Korelasi Jumlah Anakan Produktif dengan Total Emisi Metan Produksi, Produktivitas dan Komponen Hasil

5.1.8. Korelasi Jumlah Anakan Produktif dengan Total Emisi Metan

Korelasi antara jumlah anakan produkstif dengan total emisi metan dapat dilihat pada Gambar 5.17. Gambar 5.17. Grafik jumlah anakan produktif dengan total emisi metan Berdasarkan Gambar 5.17. dapat dilihat hubungan jumlah anakan produktif dengan total metan pada setiap perlakuan. Grafik menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah anakan produktif tidak meningkatkan total emisi metan, tergantung kepada perlakuannya. Hal ini sejalan dengan jumlah anakan maksimum. Jumlah anakan produktif selama empat musim tanam dalam setahun yang paling tinggi adalah pada perlakuan A2B3 sebanyak 56 anakan disusul oleh A2B6 sebanyak 53 anakan. Namun dari total emisi yang dihasilkan menunjukkan perlakuan A2B6 menghasilkan total emisi metan yang paling rendah yakni 253 kg ha -1 , sedangkan perlakuan A2B3 menghasilkan total emisi metan 300 kg ha -1 . Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa total metan yang dihasilkan paling rendah adalah dengan perlakuan A2B6. Untuk itu maka perlu dilihat korelasi jumlah anakan produktif dengan total metan yang dihasilkan pada perlakuan A2B6 Gambar 5.18.. Gambar 5. 18. Hubungan jumlah anakan produktif dengan total metan perlakuan A2B6 Berdasarkan Gambar 5.18. dapat dilihat bahwa korelasi jumlah anakan produktif dengan total emisi adalah korelasi negatif kuat r = -0.7504. Hubungan fungsional dengan R 2 = 0.7994 lebih besar dari jumlah anakan maksimum R 2 = 0.1459. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anakan produktif lebih berpengaruh dari pada jumlah anakan maksimum terhadap hasil emisi metan. Pada perlakuan A2B6 apabila jumlah anakan produktif meningkat maka emisi yang dihasilkan justru menurun. Universitas Sumatera Utara 5.2. Analisis Produksi, Produktivitas dan Ekonomi Budidaya Intensif pada Lahan Sawah Irigasi Teknis.

5.2.1. Produksi, Produktivitas dan Komponen Hasil

Rata-rata jumlah anakan setiap musim tanam dengan pengairan intermittent lebih banyak dibandingkan dengan pengairan tergenang Gambar 5.19 Gambar 5.19. Grafik jumlah anakan selama empat musim tanam Rata-rata jumlah anakan dengan pengairan intermittent berkisar antara 13,9-32,3 batangrumpun, sedangkan pada kondisi tergenang berkisar antara 13,13-27,3 batangrumpun. Total anakan maksimum terbanyak selama 4 musim tanam 104,5 batangrumpun diperoleh pada perlakuan A2B3 intermittent dan pemupukan Permentan 40 100 dosis+probiotik, diikuti dengan perlakuan A2B6 intermittent dan pemupukan analisis lab 100 dosis+probiotik 103,5 Universitas Sumatera Utara batangrumpun. Total anakan maksimum paling sedikit adalah pada perlakuan A1B8 tergenang dan pemupukan analisis lab 40 dosis+probiotik 59,0 batangrumpun. Gambar 5.20. Grafik bobot 1000 butir selama empat musim tanam Total bobot 1000 butir gabah selama 4 musim tanam berkisar antara 99,4 gr-104,0 g; dimana total bobot 1000 butir gabah tertinggi diperoleh pada perlakuan A2B3 dan paling rendah pada perlakuan A2B7 intermittent dan pemupukan analisis Lab 70 dosis+probiotik Gambar 5.20. Pengaruh pengairan dan pemupukan terhadap jumlah gabah isi per malai menunjukkan bahwa perlakuan A2B3 memberikan total gabah isi terbanyak 490,9 butirmalai, diikuti perlakuan A2B6 478,1 butirmalai dan A1B6 475,9 butirmalai. Total gabah isi paling sedikit diperoleh pada perlakuan A2B8, yaitu 416,4 butirmalai Gambar 5.21. