Sektor Pertanian IDENTIFIKASI DAN ANALISIS SUMBER SEDIMEN

Gambar 13. Komposisi Jumlah Anggota Rumah Tangga Pertanian Jumlah anggota rumah tangga responden terbanyak yaitu 4 orang, orang tua dan 2 orang anak. Jumlah anggota keluarga terbanyak kedua adalah 3 orang yaitu orang tua dan 1 orang anak. Data ini bukan berarti sebagian besar masyarakat mempunyai sedikit anak. Kebanyakan responden yang ditemui sudah lanjut usia, sebagian besar anak-anak sudah berkeluarga dan pindah dari rumah mereka, yang tersisa adalah anak-anak yang masih kecil atau yang belum menikah. Gambar 14. Komposisi Umur Responden Rumah Tangga Pertanian Dalam penelitian ini, kategori selang umur responden yang paling banyak ditemui adalah umur 51-60 tahun 34 persen, terbanyak kedua adalah pada selang umur 41-50 tahun sebanyak 30 persen Lihat gambar 14. Banyaknya jumlah responden yang sudah berumur tua pada sektor pertanian diprediksi karena aktivitas budidaya pertanian hanya sebagai sampingan dalam mengisi hari tua, setelah tenaga mereka tidak dibutuhkan lagi sebagai tenaga kerja. Pada sektor rumah tangga pertanian, 23 orang dari 52 responden tidak tamat SD, 21 orang tamat SD, 2 orang tamat SMP dan 6 orang tamat SMA. Tingkat pendidikan ini relatif rendah, namun data ini sesuai dengan tingkat umur responden, karena sebagian besar responden sudah lanjut usia dan pada masa itu pemerintah belum mewajibkan sekolah dasar 9 tahun, maka tingkat pendidikan masyarakat di desa relatif rendah. Hal ini mungkin juga disebabkan kurangnya sarana dan prasarana sekolah yang memadai pada saat itu sehingga masyarakat yang tergolong lanjut usia saat ini kebanyakan tidak mengenyam bangku sekolah. Data tingkat pendidikan ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 15 . Lama Pendidikan Responden Rumah Tangga Pertanian Gambaran mengenai lama usaha pertanian yang sudah dijalankan oleh responden selama ini dapat dilihat pada Gambar 16. Hasil penelitian memperlihatkan lama usaha pertanian terbanyak pada usia 11-20 tahun, selanjutnya terbanyak kedua adalah 0-5 tahun yang masih tergolong usaha pertanian baru. Jenis tanaman yang diusahakan oleh rumah tangga pertanian ini adalah padi 23 persen, singkong 22 persen, kacang tanah 12 persen, ubi 8 persen, jagung 7 persen, cabai 6 persen, timun hijau 5 persen dan lainnya 9 persen. Rata-rata musim tanam untuk jenis tanaman tersebut adalah 6 bulan. Tanaman jenis lainnya antara lain adalah karet, sengon, jengjen, rumput, rambutan, kelapa, suren dan albasiah. Tanaman-tanaman ini merupakan tanaman tahunan jenis kayu keras, dimana hasilnya baru bisa dimanfaatkan setelah 5 tahun kemudian. Jenis tanaman ini disinyalir berasal dari BPWC yang memberikan bibit secara gratis kepada masyarakat disekitar waduk yang tinggal di tanah PLN untuk membantu pengusahaan reboisasi dalam rangka mengurangi tingkat erosi dipinggir-pinggir waduk. Program penghijauan BPWC ini telah dimulai tahun 2000 dan terus berlanjut sampai dengan saat ini, masyarakat yang mengupayakan lahan PLN untuk penghidupannya memang tidak diberi teguran keras oleh PLN, namun masyarakat diminta bantuan untuk ikut berkontribusi terhadap upaya-upaya pelestarian waduk. Penguasaan lahan PLN secara legal ini memang diakui oleh pemerintah desa, dan masyarakat pun diminta untuk tidak memindahtangankan kepemilikan tanah ini kepada pihak lain. Gambar 16. Lama Usaha Pertanian Responden Rumah Tangga Pertanian Peraturan pemerintah dalam SK Gubernur Jawa Barat no 41 tahun 2002 juga mengatakan bahwa setiap kepala keluarga tidak boleh menggarap lahan lebih dari 2.000 m 2 dan hanya berhak memiliki 