Analisis Cost Perhitungan Estimasi Kerugian
dapat disimpulkan bahwa PLTA sampai dengan saat ini belum mengalami kerugian akibat sedimentasi, oleh karena TMA masih dalam batasan yang wajar
elevasi normal, sehingga produksi listrik tetap dapat berjalan. Namun akumulasi sedimentasi sebesar 146 juta m
3
tersebut berpotensi mengurangi produksi listrik karena masa layan waduk yang berkurang. Jika laju sedimentasi berdasarkan
pengukuran 2007 dianggap konstan, artinya laju sedimentasi tidak bertambah dari tahun ke tahun, maka diperkirakan dead storage waduk terisi penuh oleh lapisan
sediment dalam waktu 60 tahun lagi. Oleh karena umur waduk dari mulai beroperasi 1988-2012 telah berumur 19 tahun, dan laju sedimentasi berdasarkan
perencanaan sebesar 5,3 juta m
3
tahun, maka dengan kapasitas 491 juta m
3
, direncanakan umur waduk mencapai 87 tahun lihat perhitungan gambar. Dengan
perencanaan 87 tahun dan umur waduk saat ini sudah berlangsung 19 tahun, maka umur waduk tahun 2012 ini tinggal 68 tahun. Berdasarkan perhitungan umur
layan waduk tahun 2007 dalam Laporan Hasil Sedimentasi PT. PJB 2008 yang hanya tinggal 60 tahun, maka waduk mengalami 8 Delapan tahun masa
layanannya. Berikut ini tabel yang memudahkan perhitungan masa layan yang hilang dari hasi data sedimentasi yang diperoleh dari PT. PJB :
Tabel 27. Data Perhitungan Masa Layan Waduk yang Hilang Akibat Sedimentasi
Parameter Perencanaan 1988
Pengukuran Sedimentasi 2007
Volume waduk Juta m
3
491 368
Sediment Rate m
3
tahun 5,6
6,16 Umur layan tahun
87 60
Masa layan yang hilang thn 8
Sumber : Data PJB dan hasil analisis 2012
Berdasarkan perhitungan berkurangnya masa layan waduk, maka dapat dihitung kerugian PLTA akibat sedimentasi karena berpeluang tidak dapat
berproduksi selama Delapan tahun, dengan cara melakukan ektrapolasi pada data benefit dan cost diatas, sehingga diperoleh benefit dan cost dari awal tahun
beroperasinya waduk 1988 sampai berakhirnya waduk di tahun 2075. Perhitungan ektrapolasi dapat dilihat pada lampiran 10 dan 11. Hasil ektrapolasi
cost dan benefit kemudian di buat NPV untuk mengetahui nilai uang pada masa
sekarang. Perhitungan NPV hasil ektrapolasi dapat dilihat pada lampiran 12 dan 13. Delapan tahun terakhir yaitu 2068-2075 merupakan potensi kerugian PLTA
karena tidak bisa beroperasi. Nilai benefit yang hilang pada tahun tersebut dijumlahkan dan dikurangi dengan data cost yang diperoleh dengan cara yang
sama. Maka diperoleh nilai penjumlahan benefit dari tahun 2068 – 2075 sebesar
Rp12.257.461.933,00 dan nilai penjumlahan cost pada tahun 2068 – 2075 sebesar
Rp445.425.748,00. Hasil pengurangan penjumlahan benefit dan cost merupakan nilai kerugian PLTA karena sedimentasi yaitu sebesar Rp11.812.036.184,00
11 milyar rupiah. Nilai diatas dapat dijadikan acuan bagi pemegang kebijakan PT. PJB
dalam mengatasi masalah sedimentasi saat ini, misalnya dengan melakukan pengerukan. Jika biaya pengerukan saat ini lebih kecil dari nilai diatas, maka hal
tersebut dapat dilakukan agar perusahaan dapat memperpanjang umur waduk selama 8 tahun dan mengantisipasi kerugian. Jika nilai pengerukan sedimentasi
melebihi nilai diatas, maka perlu dipertimbangkan upaya-upaya lain untuk menekan laju sedimentasi agar bisa memperpanjang umur waduk.