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.21. Grafik jumlah gabah isi selama empat musim tanam Gambar 5.22. Grafik gabah kering panen selama empat musim tanam Rata-rata hasil gabah kering panen pada pengairan intermittent berkisar antara 5,9-10,4 t ha -1 , sedangkan pada kondisi tergenang berkisar antara 5,53-8,93. Universitas Sumatera Utara Total hasil gabah kering panen juga menunjukkan bahwa perlakuan A2B3 memberikan hasil gabah terbanyak selama 4 musim tanam 39,07 t ha -1 , kemudian diikuti dengan perlakuan A2B6 37,80 t ha -1 dan A2B1 intermittent dan pemupukan Permentan 40, yaitu 34,07 t ha -1 . Sedangkan total hasil gabah kering panen paling sedikit adalah 23,6 t ha -1 , diperoleh pada perlakuan A1B8 tergenang dan pemupukan analisis lab 40 dosis+probiotik Gambar 5.22. Gambar 5.23. Grafik jumlah anakan produktif selama empat musim tanam Berdasarkan Gambar 5.23 jumlah anakan produktif, pada pengairan intermittent lebih banyak dibandingkan dengan kondisi pengairan tergenang. Pada pengairan intermittent rata-rata jumlah anakan produktif setiap musim tanam berkisar antara 6,6-17,3 batangrumpun, sedangkan pada kondisi tergenang berkisar antara 6,0-14,4 batangrumpun. Perlakuan A2B3 dan A2B6 merupakan perlakuan yang memberikan total anakan produktif terbanyak selama 4 musim Universitas Sumatera Utara tanam, masing-masing 55,9 dan 52,8 batangrumpun. Total anakan produktif paling sedikit diperoleh pada perlakuan A1B8, yaitu 31,8 batangrumpun. Gambar 5.24. Grafik gabah kering giling selama empat musim tanam Berdasarkan Gambar 5.24 rata-rata hasil gabah kering giling pada pengairan intermittent berkisar antara 3,5-8,8 t ha -1 , sedangkan pada kondisi tergenang berkisar antara 3,4-7,9. Total hasil gabah kering giling juga menunjukkan bahwa perlakuan A2B3 memberikan hasil gabah terbanyak selama 4 musim tanam 32,5 t ha -1 , kemudian diikuti dengan perlakuan A2B6 30,5 t ha - 1 dan A2B1 intermittent dan pemupukan Permentan 40, yaitu 29,2 t ha -1 . Sedangkan total hasil gabah kering giling paling sedikit adalah 16,6 t ha -1 , diperoleh pada perlakuan A1B8 tergenang dan pemupukan analisis lab 40 dosis+probiotik. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.25. Grafik tinggi tanaman cm selama empat musim tanam Rata-rata tinggi tanaman setiap musim tanam pada pengairan intermittent berkisar antara 100,6 cm-108,0 cm dan pada kondisi tergenang berkisar antara 100,6 cm-107,8 cm. Rata-rata bobot 1000 butir gabah setiap musim tanam pada pengairan intermittent berkisar antara 24,7 g - 26,3 g dan pada kondisi tergenang 24,6 g - 26,1 g Gambar 5.25. Gambar 5.26. Grafik berat berangkasan selama empat musim tanam Universitas Sumatera Utara Rata-rata berat berangkasan setiap musim tanam pada pengairan intermittent berkisar antara 1.227,5 g-1.295,8 g dan pada kondisi tergenang berkisar antara 1.224,6 g-1.258,4 g. Berat berangkasan pada perlakuan intermittent lebih tinggi dibandingkan dengan penggenangan Gambar 5.26. Berdasarkan analisis terhadap hasil dan komponen hasil menunjukkan bahwa jumlah anakan dan anakan produktif, bobot 1000 butir, berat brangkasan, dan hasil gabah kering panen pada intermittent lebih tinggi dari pada sistem pengairan tergenang selama empat musim tanam. Hal ini disebabkan karena pertanaman dengan sistem aerob lembab menghasilkan sistem perakaran paling tidak sekitar 3-4 kali lebih besar bila dibandingkan dengan sistem tergenang. Irigasi berselang lebih tinggi kontribusinya dalam peningkatan jumlah anakan padi, lebar daun leaf area dan produksi biomassa Gani et al. 2002. Jumlah anakan dan anakan produktif relatif, bobot 1000 butir, berat brangkasan, dan hasil gabah kering panen meningkat pada setiap musim tanam. Hasil ini menunjukkan bahwa meningkatnya intensitas penanaman tidak mengakibatkan penurunan terhadap jumlah anakan, bobot 1000 butir, berat brangkasan, dan hasil gabah kering panen. Hal ini disebabkan oleh pemberian pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga meskipun penanaman padi dilakukan selamat empat musim tanam berturut-turut dalam satu tahun, jumlah anakan dan anakan produktif, bobot 1000 butir, berat brangkasan, dan hasil gabah kering panen tetap tinggi. Pada sistem pertanian intensif tanaman