1 Satu ijin. Hal ini sesuai dengan pengakuan responden, rata-rata luas penguasaan lahan PLN untuk pertanian masyarakat sebesar 1500 m 2 per orang. Dengan rata-rata tanah seluas itu, masyarakat bisa menanam lebih dari satu jenis tanaman, dan jika musim tanam berhasil, maka bisa memperoleh keuntungan yang cukup untuk kehidupan masyarakat. Dari hasil wawancara, rata-rata keuntungan bersih yang diperoleh dari kegiatan bertani ini adalah Rp600.000,00 per musim tanam. Sebanyak 42 persen responden petani mengaku menggunakan pupuk kimia dalam proses menanam. Hal ini dikarenakan petani ingin cepat mendapatkan hasil sebelum musim hujan atau menjelang air pasang, jika mereka tidak menggunakan pupuk kimia, tentu mereka rugi karena tanaman akan terendam air. Jenis tanaman yang biasa menggunakan pupuk kimia adalah jenis padi, jagung, kacang tanah, timun, kacang panjang, dan cabai; sedangkan untuk tanaman keras jarang hanya pada usia muda mereka menebar pupuk kimia, selebihnya tidak lagi. Oleh karena pertanian dilakukan diwilayah pasang surut air waduk, maka semua lahan pertanian ini memiliki saluran air yang bermuara ke waduk, sehingga penggunaan pupuk kimia, herbisida maupun obat-obat pertanian lain memicu kualitas air yang buruk di sekitar waduk. Pupuk kimia yang biasa digunakan oleh petani adalah jenis urea, pupuk majemuk dan SP36 untuk jenis pupuk phosfat. Masing-masing jenis pupuk ini mengandung N dan P dengan konsentrasi yang berbeda. Rata-rata penggunaan pupuk pada satu kali musim tanam sebanyak 600-800 Kgha. Menurut Balai Penelitian Tanah, Departemen Pertanian Setyorini et al., 2006 penggunaan pupuk yang disarankan untuk berbagai status hara tanah sebanyak 460 – 530 Kgha. Penggunaan pupuk ini lebih besar dibandingkan standar pemakaian pupuk yang disarankan karena petani ingin mendapatkan hasil lebih cepat mengingat lahan pertanian ini sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan pasang surut air waduk. Pupuk urea mengandung 100 persen kandungan N, pupuk SP36, mengandung P sebanyak 36 persen dan pupuk majemuk dengan kandungan N dan P masing-masing 15 persen. Pupuk jenis urea yang banyak mengandung unsur N digunakan pada saat pertumbuhan tanaman sebagai pembentukan klorofil. Berdasarkan penelitian Liang 1987 yang diacu Sugiyanta 2007 menyatakan bahwa umumnya unsur N diserap padi dalam bentuk amonium NH 4 + . Amonium pada lahan sawah 25-29 persen diserap oleh tanaman padi, 17-25 persen tertahan di dalam tanah, dan 50-54 persen hilang karena tercuci, menguap atau terdenitrifikasi. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat dilakukan perhitungan pengaruh N dan P dari sektor pertanian terhadap perairan waduk. Dari 600 Kg pupuk yang digunakan, konsentrasi N sebesar 100 persen dan P sebesar 81 persen, jika 50-54 persennya terbuang, maka dapat diasumsikan bahwa N yang terbuang ke waduk sebesar 300 Kg. Untuk pupuk phosfat, berdasarkan Sugiyanta 2007, 100 persen hampir dipastikan dapat diserap oleh tanaman dan hanya sedikit atau hampir 0 persen yang menjadi residu. Berdasarkan penelitian tersebut, maka diasumsikan unsur P dalam pupuk yang disebarkan petani tidak ada yang terbuang ke perairan. Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan, kurang lebih terdapat 4.517 KK yang memiliki usaha lahan pertanian dengan rata-rata kepemilihan lahan 1,5 ha, maka jumlah N yang diperkirakan terbuang ke perairan sebesar 903.360 gramhari. Pestisida sebagai pembasmi hama juga sering digunakan oleh petani lahan pasang surut. Namun pemakaiannya tergantung hama dan penyakit tanaman, tidak setiap musim tanam pestisida ini digunakan oleh petani. Dinamika pestisida sangat berdampak buruk terhadap lingkungan karena membentuk suatu siklus, terutama jenis pestisida yang persisten. Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang tidak terserap oleh tanaman dapat tersebar di lingkungan sekitarnya seperti air permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Pestisida kemudian akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam sistem biota air kehidupan air. Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat membunuh organisme air diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar rendah dapat meracuni organisme kecil seperti plankton. Bila plankton ini termakan oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu saja akan sangat berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh burung-burung atau manusia. Residu pestisida dalam tubuh manusia dapat menyebabkan kanker karena bersifat karsinogenik dalam jangka panjang. Sifat mobile yang dimiliki pestisida akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara. Penelitian Shahrani 2003 mengenai pengaruh pestisida terhadap ikan mas menyatakan bahwa ikan mas yang diberi perlakuan pestisida jenis insektisida menyebabkan ikan menjadi stress. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan ikan menahan serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Ikan mas yang hidup di perairan yang mengandung pestisida lebih cepat mati dibandingkan ikan mas kontrol yang hidup di perairan tanpa pestisida. Jumlah penggunaan pestisida dan pengaruhnya terhadap lingkungan tidak dikaji dalam penelitian ini. Sejauh ini belum ada upaya-upaya yang dilakukan oleh pengelola waduk terhadap resiko penggunaan pupuk kimia maupun pestisida pada lahan pertanian pasang surut. Hal ini dapat memicu terjadinya pencemaran di waduk dalam jangka panjang.

6.3 Sektor Usaha Kecil

Jenis usaha yang dilakukan sebagian kecil masyarakat yang tinggal di sekitar waduk adalah pembuatan ikan asin, tutut rebus, olahan hasil ikan berupa pindang, pepes, ikan asap, berbagai macam penganan dari singkong, pepaya, dan pisang. Semua usaha yang dilakukan masyarakat tergolong usaha kecil karena hampir semua usaha dikerjakan sendiri oleh masyarakat dan hanya sebagian kecil yang memiliki pekerja. Lama usaha yang sudah dijalani rata-rata 6 Enam tahun, dengan keuntungan bersih yang dihasilkan rata-rata Rp78.650,00 per responden per harinya. Pemasaran produk hasil usaha ini hanya di sekitar kecamatan terdekat dan cakupan terluas sebatas propinsi Jawa Barat. Lokasi kegiatan usaha pembuatan ikan asin biasanya langsung di lokasi karamba atau sekitar 5 meter dari tepi waduk. Lokasi ini dipilih selain untuk memudahkan memperoleh bahan baku, juga proses pengolahan membutuhan waktu yang cepat. Limbah hasil usaha ini biasanya berupa limbah cair seperti air rebusan tutut, air rendaman ikan asin, dan air cucian bahan baku. Oleh karena letaknya yang dekat dengan waduk, biasanya pemilik langsung membuang limbah cairnya kedalam waduk, begitu juga dengan limbah padat yang dihasilkan berupa sisik ikan, insang ikan, dan bahan lainnya langsung dibuang ke waduk. Untuk usaha pengolahan hasil ikan dan hasil pertanian lain biasanya dilakukan di rumah-rumah penduduk yang jaraknya rata-rata 100 meter dari tepi waduk. Limbah cair dan limbah padat yang dihasilkan langsung begitu saja dibuang ke kebun atau selokan yang juga bermuara ke waduk. Oleh karena usaha ini masih tergolong kecil, sehingga pengukuran kontribusi limbah padat dan cair termasuk dalam aktivitas domestik masyarakat pada pembahasan sub-bab berikut ini.

