5.1.4. Kualitas Air Selama Penelitian
Untuk mempelajari sampai sejauh mana adanya perubahan kualitas air
yang ditunjukkan selama empat musim tanam, maka dilakukan pengamatan perubahan sifat kimia air. Dipilih indikator penilaian kualitas air mencakup pH,
Ec daya hantar listrik, N-total, P-air, K-air, dan Fe. pH
Sifat-sifat kimia air pengairan berpengaruh terhadap kesesuaian air untuk berbagai penggunaan. Sifat-sifat kimia pengairan sangat penting diketahui dalam
kaitannya dengan kegiatan pertanian.
Hasil analisis sifat kimia air awal menunjukkan nilai pH air 7 yang tergolong dalam kriteria baik untuk pertanian. Nilai pH pada MT I, MT II, MT
III, dan MT IV berkisar 6 – 7 yang juga masih tergolong baik untuk pertanian. Penanaman padi selama empat musim tanam terjadi penurunan pH air Gambar
5.6. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena pemupukan yang intensif, terutama pemupukan N dengan menggunakan urea. Menurut Setyanto, 2004,
pemberian Urea CONH Bila sifat-sifat kimia air tersebut melebihi
konsentrasi yang diizinkan, pertumbuhan tanaman akan terhambat dan akan mengalami penurunan hasil Subagyono et al., 2005.
2 2
akan menghasilkan Amonium NH
4 +
yang diserap oleh tanaman padi akan diseimbangkan dengan pelepasan H
+
, sehingga menyebabkan pH air menurun.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.6. Grafik pH Air selama empat musim tanam Daya Hantar Listrik EC
Gambar 5.7. Grafik EC Air selama empat musim tanam
Universitas Sumatera Utara
Salinitas dan salinisasi merupakan masalah yang dapat terjadi pada lahan beririgasi. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa EC air mengalami peningkatan
pada MT II, kemudian stabil pada MT III dan MT IV Gambar 5.7. Hasil penelitian Kitamura et al. 2003 di Kazakhtan melaporkan bahwa sumber
salinitas ini berasal dari sumber air irigasi yang berkadar garam relatif tinggi atau dapat juga dari air bawah tanah yang melalui proses aliran air ke atas upward
movement. Menurut Ramadhi 2002 hasil gabah di persawahan Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung berkurang sekitar 60-70 dari produksi normal
akibat kualitas air mengandung Na dengan konsentrasi tinggi yang berkisar antara 560-880 ppm Na. Dengan pemberian air bersih dan berkualitas, hasil gabah pada
persawahan tersebut dapat mencapai 8- 10 t ha
-1
Kurnia et al., 2003.
N-total
Gambar 5.8 Grafik N-total air selama empat musim tanam
Universitas Sumatera Utara
Kandungan N-total air cenderung menurun pada MT II dan meningkat kembali pada MT III, kemudian stabil pada MT IV Gambar 5.8. Secara umum
kandungan N-total air adalah cenderung stabil. Hal ini terjadi karena kandungan N yang terlarut di dalam air telah diserap tanaman dan sebagian menguap menjadi
amoniak.
P-air
Fluktuasi kandungan P-air meningkat pada MT II, kemudian menurun pada MT III, dan mengalami peningkatan pada MT IV Gambar 5.9. Secara
umum rata-rata kandungan P-air selama empat musim tanam mengalami sedikit peningkatan. Hal ini terjadi karena analisa P-air merupakan analisa P-total air,
terjadinya peningkatan karena meningkatnya P yang terikat dengan Fe. Berbanding tebalik dengan P-tersedia tanah yang semakin menurun disebabkan
oleh meningkatnya P yang terikat dengan Fe.
Gambar 5.9 Grafik P-Air selama empat musim tanam
Universitas Sumatera Utara
K-air
Secara umum rata-rata kandungan K-air selama empat musim tanam cenderung stabil. Kandungan K-air pada intermittent lebih tinggi daripada
pengairan yang tergenang. Kandungan K-air yang tertinggi terjadi pada perlakuan A2B3 yakni pemupukan 112,5 N+27 P
2
O
5
+30 K
2
O + probiotik dan pengairan intermittent, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A2B7 yakni
pemupukan analisis lab 70 dosis + probiotik dengan penggenangan Gambar 10. Hal ini terjadi karena kandungan K-air yang tergenang akan ikut tercuci,
sedangkan pada intermittent kandungan K lebih lama bertahan.