padi, pemberian pupuk sebagai penambah unsur hara yang ada dalam tanah merupakan keharusan agar tanaman dapat mencukupi kebutuhannya. Pengeloalaan hara yang tidak berimbang akan Universitas Sumatera Utara menurunkan hasil padi hingga 40 , dan apabila disertai dengan pengelolaan tanaman yang tidak baik maka kehilangan hasil padi dapat mencapai 60 dari potensi hasilnya. Oleh karena itu, faktor pengelolaan hara tanaman harus mendapat perhatian yang seimbang. Namun kondisi ini tidak terjadi pada penelitian ini karena perlakuan pupuk yang diberikan telah seimbang dan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan irigasi berselang hasil padi meningkat hampir 7 dibanding dengan hasil pada lahan yang terus-menerus digenangi, sementara hasil padi dengan irigasi bergilir meningkat 2. Lebih jauh Krishnasamy et al. 2003 melaporkan bahwa produkstivitas lahan pada sistem irigasi berselang lebih tinggi 6,73 dibanding penggenangan dan dengan sistem tersebut penggunaan air irigasi dapat dihemat hingga 21 lebih tinggi dari sistem penggenangan. Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa pada perlakuan A2 pengairan intermittent, menunjukkan total anakan maksimum, anakan produktif, gabah isi, dan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A2 pengairan tergenang pada 4 musim tanam. Pengairan intermittent selain menghemat air irigasi karena areal yang dapat diairi lebih luas, juga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman. Pengairan yang dilakukan secara berselang berkala memberi kesempatan akar tanaman memperoleh udara lebih banyak sehingga dapat berkembang lebih dalam karena akar yang dalam dapat menyerap unsur hara dan air yang lebih banyak. Perlakuan pemupukan B3 pemupukan Permentan 40 100 dosis + probiotik dan B6 pemupukan berdasarkan analisis tanah laboratorium + Universitas Sumatera Utara probiotik, secara umum menunjukkan total jumlah anakan maksimum, anakan produktif, gabah isi, dan hasil selama 4 musim tanam lebih tinggi dibandingkan perlakuan pemupukan lainnya. Dosis pemupukan tersebut memberikan kecukupan hara bagi pertumbuhan tanaman, baik secara vegetatif maupun generatif. Pupuk yang diberikan merupakan unsur tambahan sehingga jumlah Nitrogen, Phospor dan Kalium yang tersedia bagi tanaman berada dalam perbandingan yang tepat. Pemupukan yang dilakukan secara berimbang yang berarti disesuaikan dengan kondisi hara tanah. Perimbangan yang tepat menyebabkan ketiga unsur utama ini akan saling mengendalikan, mengimbangi, dan saling mendukung. Peranan ketiga unsur N, P dan K sangat penting terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, dimana interaksi dari ketiga unsur ini akan menunjang pertumbuhan tanaman. Unsur N berperan utama dalam merangsang pertumbuhan vegetatif batang dan daun, meningkatkan jumlah anakan dan meningkatkan jumlah bulirrumpun. Unsur P berperan memacu terbentuknya bunga, bulir pada malai, menurunkan aborsitas, menunjang perkembangan akar halus dan akar rambut, memperkuat jerami sehingga tidak mudah rebah dan memperbaiki kualitas gabah. Unsur Kalium berperan sebagai aktivator berbagai enzim, dengan adanya unsur Kalium tersedia di dalam tanah, menyebabkan antara lain : tanaman tumbuh tegar, merangsang pertumbuhan akar dan tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Doberman et al., 1996: 1999; Makarim et al., 1992; 1993 yang menyatakan bahwa penetapan kebutuhan pupuk berdasarkan kebutuhan hara tanaman akan lebih baik mengingat besarnya perbedaan antara penampilan tanaman serta perbedaan produksi biomas. Universitas Sumatera Utara Banyak faktor yang harus diperhitungkan dalam upaya peningkatan indeks pertanaman padi, diantaranya adalah pengelolaan lahan tanah harus diupayakan sebaik-baiknya tanpa menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan maupun menurunkan kualitas sumber daya lahan, dan sebaiknya