6.4 Sektor Domestik Masyarakat di Sekitar Waduk

Jumlah responden dalam pengukuran aktivitas domestik sebanyak 71 kepala keluarga yang terdiri dari RT pertanian dan RT skala usaha. Informasi kedua sektor ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang karakteristik sampah dan pola perilaku masyarakat dalam menangani sampah untuk wilayah daratan. Tabel berikut akan menyajikan gambaran volume besarnya sampah organik dan anorganik yang dibuang ke waduk : Tabel 18. Data Limbah Padat yang Dihasilkan Masyarakat di Sekitar Waduk Jenis sampah Vol sampah gramRTM Vol sampah gramwaduk Organik 3.915 35.366.544 Anorganik 2.565 23.171.184 TOTAL 6.480 58.537.728 Per bulan Tonhari 1.756 Per tahun Tonhari 21.074 Sumber : Data Primer yang diolah. RTM = Rumah tangga masyarakat domestik Berdasarkan tabel diatas, rata-rata volume sampah yang dihasilkan oleh satu rumah tangga sebanyak 6,4 Kghari, yang terdiri dari sampah organik 3,9 Kghari dan sampah anorganik sebanyak 2,5 Kghari. Jika dibandingkan dengan data sampah rumah tangga yang dihasilkan oleh rumah tangga petani yang tinggal di atas waduk memang lebih besar, hal ini karena jumlah anggota keluarga yang tinggal di darat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal diatas waduk. Sementara itu komposisi jenis sampah pun berbeda, rumah tangga di darat lebih banyak menghasilkan sampah organik, sedangkan RTP yang tinggal di atas waduk lebih banyak menghasilkan sampah anorganik. Hal ini kemungkinan karena RTP yang tinggal di atas waduk jarang melakukan kegiatan memasak dan cenderung memakan makanan instan atau makanan jadimatang yang bisa dibeli di warung keliling atau makan makanan yang diantarkan oleh anggota keluarga mereka yang tinggal di darat. Pola perilaku masyarakat di darat hampir sama dengan masyarakat yang tinggal di atas waduk. Masyarakat tidak terbiasa untuk melakukan pemilahan sampah dan mencampur semua sampah baik organik maupun anorganik. Tempat pembuangan sampah mereka adalah kebun, di depan halaman rumah atau selokan depan rumah yang bermuara ke waduk. Beberapa masyarakat 60 persen membakar sampah-sampah ini dan membiarkan abunya terbawa angin atau air menuju ke selokan. Sebagian lain 40 persen langsung membuangnya ke selokan dan akan terbawa air pada saat hujan menuju ke waduk. Jika 40 persen masyarakat yang tinggal di sekitar waduk langsung membuang sampahnya ke selokan yang bermuara ke waduk, berarti secara tidak langsung masyarakat membuang sampahnya ke waduk, karena jika musim penghujan, sampah-sampah itu akan mengalir masuk ke waduk terbawa oleh aliran air hujan. Berdasarkan data Potensi Desa kabupaten Cianjur, Purwakarta dan Bandung 2009 terdapat 15 desa dari 3 kabupaten yang letaknya berada di pinggiran Waduk Cirata, atau kira-kira 22.584 RT. Jika 40 persennya atau setara dengan 9.030 RT yang membuang sampahnya ke waduk, maka diperkirakan dalam 1 hari terdapat 58 ton sampah yang dibuang ke waduk. Jika dikumulatifkan selama 1 tahun maka terdapat 21.000 ton sampah yang masuk ke waduk dan berpotensi menyebabkan sedimentasi. Tabel 19 . Data limbah cair yang dihasilkan masyarakat di sekitar waduk Aktivitas Frekuensi Minggu Jumlah airRT Liter Jumlah airwaduk Liter Mandi 21 11.395,44 102.941.846,78 Cuci pakaian 6 269,18 2.431.664,45 Cuci asset 1 62,12 561.167,23 BAB 14 36 328.190,69 TOTAL 106.262.869,15 Per bulan 425.051.476,61 Per tahun 5.100.617.719,30 Sumber : Data primer diolah 2012 Limbah cair yang juga dihasilkan masyarakat sekitar waduk dapat dilihat pada Tabel 19 diatas. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata masyarakat yang tinggal di darat mandi 3 kali dalam sehari dengan menghabiskan air sebanyak 11.395,44 liter per minggunya. Untuk mencuci pakaian dilakukan hampir setiap