Gambar 5.10. Grafik K- Air selama empat musim tanam
Universitas Sumatera Utara
Fe
Kandungan Fe berfluktuasi untuk setiap musim tanam. Kandungan Fe masih termasuk dalam interval toleransi untuk tanaman padi. Secara umum
kandungan Fe pada pengairan intermittent mengalami penurunan terjadi pada perlakuan A2B3, A2B5 Gambar 5.11. Pengaturan kondisi sawah dalam kondisi
kering dan tergenang secara bergantian akan mencegahnya timbulnya keracunan besi Fe dan disisi lain serapan hara P, K, Ca, dan Mg tanaman meningkat. Besi
merupakan salah satu unsur yang mengalami perubahan pada kondisi tergenang yaitu dapat mengalami reduksi dari Fe
3+
menjadi Fe
2+
. Dari aspek ketersediaan hara perubahan ini menguntungkan bagi tanaman, karena besi lebih tersedia dan
dapat diserap oleh tanaman yaitu dalam bentuk fero Fe
2+
Gambar 5.11. Grafik kandungan Fe air selama empat musim tanam , namun apabila reduksi
berlebih maka besi tersebut dapat larut melebihi dari kebutuhan tanaman, sehingga mengakibatkan keracunan tanaman Kasno et al., 1987.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.5 Nilai F hitung parameter kualitas air selama empat musim tanam
Parameter Musim Tanam I
Musim Tanam II A
B A
B AxB
pH 2.44
11.11
tn
1.58 0.39
tn
1.41
tn
0.53
tn tn
EC 2.55
0.95
tn
1.81
tn
0.49
tn
0.48
tn
0.33
tn
N
tn
39.83 19.04
4.11 14.95
71.62
tn
1.74 P
tn
15.23 52.52
tn
4.24 0.01
17.60
tn
1.26 K
tn
0.82 9.99
tn
3.02 0.54
1.58
tn
2.97
tn
Ca 0.00
0.00
tn
0.00
tn
0.00
tn
0.00
tn
0.00
tn
Mg
tn
82.29 1.04
0.43
tn
8.86
tn
1.92
tn
0.78
tn
Fe
tn
2.96 0.55
tn
0.52
tn
0.75
tn
0.51
tn
1.51
tn
Na
tn
0.00 0.00
tn
0.00
tn
8.86
tn
1.92
tn
0.78
tn
Parameter
tn
Musim Tanam III Musim Tanam IV
A B
AxB A
B AxB
pH 0.85
0.42
tn
0.55
tn
0.57
tn
0.21
tn
0.59
tn tn
EC 3.12
0.76
tn
1.31
tn
3.12
tn
0.76
tn
1.31
tn
N
tn
501. 20
28.77 0.95
403.92
tn
27.99 0.83
P
tn
3.91 0.37
tn
1.70
tn
20.52
tn
3.03 2.01
K
tn
1.06 1.57
tn
2.76
tn
1.06 1.57
tn
2.76
tn
Ca 1.00
0.60
tn
1.22
tn
0.02
tn
0.66
tn
0.61
tn
Mg
tn
8.37 1.93
tn
1.11
tn
0.21
tn
0.54
tn
0.91
tn tn
Fe 8.12
0.68
tn
0.45
tn
8.36
tn
0.48
tn
0.65
tn
Na
tn
8.37 1.93
tn
1.11
tn
0.21
tn
0.91
tn
0.91
tn tn
= berbeda nyata pada taraf 1; = berbeda nyata pada taraf 5; tn = tidak nyata A = sistem pengairan; B = pemupukan; AxB = interaksi antara faktor penggenangan dan pemupukan
Nilai F hitung secara umum memperlihatkan perlakuan pengairan dan
pemupukan serta interaksi pengairan dan pemupukan terhadap kualitas air tidak berbeda nyata selama empat musim tanam, kecuali kandungan N-total dan P air.
Hal ini menunjukkan bahwa budidaya padi intensif dengan empat musim tanam tidak menurunkan kualitas air.
