BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Waduk dan Common Pool Resources
Berdasarkan pembentukannya, ada waduk yang terbentuk secara alami natural lake dan buatan man made lakeartificial lake. Waduk buatan dikenal
dengan sebutan waduk reservoir atau bendungan, dan waduk kecil disebut situ seperti Situ Gintung, Situ Patenggang, Situ Bagendit. KLH, 2010. Menurut
Komisi Dam Dunia yang diacu dalam artikel pusat litbang sumber daya air 2005, bendunganwaduk dikatakan besar bila tinggi bendungan lebih dari 15
meter; sedangkan embung merupakan waduk kecil yang tinggi bendungannya kurang dari 15 meter. Pustaka yang sama menyatakan bahwa baik situ, embung
maupun waduk umumnya memiliki peranan yang sama, secara ekologis, ekonomis, estetika, wisata alam maupun religi dan tradisi. Secara ekologis waduk
mempunyai fungsi dan manfaat sebagai tempat penampungan air, daerah resapan, dan habitat kehidupan liar, penahan intrusi air laut, sedangkan secara ekonomis
berfungsi atau bermanfaat sebagai sumber air irigasi, perikanan, wisata alam, dan transportasi. Secara umum fungsi dan manfaat ekosistem waduk yaitu sebagai
sumber air baku PDAM, industri, sumber air irigasi, sumber air kebutuhan rumah tangga, tempat perikanan tangkap dan perikanan budidaya, sumber energi
air untuk PLTA yang dibangun pada outlet waduk, pengendali banjir mampu menyimpan air di waktu musim hujan, obyek pariwisata, sumber plasma nutfah
flora dan fauna endemik, pengendali iklim mikro, sarana pendidikan dan penelitian dan prasarana transportasi.
Artikel pusat litbang sumber daya air menyatakan bahwa sistem tata air waduk berbeda dengan danau alami. Komponen tata air waduk umumnya telah
direncanakan sedemikian rupa sehingga volume, kedalaman, luas, presepitasi, debit inflowoutflow dan waktu tinggal air dapat diketahui dengan pasti.
Danausituwadukembung merupakan salah satu sumber air tawar yang menunjang kehidupan semua makhluk hidup dan kegiatan sosial ekonomi
manusia. Waduk dibangun biasanya dengan cara membendung aliran sungai dan airnya digunakan untuk berbagai pemanfaatan seperti disebutkan diatas. Tipe
pemanfaatan badan air waduk dan pemanfaatan lahan didalam wilayah tanggapan
air dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas air waduk dan tata air drainase wilayah.
Menurut panduan valuasi ekonomi ekosistem danauwaduk KLH, 2010, kerusakan ekosistem waduk adalah tidak atau berkurangnya fungsi ekosistem
waduk dalam memberikan manfaat sebagai dampak dari adanya perubahan, baik secara fisik maupun non fisik terhadap ekosistem yang ada. Perubahan fisik yang
dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem waduk seperti adanya pembangunan rumah hunian di bagian tanggul waduk, terjadinya sedimentasi yang berdampak
terhadap semakin menyusutnya luasan waduk. Perubahan non fisik yang dapat berdampak terhadap kerusakan ekosistem waduk seperti pembuangan limbah
yang dapat mengakibatkan pencemaran perairan, dan berkurangnya populasi endemik
.
KLH 2010 juga menyatakan bahwa ada dua faktor penyebab terjadinya kerusakan ekosistem waduk, yaitu: karena faktor alam dan faktor manusia.
