Sektor Domestik Masyarakat di Sekitar Waduk

hari 6 kali per minggu dengan rata-rata air yang digunakan sebanyak 269,18 liter. Data ini lebih banyak dibandingkan air yang digunakan oleh masyarakat yang tinggal diatas waduk. Hal ini diperkirakan karena kebanyakan masyarakat yang tinggal di atas waduk berjenis kelamin laki-laki dan mencuci pakaian bukanlah tugas pokok dari laki-laki, sehingga frekuensi mencuci pakaian lebih banyak dilakukan oleh masyarakat di darat yang lebih banyak didominasi oleh perempuan. Volume air yang dipergunakan pun lebih banyak masyarakat di darat dibandingkan masyarakat yang tinggal di air, padahal tidak semua masyarakat didarat menggunakan air waduk untuk melakukan aktivitas ini. Sebagian besar masyarakat menggunakan air sumur dan sebagian kecil menggunakan air waduk untuk mencuci pakaian dan mandi. Alasan sebagian kecil masyarakat yang lebih senang menggunakan air waduk untuk mencuci dan mandi karena masalah kebiasaan. Mereka lebih senang mencuci di waduk karena bebas menggunakan air tanpa dibatasi dan tanpa harus menimba air di sumur. Mereka pun mengaku tidak takut akan bahaya penyakit yang mungkin diderita karena menggunakan air waduk yang kualitasnya semakin menurun hasil wawancara dengan responden, Mei 2012 Untuk aktivitas mencuci asset, masyarakat di darat lebih sedikit mencuci assetnya dibandingkan masyarakat yang tinggal di air. Hal ini mungkin disebabkan masyarakat yang tinggal di atas waduk menyadari bahwa perahu sebagai satu-satunya transportasi mereka menuju ke darat harus dirawat dan dijaga, karena itu perawatan perahu dengan cara membersihkan dan mencucinya dilakukan masyarakat sebanyak 2 kali dalam seminggu. Kategori asset yang dimiliki masyarakat di darat adalah motor atau mobil. Sebagian besar hanya mencuci assetnya sebanyak 1 kali seminggu dengan jumlah air yang digunakan rata-rata sebanyak 62,12 liter. Aktivitas BAB yang dilakukan oleh masyarakat di darat 1 kali lebih banyak frekuensinya dibandingkan masyarakat yang tinggal di atas waduk. Hal ini karena aktivitas BAB masyarakat yang tinggal diwaduk biasanya dilakukan setelah hari gelap, sedangkan untuk masyarakat di darat tidak dibatasi waktu. Walaupun 40 persen masyarakat melakukan aktivitas BAB-nya di pinggir waduk. Jumlah air yang digunakan untuk BAB relatif sama dengan masyarakat yang tinggal di atas waduk yaitu sebesar 36 literrumah tangga. Potensi pencemaran yang dihasilkan dari aktivitas domestik masyarakat yang tinggal di sekitar waduk dihitung berdasarkan persentase masyarakat yang menggunakan air waduk untuk melakukan aktivitasnya. Oleh karena itu 11.763 liter air yang tercemar akan dikalikan dengan 40 persen jumlah penduduk yang tinggal di sekitar waduk, dan hasilnya sebanyak 106.262.869,15 liter airrumah tangga per harinya yang masuk ke perairan dan berpotensi untuk mencemari air waduk karena semua aktivitas tersebut menggunakan sabun dan deterjen. Menurut Wadhana 2004, deterjen terbuat dari bahan kimia surfaktan baik bersifat kationik, anionik maupun non-ionik. Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang termasuk bahan kimia organik dan memiliki rantai kimia yang sulit didegradasi diuraikan alam. Dalam deterjen, surfaktan berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Akibat adanya kandungan deterjen dalam perairan adalah proses eutrofikasi. Ini terjadi karena deterjen mengandung fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan pertumbuhan tak terkendali bagi salah satu jenis algae tertentu dan menyebabkan pendangkalan sungai. Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik, sehingga banyak industri sabun menambahkan fosfat pada pembuatan deterjennya. Penggunaan deterjen selain mengakibatkan eutrofikasi juga menyebabkan kematian pada ikan, karena mengganggu fungsi operculum ikan dengan merusak insang seperti yang sudah dibahas diatas. Bagi manusia, deterjen juga berbahaya dan dapat mengancam kehidupan. Berdasarkan hasil wawancara, beberapa warga desa di sekitar waduk yang memanfaatkan air waduk untuk mandi atau mencuci mengakui bahwa pertama kali mereka menggunakan air waduk sering mengalami gatal-gatal, tetapi gejala tersebut hilang dengan sendirinya setelah beberapa minggu kemudian. Artinya masyarakat sudah terbiasa sehingga toleransi kulit mereka terhadap air waduk yang sudah tercemar sangat tinggi. Menurut Wardhana 2004, sabun dan deterjen sebernarnya berbeda. Sabun berasal dari asam lemak stearat, palmitat atau oleat yang direaksikan dengan basa. Sabun terbagi menjadi dua yaitu sabun keras sabun natron yang merupakan garam natrium asal lemak; dan sabun lunak yaitu kalium asam lemak yang diperoleh dari reaksi asam lemak dengan basa. Sabun lunak seringkali diberi pewarna yang menarik dan pewangi parfum yang harum serta bahan antiseptik seperti pada sabun mandi. Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Lebih lanjut Wardhana 2004 menyatakan deterjen yang menggunakan bahan non-fosfat akan menaikkan pH air sampai 10,5 – 11. Bahan antiseptik yang biasanya ditambahkan pada sabun juga dapat mengganggu kehidupan mikroorganisme di dalam air, bahkan dapat mematikan. Sebagian sabun maupun deterjen tidak dapat dipecah didegradasi oleh mikroorganisme yang ada di dalam air. Keadaan ini tentu saja akan merugikan lingkungan. Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit terdegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke lingkungan perairan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air, seperti Kalsium Ca, Magnesium Mg, Timbal Pb, dan ion-ion dalam skala kecil. Hal yang patut diwaspadai adalah kandungan ion Kalsium dan Magnesium didalam air dapat menyebabkan air bersifat sadah. Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena mampu merusak peralatan yang terbuat dari besi, yaitu melalui proses pengkaratan korosi. Kondisi inilah yang sudah dialami oleh PT. PJB pada alat-alat pembangkit setelah pemeriksaan selama 24 tahun. Berikut ini adalah gambar alat pembangkit yang terkena korosi : Gambar 17 . Pipa Pendingin Pembangkit yang Mengalami Korosi Bahan buangan organik seperti sisa makanan, feses dan urine pada umumnya dapat membusuk dan terdegradasi oleh mikroorganisme. Namun patut diwaspadai karena limbah ini dapat menaikkan populasi mikroorganisme didalam air. Dengan bertambahnya populasi mikroorganisme di dalam air maka tidak tetutup pula kemungkinan berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia. Untuk lebih mudah membandingkan kontribusi limbah padat diantara sektor perikanan dan sektor aktivitas domestik, dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 20. Perbandingan Limbah Padat antara Aktivitas Domestik RTP dan RTM Jenis sampah Vol Sampah Perikanan gram Vol Sampah Domestik gram Per-RTP Per-Waduk Per-RTM Per-Waduk Organik 765 1.920.915 3.915 35.366.544 Anorganik 3.843 9.649.773 2.565 23.171.184 Styrofoam 9 22.599,00 TOTAL 4.617 11.593.287 6.480 58.537.728 Sumber : Data Primer yang diolah 2012 Tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa Waduk Cirata menerima limbah padat rata-rata per hari sebanyak 70 ton, yang disumbang dari sektor perikanan sebanyak 11,5 ton dan 58,5 dari sektor aktivitas domestik masyarakat yang tinggal di pinggiran waduk. Tabel 21. Perbandingan Limbah Cair antara Aktivitas Domestik RTP dan RTM Aktivitas Frekuensimgg Jumlah airliter Total air Perikanan Domestik Perikanan Domestik Perikanan Domestik Mandi 21 21 4.354 11.395,44 10.932.718 102.941.847 Cuci pakaian 5 6 249,70 269,18 626.997 2.431.664 Cuci asset 2 1 105,80 62,12 265.664 561.167 BAB 7 14 17,55 36,33 44.068 328.191 Total 4.727 11.763 11.869.447 106.262.869 Kontribusi limbah cair antara aktivitas domestik masyarakat sekitar waduk dan masyarakat penunggu KJA, lebih besar disumbang oleh aktivitas rumah tangga. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 diatas. Pencemaran air waduk karena limbah cair yang dihasilkan aktivitas domestik sebanyak 106 juta literhari sedangkan sektor perikanan hanya 11 juta literhari. Jika dilihat dari jumlah pemakaian air, masyarakat Cirata cenderung boros dalam menggunakan air 330 literharikapita untuk sektor perikanan dan 480 literharikapita untuk sektor domestik jika dibandingkan dengan standar pemakaian air dari SNI 2002, jumlah kebutuhan air masyarakat pedesaan berkisar 60-100 literharikapita. Hal ini karena masyarakat merasa bahwa air waduk dapat memenuhi kebutuhan mereka bahkan pada musim kering sekalipun. Perbandingan untuk kontribusi N dan P yang berpotensi terjadinya eutrofikasi antara sektor perikanan, pertanian dan aktivitas domestik masyarakat di sekitar waduk dapat terlihat pada tabel dibawah ini : Tabel 22 . Perbandingan Kontribusi N dan P yang Terbuang ke Perairan Parameter Jumlah Asumsi N g P g Total Bobot Ikan mas 5.562 Kg 1 ton bobot = 110 g N dan P 611,82 611,82 Total Bobot ikan nila 2.858 Kg 1 ton bobot = 110 g N dan P 314,38 314,38 Jumlah pakan 48 Kgharipetak N = 4,86 dan P = 0,26 12.371.072 661.814,40 Jumlah penunggu 5.022 orang 100 org = 2 g N dan P 100,44 100,44 Aktivitas Domestik 22.584 orang 1 desa = 20 orang 451,68 451,68 Aktivitas Pertanian 600-800 Kgha N = 50-54, P ~ 0 903.360 TOTAL 13.275.910 663.293 Asumsi yang digunakan untuk menghitung kontribusi N dan P dari bobot ikan, jumlah penunggu dan aktivitas domestik berdasarkan RydingRast 1989 yang diacu Nastiti 1996, sedangkan untuk jumlah pakan asumsi N dan P berasal dari rata-rata kandungan N dan P dalam komposisi pakan komersial yang digunakan oleh sebagian besar petani. Estimasi N dan P yang terbuang dari aktivitas pertanian juga berdasarkan penelitian Liang yang diacu Sugiyanta 2007. Estimasi jumlah penduduk yang melakukan aktivitas MCK yang berkontribusi terhadap N dan P sebesar 20 persen didasarkan atas jumlah masyarakat yang tinggal dengan jarak tidak kurang dari 1 Km dari waduk. Diasumsikan mereka menggunakan air waduk untuk melakukan aktivitasnya dan atau mengalirkan limbah cair aktivitas domestiknya ke parit yang bermuara ke waduk. Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat dibandingkan kontribusi N dan P ke perairan dari ketiga sektor yang diteliti. Sektor perikanan memberikan sumbangan tertinggi karena sisa pakan ikan dan feses ikan berdasarkan bobot total ikan

6.5 Willingness to Pay WTP Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah untuk Mengatasi Sedimentasi

Pengukuran Willingness to pay WTP masyarakat dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana masyarakat berkeinginan untuk berkontribusi dalam penanganan sampah dan pelestarian Waduk Cirata. Data ini dapat dijadikan panduan bagi pengelola untuk melakukan sharing cost pembiayaan pengelolaan waduk atau khusus untuk mengatasi sedimentasi. Pengukuran WTP dibedakan antara masyarakat yang tinggal disekitar waduk dan masyarakat yang memiliki usaha budidaya KJA di atas waduk. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapatan yang cukup besar antara rumah tangga petani ikan dengan rumah tangga pertanian dan usaha. Berdasarkan hasil survei, diperoleh WTP rata-rata untuk masyarakat yang memiliki usaha budidaya perikanan KJA sebesar Rp25.357,00bulan; dan rata-rata WTP untuk masyarakat yang tinggal didarat yang memiliki mata pencaharian usaha kecil dan pertanian sebesar Rp6.175,00bulan. Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP, maka dibangun sebuah model persamaan dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang diperkirakan mempengaruhi besarnya nilai WTP yang diberikan responden. Variabel tersebut adalah tingkat pendidikan, pendapatan masyarakat, jenis kelamin, preferensi masyarakat terhadap waduk, jenis kelamin, asal responden, besarnya jumlah anggota rumah tangga, dan jarak tempat tinggal responden dengan waduk. Untuk melihat korelasi antara nilai WTP yang diberikan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti yang disebutkan diatas, maka dilakukan uji regresi linier. Berikut ini adalah hasil dari regresi dari pengukuran WTP untuk keluarga non petani KJA : WTP = 11572 - 3068 sex + 232 jmlh ART - 26 Umur + 51 Pendidikan - 776 Pekerjaan + 0,00304 Penghasilan - 10132 Asal - 10,4 jarak m+ 4354 Tanggapan sampah Variabel sexjenis kelamin merupakan variabel dummy, dengan pengkategorian 0 nol untuk menunjukkan responden laki-laki dan 1 satu untuk kategori perempuan. Variabel sexjenis kelamin menunjukkan tanda negatif - yang berarti bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki memberikan nilai WTP lebih besar dibandingkan responden dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini karena lama pendidikan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, sehingga laki-laki lebih terbuka terhadap paradigma baru. Sementara itu kaum perempuan biasanya mengelola keuangan keluarga dan lebih tahu pos-pos mengetahui pos pengeluaran keuangan, sehingga cenderung memberikan nilai rendah untuk sesuatu yang bukan merupakan keharusan atau kewajiban. Kaum laki-laki cenderung bersifat inelastis terhadap sesuatu yang dirasa perlu untuk kenyamanan hidup keluarga. Penelitian yang dilakukan untuk tingkat rumah tangga, biasanya dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah keluarga. Dari hasil regresi, jumlah anggota keluarga menunjukkan tanda positif + yang berarti bahwa keluarga dengan jumlah anggota lebih banyak memberikan nilai WTP lebih besar. Hal ini agak bertolak belakang dengan kecenderungan yang biasanya terjadi, karena keluarga dengan jumlah anggota lebih banyak, tentu lebih banyak mengeluarkan uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari sehingga alokasi dana untuk kegiatan sosial atau lingkungan menjadi berkurang. Namun pada penelitian ini jumlah anggota keluarga lebih banyak ternyata memberikan nilai WTP lebih besar. Hal ini kemungkinan masalah lingkungan berupa sampah dan pelestarian waduk sangat penting bagi responden, sehingga mereka mengharapkan dengan adanya program pelestarian waduk, anak-cucu mereka masih bisa menikmati Waduk Cirata dengan segala usaha yang bisa dilakukan diatasnya. Umur responden, berdasarkan uji regresi menunjukkan tanda negatif - yang berarti bahwa responden dengan umur lebih muda memberikan nilai WTP yang lebih besar dibandingkan dengan responden yang sudah berumur tua. Hal ini berarti responden dengan usia yang tergolong muda lebih terbuka wawasannya untuk suatu perubahan atau paradigma perbaikan lingkungan untuk pelestarian waduk. Sehingga mereka memberikan nilai WTP yang lebih besar dibandingkan responden yang telah berumur. Tingkat pendidikan berdasarkan hasil regresi menunjukkan tanda positif +, berarti bahwa responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, memberikan nilai WTP yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan umur responden diatas, masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih terbuka dan memahami tentang masalah lingkungan dan kaitannya dengan dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, sehingga mereka cenderung memberikan nilai WTP lebih besar dengan harapan mereka mampu berkontribusi untuk kegiatan pelestarian waduk. Jenis pekerjaan juga ikut mempengaruhi besar kecilnya nilai WTP. Masyarakat yang berprofesi petani ditandai dengan angka 1 satu dan non petani, ditandai dengan angka 0 nol. Yang termasuk kategori non petani adalah pemilik usaha kecil, wiraswasta atau karyawan. Hasil regresi menunjukkan tanda negatif - yang berarti bahwa masyarakat yang berprofesi non-petani memberikan nilai WTP lebih besar dibandingkan masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Hal ini kemungkinan berkorelasi dengan tingkat pendapatan masyarakat. Responden yang berprofesi sebagai pemilikpengelola usaha, karyawan maupun wiraswasta memiliki pendapatan yang pasti setiap bulannya, sedangkan untuk petani, pendapatan tidak menentu tergantung pada musim, sehingga mereka cenderung memberikan nilai lebih rendah. Kemungkinan lain, profesi non petani sangat dipengaruhi oleh aktivitas di waduk seperti budidaya perikanan, dan pariwisata; sehingga ketika waduk tercemar atau mengalami penutupan lebih cepat, merekalah yang pertama kali merasakan dampaknya. Jika usaha budidaya ikan lancar, maka semakin banyak orang yang datang ke Cirata dan usaha mereka menjadi lebih lancar. Tingkat penghasilan responden juga sangat mempengaruhi nilai WTP. Responden dengan tingkat penghasilan yang tinggi cenderung memberikan nilai WTP yang lebih besar, dan sebaliknya masyarakat dengan tingkat pendapatan lebih rendah cenderung juga memberikan nilai WTP yang rendah pula. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi yang mengatakan bahwa preferensi manusia dalam melakukan pilihan tergantung pada informasi yang dipahaminya, dan tingkat