Abas et al. 1985 melaporkan bahwa efisiensi penggunaan air pada lahan yang diirigasi secara macak-macak hampir 2-3 kali lebih tinggi dibanding dengan
Universitas Sumatera Utara
lahan yang digenangi terus-menerus. Setiobudi 2001; 2010, bahwa dengan irigasi macak-macak dari sejak tanam sampai 7 hari menjelang panen pada musim
kemarau maupun musim hujan dapat menghemat penggunaan air 40 dibanding dengan penggunaan secara kontinu, pengairan dengan metode alternasi basah
kering atau intermittent dengan menggunakan paralon dinding berlubang merupakan langkah operasional yang strategis dalam meningkatkan efisiensi
penggunaan air pada pertanaman padi sawah di tingkat tertier. Metode ini sangat efektif dalam penerapan IP padi 400. Pengairan dengan metode alternasi basah
kering mampu menghemat air 1.000-3000 m
3
Ghosh 2003 juga menyatakan bahwa sistem penggenangan juga berpengaruh terhadap effisiensi penggunaan air. Genangan dalam 10-15 cm
seperti yang dilakukan petani pada umumnya dapat menyebabkan tingginya kehilangan air lewat perkolasi sebesar 12.612,8 cu.m ha
hamusim dan secara konsisten meningkatkan efisiensi produksi, baik pada musim kemarau dan musim hujan.
-1
yang di dalamnya juga terdapat unsur yang bersifat mobile, sehingga tingkat kehilangan hara juga
menjadi tinggi dan hasil yang diperoleh sebesar 7,8 t ha
-1
. Penurunan genangan menjadi 5-7 cm selain dapat menurunkan tingkat kebutuhan air irigasi sebesar
8.918,4 cu.m ha
-1
dan juga dapat meningkatkan hasil tanaman hingga 10,5 t ha
-1
Teknik irigasi dengan sistem rotasi dapat menghemat penggunaan air 20- 30 tanpa menyebabkan terjadinya penurunan hasil serta mendukung lebih
baiknya pertumbuhan tanaman dan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan penggunaan tenaga kerja Bhuiyan, 1980. Hasil penelitian yang dilakukan di
Nueva Ecija, Filipina juga menunjukkan bahwa pemberian air dengan sistem .
Universitas Sumatera Utara
rotasi tidak menyebabkan terjadinya penurunan hasil, bahkan nampak adanya kecenderungan peningkatan hasil panen.
Dengan penerapan irigasi berselang hasil padi meningkat hampir 7 dibanding dengan hasil pada lahan yang terus-menerus digenangi, sementara hasil
padi dengan irigasi bergilir meningkat 2. Lebih jauh Krishnasamy et al. 2003 melaporkan bahwa produktivitas lahan pada sistem irigasi berselang lebih tinggi
6,73 dibanding penggenangan.
5.1.5. Emisi Metan CH
4
Pola Emisi metan bervariasi pada setiap perlakuan ditunjukkan pada Gambar 5.12. Nilai rata-rata emisi metan yang tertinggi terjadi pada perlakuan
A1B1 sebesar 349 kg ha
-1
per musim tanam dan terendah pada A2B6 yakni sebesar 58,33 kg ha
-1
per musim tanam. Perlakuan A1B1 yakni pemupukan sesuai rekomendasi pemupukan Permentan No 40 Tahun 2007 112,5 N + 27 P
2
O
5
+ 30 K
2
O dengan proses penggenangan yang terus menerus menyebabkan terciptanya kondisi anaerob yang sangat sesuai bagi bakteri metanogen sebagai penghasil
CH
4
. Pada perlakuan A2B6 yakni pemupukan sesuai analisis laboratorium 100 dosis = 90 N + 22,3 P
2
O
5
+ 40,8 K
2
O + pupuk probiotik mengalami proses pengairan intermittent. Dosis pemupukan A1B1 112,5 N + 27 P
2
O
5
+ 30 K
2
O lebih tinggi dari pada A2B6 90 N + 22,3 P
2
O
5
+ 40,8 K
2
O. Dosis pemupukan N yang lebih tinggi pada perlakuan A1B1 menyebabkan lebih tingginya emisi
metan dibandingkan pada perlakuan A2B6. Pemberian pupuk N pada lahan padi dapat meningkatkan emisi metan karena meningkatkan pertumbuhan padi yang
Universitas Sumatera Utara
menjadi sumber metan berupa biomasa dan meningkatkan jalur emisi Cheng- Fang et al., 2011.