Jika upaya-upaya mengatasi sedimentasi tidak membuahkan hasil, apa yang akan terjadi jika dead storage sudah terisi penuh dengan sedimen?
Berdasarkan hasil wawancara dengan staf PT. PJB, untuk mengantisipasi keamanan bendungan maka produksi listrik akan dihentikan. Pada masa itulah
waduk saatnya ditutup dan mulai perencanaan membuka waduk baru. Berikut ini adalah analisis financial untuk pertimbangan pembangunan waduk baru
berdasarkan data benefit dan cost diatas :
Tabel. 28 Analisis Financial Pembangunan Waduk Baru
KETERANGAN BIAYA
Biaya Pembangunan Cirata 1 dan 2 8.786.123.965.355
Benefit selama 60 tahun 44.397.183.828.022
Cost selama 60 tahun 567.700.535.048
Net surplus : Benefit - cost 43.829.483.292.974
Sisa surplus - biaya pembangunan 35.043.359.327.639
Sumber : Hasil Analisis Data Discounting Benefit dan Cost
Berdasarkan data diatas, jika perusahaan tidak melakukan upaya apapun dalam mengatasi sedimentasi saat ini, maka diperkirakan waduk akan tutup
ditahun 2067 atau 60 tahun lagi. Pada masa tersebut terdapat net surplus dari perhitungan benefit dikurangi dengan cost sebesar Rp43.829.483.292.974,00
43 triliun rupiah. Biaya pembangunan waduk pada tahun 1988 diperkirakan sebesar Rp8.786.123.965.355,00 8 triliun rupiah; maka jika net surplus
dikurangi biaya untuk membangun waduk baru, diperkirakan masih terdapat sisa surplus sebesar Rp35.043.359.327.639,00 35 triliun rupiah
Pembangunan waduk baru ini sangat penting karena relevansi pembangunan bendungan baru seringkali dikaitkan dengan peningkatan ekonomi
suatu negara. Fungsi bendungan selain untuk penerangan, juga memenuhi pasokan listrik yang memiliki arti penting dalam pertumbuhan ekonomi. Konsumsi listrik
akan mendorong peningkatan aktivitas ekonomi yang berdampak pada output perekonomian. Pertumbuhan output ini pada akhirnya akan mendorong
peningkatan permintaan akan energi listrik. Untuk itu ketersediaan sumber- sumber listrik masih terus diperlukan untuk meningkatkan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat. Belum lagi ditambah dengan jumlah penduduk yang terus meningkat membutuhkan lebih banyak pasokan listrik terutama yang berasal
dari sumber terbaharukan seperti air. Energi listrik yang berasal dari tenaga air cenderung lebih diutamakan
karena beberapa keuntungan antara lain : i Bahan bakar jenis air ini sama sekali tidak habis terpakai ataupun berubah menjadi sesuatu yang lain, seperti PLTU
contohnya yang menggunakan bahan bakar batu bara akan menghadapi masalah pembuangan limbahnya berupa abu batu bara. Air yang merupakan bahan bakar
untuk listrik ini melimpas melalui turbin, tanpa kehilangan kemampuan pelayanan untuk wilayah di hilirnya. Air masih mampu mengairi sawah-sawah ataupun
bahan baku air minum. ii Biaya pengoperasian PLTA lebih rendah jika dibandingkan dengan PLTN atau PLTU. iii Turbin-turbin pada PLTA bisa
dioperasikan ataupun dihentikan pengoperasiannya setiap saat. Hal ini tidak mungkin pada PLTU dan PLTN. Dengan tehnik perencanaan yang baik
pembangkit listrik dapat menghasilkan tenaga dengan efesiensi yang sangat tinggi meskipun fluktuasi beban cukup besar. iv Teknologi PLTA cukup sederhana,
dapat dimengerti dan mudah untuk dioperasikan. Ketangguhan sistemnya dapat lebih diandalkan dibandingkan sumber-sumber daya lainnya. v Peralatan PLTA
yang mutakhir, umumnya memiliki peluang yang besar untuk bisa dioperasikan selama lebih dari 50 tahun. Hal ini cukup bersaing jika dibandingkan dengan umur