Kerusakan ekosistem karena faktor alam adalah kerusakan ekosistem waduk yang disebabkan oleh adanya bencana alam yang berdampak terhadap terjadinya
kerusakan ekosistem. Sedangkan kerusakan ekosistem karena faktor manusia adalah kerusakan ekosistem waduk yang diakibatkan oleh dampak negatif yang
ditimbulkan oleh aktivitas manusia. Ketersediaan sumber daya air, mempunyai peran yang sangat mendasar
untuk menunjang pengembangan ekonomi wilayah. Sumber daya air yang terbatas disuatu wilayah mempunyai implikasi kepada kegiatan pembangunan yang
terbatas dan pada akhirnya berdampak pada perekonomian yang terbatas pula. Hal ini mengakibatkan kondisi kemakmuran rakyat tidak tercapai. Sebagai aset suatu
wilayah, danauwaduk perlu dikelola dengan bijak untuk mengurangi kerusakan ekosistem waduk agar memberikan jasa layanan yang optimal bagi kehidupan
perekonomian masyarakatnya Pusat litbang SDA, 2005. Ostrom 1990 menyatakan bahwa masalah pengelolaan sumber daya air
bersifat kompleks karena tidak hanya berkaitan dengan isu ekstraksi, managemen, kepemilikan, dan kelembagaan tetapi terkait dengan faktor yang lebih luas seperti
sosial, lingkungan dan pilihan-pilihan politik. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh aspirasi masyarakat, pembangunan dan kesejahteraan manusia. Kita perlu
mengetahui karakteristik wadukdanau untuk memahami tata kelola yang tepat dari sumber daya alam tersebut. Karakteristik ini berkaitan dengan apa yang
disebut sebagai Common Pool Resources CPRs. Istilah Common Pool Resources diperkenalkan secara spesifik oleh para
peneliti yang dipelopori oleh Ostrom 1990 yang menyebutkan bahwa CPRs merujuk pada sumber daya buatan manusia atau alami yang cukup luas dan untuk
membuatnya membutuhkan biaya yang besar serta dibuat untuk tujuan terbatas dengan pengguna sumber daya yang terbatas pula. CPRs dicirikan dengan sifatnya
yang rivalnesssubstractable dan non excludable. Rivalnessketersaingan berarti dalam pemanfaatan oleh seseorang akan mengurangi kemampuan orang lain untuk
memanfaatkan sumber daya tersebut. Contoh sumber daya dengan karakteristik rivalness
seperti batubara, minyak bumi, sumberdaya yang dapat diperbaharui, ikan laut ikan serta udara.
Ostrom 1990 menyatakan bahwa untuk memahami proses pembentukan dan pengelolaan CPRs, sangat penting untuk memahami perbedaan resourse
system dan resource units yang diproduksi oleh sistem yang satu sama lain
memiliki ketergantungan. Resource system merupakan variabel stok yang dapat diterima dalam kondisi yang menguntungkan atau jumlah maksimum yang dapat
diproduksi dari resource unit tanpa merugikan stok ataupun pengguna lain yang memanfaatkan
resources system
. Contoh
resources system
adalah bendunganwaduk, danau, saluran irigasi, padang rumput, laut dan lainnya.
Resource unit adalah apa yang diambil oleh pengguna resource system.
Contohnya adalah ikan yang diambil dari laut, rumput yang dikonsumsi oleh ternak di padang rumput, atau pun jumlah limbah yang diabsorp oleh sungai per
tahunnya. Perbedaan antara stok sumber daya dan aliran resource unit berguna untuk melihat hubungan sumber daya yang dapat dibarui renewable resources
dengan kemampuannya meregenerasi. Selama jumlah resources unit tidak melebihi daya regenerasinya, maka stok sumber daya tidak akan habis. Ketika
sumber daya tidak lagi memiliki kemampuan untuk melakukan regenerasi, maka para penerima manfaat beneficieries tidak bisa lagi memanfaatkan resource unit
dan akhirnya akan mati. Ostrom 1990 lebih lanjut menyatakan bahwa proses mengambil
mengesktrakmemanfaatkan resource units dari resource system dalam istilah ekonomi
dikenal dengan
appropriation .
Mereka yang
mengambil mengekstrakmemanfaatkanbeneficieris disebut appropriators. Terminologi
appropriator seterusnya akan digunakan untuk merujuk pada pengguna sumber
daya seperti penggembala, nelayan, petani yang menggunakan irigasi, pembudidaya dan setiap orangpihakbeneficiries yang memanfaatkan resource
system . Secara sederhana, appropriator menggunakan atau mengkonsumsi
resource unit yang mereka ambil contohnya nelayan mengambil ikan untuk
dikonsumsi, namun ada juga appropriator yang menggunakan resource unit sebagai input dari proses produksinya contohnya petani yang menggunakan air
untuk menghasilkan padi. Secara umum, appropriator juga bisa mentransfer kepemilikan resource unit kepada pihak lain, mereka juga disebut pengguna
resource unit contohnya nelayan menjual hasil tangkapannya kepada orang lain
ketika tiba di pelabuhan. Ostrom 1990 menyatakan bahwa mereka yang mengatur sumber daya CPRs
dalam rangka menghindari terjadinya degradasi lingkungan biasa disebut providers.