Gambar 5. 12. Emisi metan CH
4
selama empat musim tanam Pola emisi metan selama empat musim tanam menunjukkan
kecenderungan peningkatan emisi metan akibat peningkatan intensitas penanaman dengan penggenangan terus menerus, sedangkan pada pengairan intermittent
emisi metan cenderung konstan. Gambar 5. 13 menunjukkan peningkatan secara komulatif emisi metan selama empat musim tanam. Peningkatan komulatif emisi
metan yang paling tinggi pada setiap musim tanam terjadi pada perlakuan A1B1 dengan rata emisi sebesar 338,5 kg ha
-1
per musim tanam. Sedangkan peningkatan komulatif emisi metan yang paling rendah terdapat pada perlakuan A2B6
intermittent dan pemupukan berdasarkan analisis laboratorium serta penambahan pupuk probiotik.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil Setyanto et al. 1999 mengemukakan bahwa kondisi tanah dengan penggenangan berlanjut continously
flooded relatif mengemisi metan lebih tinggi dibandingkan dengan macak-macak dan pengairan berselang intermittent.
Gambar 5. 13. Kumulatif metan CH
4
selama empat musim tanam
Total emisi metan selama empat musim tanam dalam setahun disajikan pada Gambar 5.14. Secara kumulatif selama empat musim tanam total emisi
metan yang tertinggi sebesar 1354 kg ha
-1
terdapat pada perlakuan A1B1, sedangkan total emisi metan yang terendah sebesar 253 kg ha
-1
pada perlakuan A2B6. Perlakuan A1B1 yakni pemupukan sesuai rekomendasi pemupukan
Permentan No 40 Tahun 2007 112,5 N + 27 P
2
O
5
+ 30 K
2
O dengan proses penggenangan yang terus menerus. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
Setyanto et al. 1999 mengemukakan bahwa kondisi tanah dengan penggenangan
Universitas Sumatera Utara
berlanjut continously flooded relatif menghasilkan emisi metan lebih tinggi dibandingkan dengan macak-macak dan pengairan berselang.
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
A 1B1
A 1B2
A 1B3
A 1B4
A 1B5
A 1B6
A 1B7
A 1B8
A 2B1
A 2B2
A 2B3
A 2B4
A 2B5
A 2B6
A 2B7
A 2B8
Perlakuan
T o
ta l
M e
ta n
k g
. h
a -1
Gambar 5. 14. Total emisi metan pada setiap perlakuan selama empat musim tanam
Perlakuan A2B6 yakni pemupukan sesuai analisis laboratorium 100 dosis
=
90 N + 22,3 P
2
O
5
+ 40,8 K
2
O + pupuk probiotik mengalami proses pengairan intermittent. Hal ini sesuai dengan dengan hasil penelitian bahwa
perlakuan intermittent menghasilkan emisi lebih rendah dari pada penggenangan terus menerus. Pengeringan membuat kondisi menjadi aerob pada tanah dan
bakteri metanotrof yang berperan mengoksidasi CH
4
menjadi CO
2
sehingga banyak CH
4
yang teroksidasi sebelum dilepas ke atmosfer Setyanto et al., 1999. Selanjutnya Setyanto 2004 mengemukakan bahwa dari seluruh CH
4
yang diproduksi dalam tanah hanya 16,6 yang diemisikan dan sisanya dioksidasi.