diarahkan pada perbaikan struktur fisik, komposisi kimia, dan aktivitas biota tanah yang optimum bagi tanaman. Oleh sebab itu penggunaan pupuk hayati, selain sebagai suplai hara tanaman, dapat berfungsi sebagai proteksi tanaman, mengurai residu kimia, dan lain lain. Sangat tepat apabila pelaku pertanian menggunakan pupuk hayati sebagai pupuk utama di dalam budidaya pertanian. Tabel 5.10. Nilai F hitung hasil dan komponen hasil selama empat musim tanam Nilai F hitung dan komponen hasil selama empat musim tanam Tabel 5.10. Parameter Musim Tanam I Musim Tanam II A B AxB A B AxB Anakan Maksimum 187.32 7.09 0.35 13.58 tn 8.16 tn 0.37 tn Bobot 1000butir 5.33 1.50 tn 0.55 tn 0.07 tn 1.54 tn 0.17 tn Gabah Isi tn 0.53 4.85 tn 0.19 0.00 tn 4.62 tn 0.98 GKP tn 3.89 3.42 tn 0.19 216.16 tn 2.57 0.25 Anakan Produktif tn 3.17 8.91 tn 0.61 11.72 tn 5.03 tn 0.34 GKG tn 5.50 34.19 tn 1.12 5.48 tn 20.04 tn 0.41 Tinggi Tanaman tn 1.91 2.42 tn 0.67 0.17 tn 0.79 tn 1.07 tn Berat Berangkasan tn 215.51 65.32 9.00 262.06 116.32 18.35 Parameter Musim Tanam III Musim Tanam IV A B AxB A B AxB Anakan Maksimum 3.00 5.96 tn 0.07 44.08 tn 55.03 4.53 Bobot 1000butir 1.50 1.51 tn 2.15 tn 1.96 tn 9.88 tn 3.63 Gabah Isi tn 2.61 2.86 tn 0.35 0.20 tn 8.57 tn 1.67 GKP tn 10.11 7.94 tn 0.67 27.84 tn 6.90 0.39 Anakan Produktif tn 4.83 5.91 tn 0.08 6.28 tn 4.45 tn 0.92 GKG tn 12.94 32.37 tn 0.35 14.76 tn 17.93 tn 0.32 Tinggi Tanaman tn 0.00 2.88 tn 2.58 0.14 4.71 tn 2.55 Berat Berangkasan 208.78 208.78 26.30 1980.21 208.78 26.30 = berbeda nyata pada taraf 1; = berbeda nyata pada taraf 5; tn = tidak nyata A = sistem pengairan; B = pemupukan; AxB = interaksi antara faktor penggenangan dan pemupukan Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 5.10. nilai F hitung hasil dan komponen hasil selama empat musim tanam diperoleh bahwa secara umum perlakuan pemupukan berbeda nyata pada taraf 5 terhadap jumlah anakan maksimum, gabah isi, gabah kering panen, jumlah anakan produktif, gabah kering giling, tinggi tanaman dan berat berangkasan. Semua perlakuan penggenangan, pemupukan serta interaksinya tidak berbeda nyata terhadap bobot 1000 butir. Sebaliknya semua perlakuan penggenangan, pemupukan serta interaksinya berbeda nyata pada taraf 1 terhadap berat berangkasan. Perlakuan yang dapat digunakan untuk mengetahui probiotik positif terhadap hasil dan emisi metan adalah dengan membandingkan perlakuan pemupukan yang tanpa probiotik dengan non probiotik. Pada Tabel 5.11 dapat dilihat bahwa penggunaan probiotik perlakuan pemupukan B1 dengan B3, B2 dengan B6 menghasilkan berat gabah kering panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa menggunakan probiotik. Budidaya padi intensif dengan peningkatan intensitas penanaman menjadi empat musim tanam dengan menggunakan probiotik dapat meningkatkan gabah kering panen mencapai 10,40 t ha -1 pada perlakuan A2B3 dan 10,27 t ha -1 pada perlakuan A2B6 pada MT IV. Tabel 5.11. Perbandingan berat gabah kering panen yang menggunakan dengan Pemupukan tanpa Probiotik MT I MT II MT III MT IV Penggenangan Penggenangan Penggenangan Penggenangan A1 A2 A1 A2 A1 A2 A1 A2 B1 7.43 8.20 7.53 8.13 7.97 8.77 8.30 8.97 B3 B1+Probiotik 7.50 8.87 7.80 9.67 8.00 10.13 8.93 10.40 B2 7.37 8.00 7.43 8.57 7.90 8.50 8.23 8.73 B6 B2+Probiotik 7.30 8.50 7.60 9.13 8.33 9.90 8.47 10.27 Universitas Sumatera Utara Pemupukan Tabel 5.12. Perbandingan Emisi Metan yang Menggunakan dengan Tanpa Probiotik MT I MT II MT III MT IV Penggenangan Penggenangan Penggenangan Penggenangan A1 A2 A1 A2 A1 A2 A1 A2 B1 320.00 87.67 349.00 87.33 345.67 75.33 339.33 75.00 B3 B1+Probiotik 250.00 82.33 320.67 73.33 266.67 78.00 225.33 66.33 B2 314.67 85.67 341.33 86.33 333.00 77.67 338.00 79.00 B6 B2+Probiotik 206.33 69.67 223.33 58.33 218.00 64.67 214.00 60.33 Berdasarkan Tabel 5.12. dapat dilihat bahwa penggunaan probiotik dapat menekan