda nyata sampai pada MT III. Akan tetapi menjadi berbeda nyata pada taraf 1 pada MT IV. Ini disebabkan karena laju dekomposisi yang lebih cepat pada perlakuan penggenangan. Kandungan C-organik tanah berbeda nyata terhadap perlakuan pemupukan selama empat musim tanam. Keadaan ini menunjukkan perbedaan laju dekomposisi bahan organik akibat pemupukan baik pada penggenangan terus-terus menerus dengan intermittent. Pemupukan berpengaruh nyata terhadap kandungan C-organik tanah selama empat musim tanam dan hal ini menunjukkan bahwa dosis pemupukan berpengaruh terhadap penurunan kandungan C-organik tanah. Untuk kandungan N-total, P-tersedia dan Universitas Sumatera Utara K-dd adalah nyata dipengaruhi oleh pemupukan pada MT I, MT II dan MT III, namun pada MT IV pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap P-tersedia dan K-dd. Berdasarkan analisis pola perubahan kualitas tanah bahwa budidaya padi intensif dengan peningkatan intensitas pertanaman menjadi empat musim tanam dalam satu tahun dengan pendekatan PTT dan perlakuan pengairan intermittent dan pemupukan berdasarkan analisis laboratorium serta penambahan probiotik tidak menurunkan kualitas tanah.

5.1.3. Sifat Kimia Air Awal