7. Koefisien jumlah jam kerja perminggu anak bertanda positif, artinya semakin
tinggi jumlah jam kerja perminggu anak, maka kecenderungan anak untuk terhambat akses pendidikan semakin besar. Dengan semakin banyaknya jam
kerja anak, maka waktu anak untuk belajar, bersekolah, mengerjakan tugas- tugas sekolah, dan lain-lain akan semakin sedikit sehingga mereka akan
terganggu pendidikannya dan akhirnya memutuskan untuk berhenti sekolah. Angka exp B yang sebesar 1,084 berarti bahwa apabila jumlah jam kerja
perminggu anak bertambah satu jam, maka kecenderungan anak untuk tereksploitasi akan meningkat sebesar 1,084 kali.
8. Kedudukan anak dalam status kerja memiliki koefisien negatif, artinya anak
yang bekerja dengan status formal memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk terhambat akses pendidikan dibandingkan anak yang bekerja dengan
status informal. Anak yang bekerja formal memiliki jadwal kerja dan aturan jam kerja yang harus dipatuhi. Sehingga apabila jam kerja berbenturan dengan
jam sekolah, anak-anak akan kesulitan untuk mengatur waktu mereka, dan akhirnya akan meninggalkan sekolah untuk memilih bekerja.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan paparan pembahasan diperoleh beberapa kesimpulan penting, yaitu:
1. Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan anak untuk bekerja adalah
klasifikasi daerah tempat tinggal, jenis kelamin anak, umur anak, partisipasi sekolah anak, jumlah anggota rumah tangga, jenis kelamin KRT, umur KRT,
status kerja KRT, status perkawinan KRT, lapangan usaha KRT, dan pendidikan KRT.
2. Tingkat keparahan eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi jam kerja
untuk Indonesia menunjukkan nilai 0,43. Terdapat 16 provinsi yang memiliki tingkat keparahan melebihi angka nasional. Tingkat keparahan eksploitasi
terhadap anak yang bekerja dari segi upah untuk Indonesia menujukkan nilai 0,07. Terdapat 10 provinsi yang memiliki tingkat keparahan melebihi angka
nasional. 3.
Analisis regresi logistik menghasilkan faktor-faktor yang memengaruhi eksploitasi dari segi jam kerja, yakni klasifikasi daerah tempat tinggal, jenis
kelamin anak, umur anak, jumlah anggota rumah tangga, jenis kelamin KRT, umur KRT, status perkawinan KRT, lapangan usaha anak, pendidikan KRT,
dan status kedudukan anak dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang memengaruhi eksploitasi dari segi upah adalah klasifikasi daerah tempat tinggal, umur anak,
jenis kelamin anak, lapangan usaha anak, dan status kedudukan anak dalam pekerjaan. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi eksploitasi dari segi
akses pendidikan adalah klasifikasi daerah tempat tinggal, jenis kelamin anak, umur anak, umur KRT, lapangan usaha anak, status kedudukan anak dalam
pekerjaan, pendidikan KRT, dan jam kerja anak.
7.2. Implikasi Kebijakan
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas, dapat dirumuskan beberapa implikasi kebijakan, antara lain:
1. Program Wajib Belajar hendaknya lebih digalakkan, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal, seperti kursus-kursus dan pelatihan-pelatihan
ketrampilan, mengingat persentase anak bekerja yang tidak bersekolah cukup besar. Selain itu, perlu perbaikan kualitas pendidikan agar anak tidak hanya
sekedar lulus sekolah, tetapi lulus dengan memiliki nilai lebih sehingga memiliki kesiapan pada saat terjun ke dunia kerja. Apabila program wajib
belajar ini berhasil, diharapkan dengan sendirinya dapat menekan jumlah anak yang bekerja.
2. Perlu lebih digalakkan lagi program-program yang dapat meningkatan kualitas hidup dan peran perempuan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan,
ekonomi, dan lain sebagainya, baik oleh yayasan peduli perempuan maupun departemen terkait karena perempuan memiliki peran yang besar untuk
mendidik anak dan menjadikan anak sebagai SDM yang berkualitas. 3. Pendidikan orang tua kepala rumah tangga memiliki pengaruh terhadap
adanya anak yang bekerja dan terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja. Oleh karena itu, perlu adanya pemberian informasipenyuluhan
kepada kepala rumah tangga tentang pendidikan bagi anak dan dampak- dampak buruk anak bekerja terlalu dini.
4. Penghapusan pekerja anak penting dilakukan sebagai salah satu pemutus lingkaran kemiskinan. Namun dalam jangka pendek yang paling penting
dilakukan adalah menghentikan bentuk-bentuk eksploitasi terhadap anak yang bekerja. Perlu adanya pengawasan dan aturan yang tegas dari instansi-instansi
terkait sehubungan dengan jam kerja dan upah anak karena berdasarkan hasil penelitian masih ditemukan anak-anak yang bekerja dengan jumlah jam kerja
perminggu yang sangat panjang dan upah yang masih sangat minim. 5. Perlu perhatian yang lebih kepada provinsi-provinsi dimana anak-anak yang
bekerja rentan mengalami eksploitasi seperti DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, bisa melalui pengkajian ulang tentang aturan daerah yang berhubungan
dengan ketenagakerjaan dan perlindungan anak.
7.3. Saran
Sejumlah informasi yang diperoleh dari penelitian ini menghasilkan beberapa saran, yaitu:
1. Perluasan cakupan penelitian, yaitu dengan meneliti anak-anak yang bekerja
yang juga meliputi anak-anak yang berumur kurang dari 10 tahun, baik yang memiliki tempat tinggal tetap maupun tidak.
2. Perlu penelitian yang lebih dalam yang dapat merekam bentuk eksploitasi
yang lebih ekstrem terhadap anak yang bekerja, seperti anak-anak yang bekerja di lingkungan yang berbahaya, perdagangan anak, eksploitasi seksual,
dan lain-lain. 3.
Penelitian ini hanya melihat anak yang bekerja dari sisi penawaran tenaga kerja anak, oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut yang juga menggali
dari sisi permintaan tenaga kerja anak.