Sedangkan untuk mereka yang secara langsung membangun, memperbaiki atau mengambil langkah-langkah penggunaan resource system
untuk jangka panjang disebut producer. Provider dan producer pada umunya adalah orang yang sama, namun tidak selalu demikian. Contohnya pemerintah
menyediakan sistem irigasi dengan mengatur pembiayaan dan design pembangunan. Lalu pengelolaannya diserahkan kepada petani dan masyarakat
setempat. Jika masyarakat setempat diberikan kewenangan untuk mengatur pengelolaannya, mereka menjadi provider sekaligus producers dalam pengelolaan
CPRs. Secara sederhana, uraian yang disampaikan oleh Ostrom 1990 diatas
mengelompokkan dua masalah besar dalam menganalisis CPRs yaitu masalah provision
dan appropriation. Dalam masalah appropriation, produksi berhubungan dengan input yang disediakan CPRs. Masalah muncul biasanya
berkaitan dengan hubungan antara penerima manfaat yang potensial dan alokasi penggunaan sumber daya. Hal ini bisa diselesaikan dengan berbagai cara antara
lain membuat persetujuan di tingkat appropriator, metode appropriation dan
alokasi output. Disisi lain, masalah provision berhubungan dengan menciptakan sumber daya, mengelola dan meningkatkan kemampuan produksi dari sumber
daya atau menghindari terjadinya degradasi dan kerusakan lingkungan. Diskusi tipe masalah yang berhubungan dengan alokasi sumber daya
memerlukan kriteria untuk mengevaluasi alokasi sumber daya. Ostrom 1990 dalam bukunya Rules, Games and Common Pool Resources menggunakan konsep
ekonomi efesiensi dan pareto optimal. Ekonomi efesiensi berkaitan dengan maksimisasi discounted net present value, sedangkan Pareto optimal termasuk
alokasi sumber daya dimana tidak ada individu yang membuat lebih baik tanpa mengorbankan kepentingan individu lain.
Dalam masalah appropriation, bentuk fundamental untuk tingkat efisiensi appropriation
dapat dilakukan dengan menyamakan marjinal cost appropriation dengan marjinal returns dari appropriation. Untuk menjawab persoalan
approriation yang paling penting yaitu mencapai efesiensi. Efesiensi
membutuhkan pemahaman waktu dan lokasi yang tepat, dan pemahaman bagaimana alternatif teknologi dapat mempengaruhi kepentingan yang lain.
Berdasarkan pengalaman mengatasi masalah appropriation, maka diperoleh tiga bentuk masalah yang berkaitan dengan appropriation, yaitu : eksternalitas
appropriation , masalah assignment dan teknologi eksternalitas. Untuk lebih
memahami masalah appropriation dalam CPRs dapat dilihat pada Gambar 2. Eksternalitas dihasilkan oleh pengguna CPRs, hal ini menggambarkan
bahwa produksi yang dihasilkan oleh peningkatan pemanfaatan appropriator dapat mengurangi hasil yang diperoleh oleh pengguna lain dalam aktivitas yang sama di
tempat yang sama. Penggunaan yang berlebihan oleh salah satu pengguna dapat mengurangi rata-rata pengembalian biaya investasi yang dialami oleh pengguna
lain. Contohnya peningkatan aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan dapat mengurangi produksi nelayan lain. Dalam kasus eksternalitas produksi, rata-rata
keuntungan yang diperoleh oleh semua pengguna sumber daya alam akan menurun.
Gambar 2.
Framework Masalah Appropriation
Model yang sederhana untuk menggambarkan masalah eksternalitas appropriation
seperti yang digambarkan oleh Gordon yang diacu oleh Ostrom et al.
1994. Gordon mengilustrasikan seorang nelayan yang mengambil ikan akan terus meningkatkan ekstraksinya selama biaya investasi marjinal input
masih belum seimbang dengan hasil yang diperoleh marjinal returns. Dalam teori pasar neoklasik, selama marjinal return lebih rendah dibandingkan marjinal
costnya maka orang cenderung untuk mencari alternatif input lain untuk lebih mengefesiensikan alokasi. Pemanfaatan sumber daya oleh seseorang yang dapat
mengurangi marjinal return semua appropriator termasuk eksternalitas. Keberadaan eksternalitas ini akan menyebabkan overinvestment terhadap
pemanfaatan sumber daya. Ostrom et al. 1994 menyatakan bahwa ketidakmerataan distribusi alokasi
pemanfaatan sumber daya alam mendorong terjadinya assingment problem sehingga sering memicu konflik. Pembagian resource unit yang berbeda untuk
setiap pengguna CPRs akan berdampak terhadap hasil sumber daya yang diperoleh. Sebagai contoh pembagian wilayah penangkapan ikan, terdapat
wilayah hot spot dan cold spot. Untuk pembagian air irigasi sawah, ada lokasi yang mendapatkan air dari hulu sungai yang bersih dan ada yang mendapatkan air
dari hilir sungai. Dalam kasus ini tidak saja penting untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan pelayanan, tetapi juga penting untuk mengetahui bagaimana
membuat kesepakatan diantara pengguna dalam memanfaatkan lokasi yang menguntungkan dan lokasi yang tidak menguntungkan.
