agent. Mekanisme ini dipilih oleh para sub agen untuk mencapai batas minimal
penjualan, walaupun mekanisme ini juga memiliki resiko yang tinggi. Jika terjadi kematian ikan secara massal, maka petani tentu akan merugi dan tidak dapat
membayar hutan pakan kepada sub agen. Biasanya pengambilalihan kolam menjadi alternatif terakhir untuk mengatasi hubungan utang piutang ini.
Para sub agen dan agen dikenai wajib retribusi oleh pengurus desa, setiap Kg pakan yang terjual 2 rupiah, disetorkan kepada pihak desa. Untuk pajak ke
desa ini rata-rata sub agen menyerahkan 4 juta rupiah kepada pihak desa. Agen dan sub agen ini juga difasilitasi oleh produsen pabrik dalam hal informasi produk
dan teknologi terbaru produk yang ditawarkan. Untuk itu setidaknya sekali setahun terdapat pertemuan agen dan sub agen dan antara sub agen dengan
produsen pabrik untuk memberikan pelatihan dan bimbingan seputar pakan ikan.
8.6.6 Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat
Dinas perikanan provinsi Jawa Barat merupakan dinas penanggungjawab Waduk Cirata. Dalam rangka bimbingan, evaluasi dan penertiban aktivitas di
Waduk Cirata menjadi kewenangan provinsi. Pertimbangan ini diambil oleh karena genangan waduk yang melalui lintas kabupaten, maka kewenangan
tertinggi diambil alih oleh provinsi. Namun kegiatan-kegiatan dalam hal pengelolaan waduk lebih banyak dilakukan oleh badan pengelola. Hal ini
mungkin berkaitan dengan lokasi dinas perikanan provinsi yang cukup jauh dari waduk sehingga hampir sebagian besar kegiatan pengawasan, monitoring
dilakukan oleh badan pengelola.
Dari hasil analisis stakholder secara umum dapat disimpulkan bahwa terjadi konflik kepentingan diantara stakeholder. Walaupun tujuan akhir dari
semua stakeholder adalah sama yaitu sustanability sumber daya alam untuk memperpanjang usaha-usaha yang tengah dikembangkan oleh masing-masing
stakeholder namun terdapat perbedaan persepsi dan implementasi atau pengejawantahan paradigma. Bagi petani ikan, ASPINDAC, Dinas tehnis dan
BWPC memiliki kepedulian dengan kategori sedang sampai tinggi terhadap pelestarian waduk. Harapan dari tujuan pelestarian ini supaya dapat menjamin
usaha budidaya mereka tetap berlangsung sampai generasi berikutnya dengan profit yang stabil bahkan meningkat. Kelompok
penjual pakan atau ―gudang‖ juga memiliki kepentingan terhadap pelestarian waduk, namun dalam upaya untuk
tetap melancarkan usaha penjualan pakan ikan bahkan memperluas usaha dengan kuantitas yang cukup besar. Upaya yang dilakukan belum banyak bersentuhan
dengan upaya pelestarian lingkungan waduk. Padahal stakholder kelompok ini memiliki kekuatan financial yang relatif besar karena marjin profit yang
dihasilkan dari penjualan pakan ikan di Cirata juga cukup tinggi. Dalam
tata kelola
waduk terdapat
interaksi-interaksi diantara
pelakupengguna sumber daya. Secara garis besar interaksi yang terjadi antar pelaku sumber daya adalah pengelola waduk, petani KJA, pengusaha pakan dan
pemerintah daerah. Masing-masing pelaku usaha ini memiliki kepentingan dengan waduk. Seperti yang sudah disebutkan dalam analisis stakeholder, masing-masing
kepentingan ini tidak saling selaras dan menimbulkan konflik kepentingan di dalamnya. Hasil analisis konflik berdasarkan interaksi antar lembaga hasil FGD
dengan beberapa stakeholder tercantum dalam lampiran 16. Adapun ringkasan umum analisis konflik diantara stakeholder seperti dibawah ini :
8.6.4 BPWC vs Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat
Konflik kepentingan yang terjadi berkaitan dengan pembagian peran pengelolaan waduk. Berdasarkan hasil wawancara, BPWC merasa tidak harus
melakukan penertiban KJA seperti yang tertulis dalam UU, karena posisi BPWC sebagai anak perusahaan PT. PJB tidak merasa bertanggungjawab terhadap
gubernur. Menurut staf BPWC, yang seharusnya berwenang melakukan penertiban KJA adalah Satpol PP Satuan Polisi Pamong Praja sebagai satuan
pengamanan pemerintah. Oleh karena adanya lempar tanggungjawab ini sehingga kegiatan penertiban KJA yang tidak aktif hanya dilakukan satu kali sejak UU ini
diberlakukan. Adanya pembagian peran yang tidak seimbang antara BPWC dan dinas perikanan provinsi dan mandat yang harus dijalankan oleh masing-masing
lembaga membuat kegiatan pengawasan di Waduk Cirata menjadi lemah.
8.6.5 Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat vs Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat, Cianjur dan Purwakarta