Rendahnya emisi pada pengairan intermittent disebabkan oleh meningkatnya nilai reduksi-oksidasi tanah sehingga dekomposisi secara reduksi tidak berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
Perlakuan intermittent memang ditujukan untuk mengatur kondisi lahan menjadi kering-tergenang secara bergantian. Selain menghemat air irigasi intermittent
dapat memberikan kesempatan pada akar untuk mendapatkan udara sehingga berkembang lebih dalam. Pengairan berselang memberikan manfaat pada lahan
pertanian antara lain mencegah timbulnya besi, mencegah penimbunan H
2
Berdasarkan nilai F hitung pada Tabel 5.6, diperoleh bahwa perlakuan sistem penggenangan A, pemupukan B serta interaksi antara perlakuan
penggenangan dan pemupukan AxB terhadap hasil emisi metan adalah berbeda nyata pada taraf 1. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan penggenangan yang
berbeda A1 dan A2 berpengaruh nyata terhadap hasil emisi metan. Perlakuan pemupukan yang berbeda B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, dan B8 berpengaruh
nyata terhadap hasil emisi metan. Demikian pula pada interaksi perlakuan penggenangan dan pemupukan A1B1, A1B2, A1B3, A1B4, A1B5, A1B6, A1B7,
S yang dapat menghambat perkembangan akar, mengaktifkan mikroba yang bermanfaat,
mengurangi tingkat kerebahan, mengurangi jumlah anakan yang tidak produkstif, menyeragamkan pemasakan gabah, mempercepat waktu panen
dan mempermudah pembenaman pupuk ke dalam tanah. Menurut Setyanto dan Rina
2011 total emisi metan dengan berbagai pengelolaan tanaman padi sawah sangat berbeda yaitu; total emisi metan yang dihasilkan pada non ICM tergenang 289,93
kg hamusim, non ICM dengan intermittent irigasi 57,87 kghamusim, ICM dengan intermittent irigasi 78,33 kghamusim dan ICM terus tergenang 347,03
kghamusim.
Universitas Sumatera Utara
A1B8, A2B1, A2B2, A2B3, A2B4, A2B5, A2B6, A2B7, dan A1B8 berpengaruh nyata terhadap hasil emisi metan.
Tabel 5.6. Nilai F hitung perlakuan terhadap emisi metan selama empat musim
tanam Perlakuan Musim Tanam I
Musim Tanam II Musim Tanam
III Musim
Tanam IV A
2374.64 418.29
2320.66 1651.66
B 8.00
13.61 13.20
25.00 AxB
4.64 8.67
11.95 19.15
= berbeda nyata pada taraf 1; A = sistem penggenangan; B = pemupukan; AxB = interaksi antara faktor penggenangan dan pemupukan
Interaksi antara perlakuan penggenangan dan pemupukan AxB yang memberikan emisi paling tinggi selama empat musim tanam adalah A1B1
interaksi perlakuan penggenangan terus menerus dengan pemupukan sesuai rekomendasi pemupukan Permentan No 40 Tahun 2007 dan yang paling rendah
A2B6 interaksi penggenangan intermittent dengan pemupukan sesuai analisis laboratorium 100 dosis + pupuk probiotik. Perbandingan antara interaksi
A1B1 dan A2B6 terhadap hasil emisi metan adalah berbeda nyata Uji DMRT; P = 0,05.
Untuk melihat pengaruh pemupukan dan pengairan terhadap emisi metan selama empat musim tanam dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.7. Pengaruh pemupukan dan pengairan terhadap emisi metan selama
empat musim tanam
Perlakuan MTI
MT II MT III
MT IV A1B1
320.00 a 349.00 a
345.67 a 339.33 A
A1B2 314.67 a
341.33 a 333.00 a
338.00 A A1B3
250.00 bc 320.67 a
266.67 b 225.33 C
A1B4 234.67 bcd
244.67 b 218.33 c
262.33 B A1B5
219.00 cd 256.00 b
250.33 c 233.67 C
A1B6 206.33 d
223.33 b 218.00 c
214.00 c A1B7
214.67 cd 241.00 b
224.00 c 217.67 c
A1B8 266.67 b
232.33 b 226.67 c
234.33 c A2B1
87.67 e 87.33 c
75.33 d 75.00 d
A2B2 85.67 e
86.33 c 77.67 d
79.00 d A2B3
82.33 e 73.33 c
78.00 d 66.33 d
A2B4 74.67 e
74.33 c 76.00 d
80.67 d A2B5
74.00 e 81.33 c