Masalah assignment akan menimbulkan inefisiensi jika tidak menemukan pemecahan masalah yang tepat. Dalam banyak kasus CPRs, konflik terjadi karena
perebutan wilayah yang ―baik‖. Di berbagai tempat banyak digunakan aturan tradisi setempat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah ini
berdasarkan waktu, lokasi, tipe pengguna sumber daya dan atribute lainnya. Banyak aturan daerah yang tidak dikenal namun efektif untuk menyelesaikan
assingment problems ini Ostrom et al., 1994
Jika seorang approprior sumber daya menggunakan suatu teknologi dan hal tersebut menyebabkan peningkatan biaya pemanfaatan sumber daya pihak
lain, maka hal tersebut menyebkan teknologi eksternalitas diantara pengguna CPRs. Banyak masyarakat pengguna mengatur pemakaian teknologi diantara
mereka untuk mengurangi eksternal cost. Ostrom et al., 1994 Masalah provision terkait dengan pemeliharaan dan peningkatan kapasitas
atau menghindari degradasi produksi CPRs. Provision ini memaksa dan mengarahkan user atau pengguna sumber daya agar ikut berpartisipasi dalam
pemeliharaanpenjagaan CPRs. Masalah ini terbagi dalam 2 identifikasi, yaitu dari sisi demand dan sisi supply. Sisi Demand berarti membatasi demand dengan
pembatasan laju pemanfaatan sehingga tidak melebihi daya dukung kemampuan regenerasinya. Sedangkan yang dimaksud dengan sisi supply adalah rekonstruksi
dan maintenance CPRs agar dapat memberikan jasa yang berkelanjutan. Untuk lebih memahami mengenai masalah provision, Gambar 3 dibawah ini akan
memberikan gambaran mengenai kerangka masalah provision sesuai yang disampaikan Ostrom et al. 1994
Sumber masalah utama dari sisi demand adalah dampak appropriator dalam kapasitas produksi sumber daya. Sebagai contoh, peningkatan penangkapan
ikan pada titik kritis akan mengurangi stok ikan sehingga kapasitas produksi akan menurun. Solusi untuk masalah demand ini harus melibatkan maksimisasi
discounted present value of rate return . Secara eksterm, jika discount rate yang
digunakan tidak cukup kuat untuk mengurangi ekstraksi sumber daya, maka akan
terjadi kepunahan spesies biologi sebagai konsekuensi peningkatan ekstraksi yang berlebihan dibandingkan pengambilan sumber daya yang ―aman‖.
Gambar 3. Framework Masalah Provision
Sumber masalah utama dari sisi supply adalah adanya insentif individu terhadap free rider dalam aktivitas ekstraksi sumber daya. Secara konseptual, sisi
supply pada situasi CPRs paralel dengan teori dan literatur empiris tentang public
good provision . Senada dengan pure public good provision, fasilitas CPRs tidak
akan bersih dari free rider sebab sangat sulit untuk memonitor atau menjaga akses sumber daya. Masalah pengelolaan akan muncul berkaitan dengan
ketersediaanstok resource unit. Rasionalitas terkait dengan masalah appropriator dan situasi CPRs adalah
rationalitas individu yang terbatas. Pilihan individu sangat dipengaruhi oleh behaviour
dimana hal tersebut menentukan bagaimana individu tersebut memandang, belajar dan menimbang untung rugi dari tindakan yang diambil
dalam menangani dan mengelola sumber daya alam. Pengorganisasian masyarakat untuk melakukan aksi bersama terhadap pengelolaan CPRs sangat tidak menentu
dan diperhadapkan pada masalah yang kompleks. Ketidakpastian ini bisa berasal
dari faktor eksternal dan internal. Kuantitas dan waktu musim hujan, temperatur dan kondisi cuaca, ada atau tidaknya wabah dan harga pasar yang bervariasi yang
mempengaruhi input dan produk akhir, merupakan faktor-faktor eksternal. Kurangnya pengetahuan juga merupakan sumber utama dari ketidakpastian.
