yang diterimanya juga akan rendah, sehingga investasi pendidikan untuk anak- anaknya menjadi rendah. Pada akhirnya mereka mendorong anak-anaknya untuk
ikut bekerja untuk menambah penghasilan rumah tangga. Apabila dilihat menurut jenis kelamin, proporsi anak yang bekerja dengan
KRT perempuan yang tidak pernah sekolahtidak tamat SD lebih besar dibandingkan proporsi anak bekerja dengan KRT laki-laki pada tingkat
pendidikan yang sama. Sedangkan untuk tingkat pendidikan lainnya, proporsi anak bekerja dengan KRT laki-laki selalu lebih besar dibandingkan mereka yang
memiliki KRT perempuan. Tabel 11 Persentase anak yang bekerja menurut pendidikan KRT dan jenis
kelamin KRT di Indonesia, tahun 2011
Pendidikan KRT Jenis Kelamin KRT
Laki-laki L Perempuan P
L+P
Tidak pernah sekolahtidak tamat SD
37,01 53,53
39,19 SD
35,35 30,24
34,68 SMP
12,86 8,59
12,29 SMA
11,73 6,14
11,00 SMA
3,05 1,51
2,84
Jumlah 100,00
100,00 100,00
Sumber: data diolah dari BPS, 2011
4.2.3. Status Pekerjaan dan Lapangan Usaha KRT
Apabila dilihat dari status KRT, persentase terbesar anak-anak yang bekerja berasal dari KRT yang berstatus berusaha dibantu buruh tidak tetaptidak
dibayar, yaitu sebesar 58,34 persen, kemudian berusaha sendiri sebesar 14,10 persen, buruhkaryawanpegawai sebesar 14,00 persen, pekerja bebas sebesar 7,88
persen, berusaha dibantu buruh tetapdibayar sebesar 4,27 persen, dan pekerja keluarga sebesar 1,41 persen. Perbedaan persentase anak yang bekerja
berdasarkan status pekerjaan KRT ini dapat diartikan bahwa setiap status pekerjaan dari KRT akan memiliki pengaruh yang berbeda terhadap adanya anak
yang bekerja.
Bagi anak yang tinggal di daerah perdesaan, ternyata sebanyak 67,71 persen memiliki KRT dengan status berusaha sendiri dibantu buruh tidak
tetaptidak dibayar. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Sedangkan untuk status pekerjaan yang lain terjadi kondisi
yang sebaliknya, yaitu persentase untuk daerah perkotaan lebih besar dibandingkan daerah perdesaan.
Tabel 12 Persentase anak yang bekerja menurut status pekerjaan KRT dan daerah tempat tinggal di Indonesia, tahun 2011
Status Pekerjaan Klasifikasi Daerah Tempat Tinggal
Perdesaan Perkotaan
Perdesaan+perkotaan
Berusaha Sendiri 12,04
19,93 14,10
Berusaha Dibantu Buruh Tidak TetapTidak Dibayar
67,71 31,82
58,34 Berusaha Dibantu Buruh
TetapDibayar 2,72
8,66 4,27
BuruhKaryawanPegawai 9,23
27,49 14,00
Pekerja Bebas 7,12
10,03 7,88
Pekerja KeluargaTidak Dibayar
1,18 2,06
1,41
Jumlah 100,00
100,00 100,00
Sumber: data diolah dari BPS, 2011
Apabila status pekerjaan KRT dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pekerja sektor formal dan informal, demikian juga lapangan usaha KRT yang
dibedakan menjadi sektor pertanian dan nonpertanian, maka hasilnya dapat dilihat di Gambar 13. Sebagian besar
anak yang bekerja memiliki KRT yang bekerja dengan status pekerja informal, yaitu sebanyak 55,89 persen, sedangkan 44,10
persen merupakan pekerja di sektor formal. Sektor informal biasanya diidentikkan dengan sektor yang mengalami masalah underpayment atau pendapatan yang
rendahbesarannya tidak tetap. Selain itu, biasanya pekerja sektor informal bekerja tanpa jaminan sosial yang jelas dan tidak ada keberlanjutan sustainability dari
pekerjaan mereka. Adanya perbedaan persentase antara kedua status pekerjaan KRT menunjukkan bahwa jika KRT bekerja di sektor informal, maka