77.00 d 72.33 d
A2B6 69.67 e
58.33 c 64.67 d
60.33 d A2B7
75.33 e 77.33 c
75.67 d 78.33 d
A2B8 82.00 e
77.33 c 78.67 d
72.33 d
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada P = 0,05 uji DMRT
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa pengaruh pemupukan pada
perlakuan penggenangan terus-menerus A1 berbeda nyata DMRT; P = 0,05 terhadap emisi metan, sedangkan pada perlakuan pengairan intermittent A2
selama empat musim tanam tidak berpengaruh nyata terhadap emisi metan. Pada musim tanam I perlakuan pemupukan B1 memberikan emisi metan tertinggi
320,00 kg ha
-1
disusul pemupukan B2 314,67 kg ha
-1
, dimana secara statistik emisi metan yang dihasilkan pemupukan B1 dan B2 tidak berbeda nyata DMRT;
P = 0,05, tetapi berbeda nyata terhadap pemupukan lainnya yakni B3, B4, B5, B6, B7 dan B8. Pada musim tanam II perlakuan pemupukan B1 juga memberikan
emisi metan tertinggi 349,00 kg ha
-1
disusul pemupukan B2 dan B3, dimana secara statistik emisi metan yang dihasilkan pemupukan B1, B2 dan B3 tidak
Universitas Sumatera Utara
berbeda nyata, tetapi berbeda nyata terhadap pemupukan lainnya yakni B4, B5, B6, B7 dan B8. Pada musim tanam III perlakuan pemupukan B1 juga
memberikan emisi metan tertinggi 345,00 kg ha
-1
disusul pemupukan B2 333,00 kg ha
-1
dimana secara statistik emisi CH
4
yang dihasilkan pemupukan B1 dan B2 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata terhadap pemupukan lainnya
yakni B3, B4, B5, B6, B7 dan B8. Demikian juga pada musim tanam IV perlakuan pemupukan B1 memberikan emisi metan tertinggi 339,33 kg ha
-1
disusul pemupukan B2 338,00 kg ha
-1
dimana secara statistik emisi metan yang dihasilkan pemupukan B1 dan B2 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata
terhadap pemupukan lainnya yakni B3, B4, B5, B6, B7 dan B8. Secara umum selama empat musim tanam perlakuan A1B1 yakni penggenangan terus menerus
dengan pemupukan sesuai rekomendasi pemupukan Permentan No 40 Tahun 2007 adalah menghasilkan emisi metan
Tabel 5.8. Pengaruh pemupukan terhadap emisi metan selama empat musim tanam
yang tertinggi, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A2B6 yakni pengairan intemittent dengan pemupukan
sesuai analisis laboratorium 100 dosis + pupuk probiotik. Untuk mengetahui pengaruh pemupukan terhadap emisi metan selama empat musim tanam dapat
dilihat pada Tabel 5.8 berikut.
Pemupukan MT I
MT II MT III
MT IV B1
203.83 a 218.17 A
210.50 a 207.17 A
B2 200.17 a
213.83 A 205.33 a
208.50 A B3
166.17 bc 197.00 A
172.33 b 145.83 C
B4 154.67 bc
159.50 Bc 147.17 c
171.50 B B5
146.50 c 168.67 b
163.67 bc 153.00 C
B6 138.00 c
140.83 C 141.33 c
137.17 C B7
145.00 c 159.17 Bc
149.83 bc 148.00 C
B8 174.33 b
154.83 Bc 152.67 bc 153.33 C
Universitas Sumatera Utara
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada P = 0,05 uji DMRT
Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap emisi metan selama empat musim tanam memperlihatkan bahwa pemupukan B1 yakni pemupukan sesuai
rekomendasi pemupukan Permentan No 40 Tahun 2007 112,5 N + 27 P
2
O
5
+ 30 K
2
O secara umum menghasilkan emisi metan
yang tertinggi, sedangkan yang menghasilkan emisi metan terendah adalah pemupukan B6 yakni pemupukan
sesuai analisis laboratorium 100 dosis
=
90 N + 22,3 P
2
O
5
+ 40,8 K
2
O + pupuk probiotik. Berdasarkan uji DMRT selama empat musim tanam
menunjukkan bahwa emisi metan yang berasal dari pemupukan B1 berbeda nyata DMRT; P = 0,05 dengan pemupukan B6. Hal ini mengindikasikan bahwa
pemupukan berpengaruh terhadap aktivitas bakteri metanogenmetanotrof dalam pembentukan emisi metan.