Namun hal ini akan berkurang seiring dengan waktu karena berkembangnya media belajar dan berkembangnya pengetahuan lokal. Trial and error learning
juga dilakukan oleh para appropriator dalam mengatasi masalah pengelolaan sumber daya. Banyak tindakan yang dilakukan tanpa pertimbangan dan
pengetahuan yang cukup tentang konsekuensi yang akan mereka hadapi. Semakin lama, appropriator akan semakin memahami kondisi fisik sumber daya secara
lebih akurat dan apa yang mereka harapkan dari perilaku orang lain. Appropriator di berbagai CPRs sangat termotivasi untuk mencari solusi atas masalah yang
mereka hadapi, jika mereka mampu. Kondisi ekonomi appropriator mempengaruhi kecakapan mereka dalam mengatasi masalah atau menyelesaikan
masalah bersama. Informasi yang lengkap dan akurat dari lokal appropriator bisa menggambarkan situasi mereka dari waktu ke waktu tergantung dari jumlah
appropriator yang bergabung, kompleksitas situasi dan stabilitas faktor yang
mempengaruhi tingkah laku individu dan respon dari resource system. Masalah aksi bersama berkaitan dengan CPRs berhubungan dengan discount future benefit
keuntungan yang diterima di masa depan dan hal tesebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dalam sektor perikanan, sebagai contoh, discount rate dari
nelayan lokal yang tinggal disekitar desa akan berbeda dengan nelayan yang menggunakan pukat harimau besar untuk mendapatkan ikan disepanjang garis
pantai. Waktu di masa depan bagi nelayan lokal sangat penting, karena mereka mengharapkan anak cucu dapat tinggal di lokasi yang sama dan tetap dapat
mengambil ikan untuk kehidupan mereka. Sementara nelayan yang berpindah- pindah, akan mencari tempat untuk mendapatkan ikan yang lain ketika ikan lokal
tidak ada lagi. Discount rate dipengaruhi oleh tingkat fisik dan kekuatan ekonomi appropriator. Discount rate juga dipengaruhi oleh norma yang berkembang di
masyarakat dalam skala yang luas maupun masyarakat lokal, tergantung kepentingan relatif terhadap masa depan dibandingkan saat ini Ostrom et al.,
1994
Secara umum penggunaan sumber daya tergantung pada faktor kelompok- kelompok yang ada di masyarakat. Menurut DolsakOstrom 2003, hubungan
antara faktor-faktor tersebut dan CPRs dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini :
Gambar 4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan CPRs
DolsakOstrom 2003 menyatakan bahwa kontribusi yang paling mempengaruhi kerangka pemikiran tersebut yaitu
―Institutions Governing Resources Use
‖. Faktor eksternal ekonomi lingkungan sangat mempengaruhi preferences dan aset. Dua faktor eksternal pasar yang sangat penting yaitu pasar
barang dan jasa yang diperoleh dari CPRs dan pasar yang menyediakan alternatif sumber pendapatan untuk pengguna sumber daya. Politik dan legal enviroment
juga mempengaruhi kelembagaan yang mengatur penggunaan CPRs. Aktor dalam eksternal legal enviroment dapat memberikan saran-saran untuk pengelolaan
CPRs, memberikan legitimasi kepada pengguna CPRs sehingga memungkinkan mereka untuk mengatur kelembagaan dan mengimplementasikan aturan-aturan
dengan benar, dan mampu mengatur bagaimana interaksi kelembagaan dalam berbagai level. Kekuatan politik mempengaruhi kebijakan yang dipilih. Teknologi
mempengaruhi kelembagaan pengelolaan CPRs secara tidak langsung, dengan adanya metode untuk monitoring penggunaan CPRs ataupun menempatkan
pekerja ahli dalam melakukan ekstraksi sumber daya alam.
Karakteristik spesifik untuk jenis CPRs tertentu dan penggunanya sangat mempengaruhi pengelolaan sumber daya tersebut. Semakin sama jenisnya,
sederhana dan dalam skala yang kecil, maka semakin mudah untuk mendesign struktur kelembagan sehingga semakin terlindungi sumber daya tersebut dari
degradasi dan penggunaan berlebihan. Sumber daya yang kompleks dengan berbagai interaksi dan eksternalitas negatif biasanya sangat sulit dikelola.
Karakteristik individu pengguna CPRs, seperti preferensi, aset dan karakteristik dari kelompok koherensinya, tingkat kepercayaan, homogenitas, besarnya
kelompok mempengaruhi kelembagaan pengelolaan sumber daya. CPRs kemudian dipengaruhi oleh kelembagaannya, pengelolaan kelembagaan itu sendiri
dan ketersediaan teknologi DolsakOstrom, 2003
2.2 Property Right