Transisi Ekonomi TINJAUAN PUSTAKA

tua, rumah tangga dengan orang tua tunggal, keluarga besar, kebiasaan hidup yang buruk seperti alkohol, kekerasan, dan obat-obatan terlarang, putus sekolah dan tingkat partisipasi sekolah yang rendah, masuknya anak secara dini ke dunia kerja, putus asa, tidak terpenuhinya aspirasi, depresi, hidup dan bekerja di jalanan, migrasi, dan lain-lain.

e. Teori Risiko

Semua orang, rumah tangga, dan komunitas rentan terhadap berbagai resiko, baik secara alami seperti gempa bumi, banjir, dan wabah penyakit atau buatan manusia seperti pengangguran, degradasi lingkungan, dan perang. Guncangan ini dialami oleh sebagian besar individu, komunitas, dan wilayah dengan cara yang tidak dapat diprediksi atau tidak dapat dicegah, oleh karenanya dapat menyebabkan kemiskinan. Kemiskinan berhubungan dengan kerentanan karena orang miskin cenderung lebih mudah terkena risiko padahal mereka memiliki akses yang terbatas. Oleh karena itu, salah satu solusinya adalah dengan mempekerjakan anak.

f. Kualitas Sekolah dan Partisipasi Sekolah

Terdapat trade-off antara anak yang bekerja dan anak yang bersekolah. Ketika anak-anak bekerja penuh waktu maka kemungkinan akan mengalami putus sekolah, anak-anak yang bekerja paruh waktu akan merelakan waktu belajarnya untuk bekerja. Oleh karena itu keputusan rumah tangga yang lebih memilih anaknya untuk bekerja daripada bersekolah tentu dengan pertimbangan bahwa tingkat pengembalian relatif dari sekolah lebih rendah atau biaya relatif untuk bersekolah lebih tinggi. Salah satu cara yang efektif untuk menarik anak keluar dari pekerjaan yang berbahaya adalah dengan mendorong mereka untuk bersekolah dengan meningkatkan kualitas sekolah. Tjandraningsih 1995 juga memandang anak-anak yang bekerja dari sisi pasar tenaga kerja upahan berdasarkan beberapa teori berikut: 1. Teori yang mendukung dari sisi penawaran, menyatakan bahwa kemiskinan merupakan sebab utama yang mendorong anak-anak bekerja untuk dapat menjamin kelangsungan hidup diri dan keluarganya. Dorongan tersebut bisa datang baik dari diri anak-anak itu sendiri maupun dari orang tua. Dengan melakukan pekerjaan, anak-anak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tuanya. 2. Teori yang berpijak pada sisi permintaan, menyatakan bahwa dengan mempekerjakan anak-anak dan perempuan dewasa yang dianggap pencari nafkah kedua dan mau dibayar murah, majikan dapat melipatgandakan keuntungannya. Menurut Effendi 1993, ada dua teori yang menjelaskan mengapa pekerja anak bisa terjadi. Teori tersebut adalah: 1. Teori strategi kelangsungan rumah tangga household survival strategy. Menurut teori ini, dalam masyarakat pedesaan yang mengalami transisi dan golongan miskin kota, mereka akan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia bila kondisi ekonomi mengalami perubahan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan tenaga kerja keluarga. Biasanya anak- anak yang belum dewasa pun diikutsertakan dalam menopang kehidupan ekonomi keluarga. 2. Teori transisi industrialisasi. Tumbuhnya industrialisasi membutuhkan pemupukan modal untuk meningkatkan produksi. Biasanya para pengusaha ingin menekan biaya produksi. Upaya untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mencari tenaga kerja anak dan wanita karena bisa dibayar dengan upah yang murah tetapi mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi. Imawan 1999 memandang beberapa faktor pendorong yang menyebabkan munculnya fenomena pekerja anak, yaitu: 1. Kemiskinan. Kemiskinan merupakan faktor utama yang diyakini sebagai penyebab utama anak-anak terpaksa terjun dalam dunia kerja. Dalam keluarga miskin, anak merupakan aset keluarga. Dimana ketika kelangsungan hidup keluarga terancam maka seluruh sumber daya keluarga akan dikerahkan untuk bekerja dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya. 2. Melarikan diri dari kedua orang tua mereka. Dalam beberapa kasus yang terjadi pada anak yang terpaksa bekerja adalah karena mereka melarikan diri dari orang tua dengan berbagai sebab. Sebagian