5.1.6. Korelasi Komponen Hasil dengan Emisi Metan Korelasi komponen hasil terhadap metan dapat dilihat pada Tabel 5.9
Tabel 5.9. Korelasi komponen hasil terhadap emisi metan Komponen Hasil
Emisi Metan A1
A2 Anakan Produktif
0.4236 -0.2522
Jumlah Anakan Maksimum 0.2966
-0.3863 Korelasi jumlah anakan produktif dengan total emisi metan yang
dihasilkan memperlihatkan korelasi positif r = 0,4236 pada penggenangan, sedangkan pada intermittent mempunyai korelasi negatif r = -0,2522. Demikian
juga, hubungan jumlah anakan maksimum memperlihatkan korelasi positif r = 0,2966 pada penggenangan, sedangkan pada intermittent mempunyai korelasi
negatif r = -0,3863. Hal ini berarti menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah
Universitas Sumatera Utara
anakan produktif atau jumlah anakan maksimum akan meningkatkan total emisi metan pada penggenangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Aulahk et al. 2000
bahwa jumlah anakan dapat meningkatkan kerapatan dan jumlah pembuluh aeren chyma sehingga kapasitas angkut metan menjadi besar.
Menurut Wihardjaka 2001 makin banyak eksudat akar yang terbentuk maka emisi metan akan
semakin tinggi. Jumlah anakan juga berpengaruh, semakin banyak jumlah anakan maka kerapatan dan jumlah pembuluh aerenkima meningkat. Sebaliknya pada
intermittent peningkatan jumlah anakan produktif atau jumlah anakan maksimum tidak akan meningkatkan total emisi metan. Menurut Setyanto et al. 2004,
intensifikasi padi sawah dengan sistem tergenang anaerob selain meningkatkan emisi gas rumah kaca, juga menyebabkan tidak berfungsinya kekuatan biologis
tanah soil biological power dan menghambat perkembangan sistem perakaran tanaman padi. Dalam kondisi anaerob, keanekaragaman hayati biodiversity
tanah sangat terbatas. Biota tanah yang aerob tidak dapat berkembang dan diperkirakan hanya sekitar 25 perakaran tanaman padi yang berkembang dengan
baik. Pertanaman dengan sistem aerob lembab menghasilkan sistem perakaran paling tidak sekitar 3-4 kali lebih besar bila dibandingkan dengan sistem
tergenang. Perkembangan sistem perakaran yang optimal dan didukung oleh keanekaragaman hayati dalam tanah dapat meningkatkan potensi hasil padi
5.1.7. Korelasi Jumlah Anakan Maksimum dengan Total Emisi Metan
Gambar 5.15 menunjukkan hubungan jumlah anakan maksimum dengan total metan pada setiap perlakuan dan peningkatan jumlah anakan tidak
meningkatkan total emisi metan, tergantung kepada perlakuannya. Hal ini dapat
Universitas Sumatera Utara
dilihat pada perlakuan A1B6, A2B1, A2B3 dan A2B6. Perlakuan A1B6 dan A2B6 adalah perlakuan pemupukan B6 dengan dosis yang sama yakni 90 N +
22,3 P
2
O
5
+ 40,8 K
2
O + pupuk probiotik. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pemupuka n B6 menghasilkan total emisi metan yang paling rendah baik
pada penggenangan terus menerus maupun pada pengairan intermittent. Jumlah anakan maksimum selama empat musim tanam dalam setahun yang paling tinggi
adalah pada perlakuan A2B3 sebanyak 105 anakan disusul oleh A2B6 sebanyak 104 anakan. Namun dari total emisi yang dihasilkan menunjukkan perlakuan
A2B6 menghasilkan total emisi metan yang paling rendah yakni 253 kg ha
-1
, sedangkan perlakuan A2B3 menghasilkan total emisi metan 300 kg ha
-1
.
Gambar 5.15. Grafik jumlah anakan maksimum dengan total emisi metan
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa total metan yang
dihasilkan paling rendah adalah dengan perlakuan A2B6. Untuk itu maka perlu dilihat korelasi jumlah anakan maksimum dengan total metan yang dihasilkan
pada perlakuan A2B6 Gambar 5.16.
Gambar 5.16 . Korelasi jumlah anakan maksimum dengan total metan perlakuan A2B6
Pada Gambar 5.16. dapat dilihat bahwa korelasi jumlah anakan
maksimum dengan total emisi adalah korelasi negatif kuat r = -0.5435. Hubungan fungsional jumlah anakan maksimum dengan total metan R
2
= 0.1459. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anakan maksimum berpengaruh terhadap
hasil emisi metan. Pada perlakuan A2B6 apabila jumlah anakan produktif meningkat maka emisi yang dihasilkan justru menurun.
Universitas Sumatera Utara
5.1.8. Korelasi Jumlah Anakan Produktif dengan Total Emisi Metan