emisi metan baik pada perlakuan penggenangan maupun perlakuan intermittent. Budidaya padi intensif dengan peningkatan intensitas penanaman menjadi empat musim tanam dengan menggunakan probiotik dapat mengurangi emisi mencapai 66,33 kg ha -1 pada perlakuan A2B3 dan 60,33 t ha -1 pada perlakuan A2B6 pada MT IV. Menurut Hou et al. 2000 bahwa bahan organik tanah, ketersediaan substrat organik mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam tanah bertindak sebagai sumber energi. Eh tanah akan rendah jika tersedia karbon organik tanah dalm jumlah yang cukup dan memungkinkan terbentuknya CH 4 Perkembangan teknologi dan sain saat ini memungkinkan fungsi, manfaat dan hierarki dalam system alam dapat dikelola dan dikembangkan lebih jauh dalam mengelola sumber hayati menjadi alat dalam pengendalian hama, penyakit dan kesuburan lahan, peningkatan produksi dan kuaitas produk. Pupuk hayati atau . Sejalan dengan pendapat Epule, 2011 yang menyatakan bahwa untuk menekan emisi metan dapat diupayakan dengan beberapa mekanisme yang telah dikembangkan antara lain dengan pengelolaan air, seleksi cultivar dan penambahan bahan aditif pada tanah untuk menjaga kualitas tanah. Universitas Sumatera Utara probiotik adalah bahan yang mengandung sel hidup penambat nitrogen, pelarut atau mikro organisme selolitik. Penggunaan pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme dan mempercepat proses mikrobologis untuk meningkatkan ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk mikroba bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh tanaman, menekan soil-borne disease, mempercepat proses pengomposan, memperbaiki struktur tanah, dan menghasilkan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pupuk probiotik yang diberikan mengandung Bakteri antara lain : Basillus spp B. Coagulan, B. Alvei, B. Freudealeuchi, Yeast Tricoderma dan sacharomyces, fulvic humic acid dan hormone yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan performance tanaman, meningkatkan produksi dan kualitas produk, meningkatkan rendemen , mempercepat waktu panen dan memperpanjang masa panen. Selain itu dapat menekan penggunaan pupuk urea hingga 90 dari dosis rekomendasi dan mengurangi gangguan dan serangan penyakit tanaman Manfaat pupuk hayati sangat luas, dapat dijelaskan secara singkat bahwa peranan mikroba bermanfaat yaitu memiliki kemampuan untuk mengurai residu kimia, mengikat logam berat, mensuplai sebagian kebutuhan N untuk tanaman, melarutkan senyawa fosfat, melepaskan senyawa K dari ikatan koloid tanah, menghasilkan zat pemacu tumbuh alami Giberellin, Sitokinin, Asam Indol Asestat, menghasilkan enzim alami, menghasilkan zat anti patogen spesifik pada tiap jenis mikroorganisme, dll, jadi dapat disimpulkan bahwa peranan dan Universitas Sumatera Utara manfaat pupuk hayati sangat besar di dalam pratek budidaya. Pupuk hayati berfungsi untuk meningkatkan hasil produksi, meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk buatan, mengurangi dosis pemakaian pupuk buatan, memperbaiki struktur fisik, kimia, dan biologi tanah, menekan serangan hama dan penyakit, menjadikan keseimbangan flora fauna dalam tanah tercipta dengan baik yang pada akhirnya membawa kebaikan untuk segala sisi budidaya pertanian Simanungkalit et al., 2006. Penambahan probiotik berperan sebagai bahan yang mengandung mikroorganisme yang sangat menguntungkan. Aktifitasnya di sekitar rizosfer membantu mengubah unsur-unsur hara yang terdapat di dalam tanah menjadi zat yang dapat diserap oleh tanaman, sedangkan di dalam tanah, selain membantu mendekomposisi bahan yang ada sehingga dapat digunakan oleh tanaman sebagai sumber untuk pertumbuhan juga membantu menekan perkembangan biota pathogenik seperti jamur dan bakteri lainnya, sehingga tanaman lebih aman terhadap serangan penyakit Simanungkalit et al., 2006.

5.2.2. Efisiensi Agronomis