bagi semua pengelola dengan besaran yang disepakati bersama dan pelaporan penghasilan kepada seluruh stakeholder. Akuntabilitas penggunaan dana retribusi
perairan sangat penting dalam mendukung keberlanjutan pungutan. Pengelola juga harus terbuka terhadap klaim maupun masukan yang berguna bagi kelangsungan
pelestarian waduk dari berbagai pihak, misalnya penggunaan dana retribusi perairan untuk kepentingan pembersihan sampah atau pembuatan tong-tong
sampah terapung. Dengan menjalin kemitraan bersama dengan kelompok- kelompok stakeholder dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap keberadaan
waduk oleh semua pihak termasuk warga pendatang. Skenario status quo yang diusulkan dalam menangani konflik kepentingan
saat ini adalah dengan mendorong pemerintah Provinsi yang memiliki kewajiban dalam hal penertiban untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Propinsi harus memegang peranan penting dalam hal penataan waduk dan menjaga keberlanjutan waduk agar tetap dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Mekanisme status quo ini bisa menjadi penyelesaian yang terbaik jika masing-masing pihak menjalankan
perannya sesuai SK Gubernur No. 41 tahun 2002 yang saat ini sedang berlaku dan didukung oleh pendanaan yang kuat melalui sharing pendanaan antara propinsi
dan pemerintah kabupaten.
8.7 Tata Kelola dan Redesign Kelembagaan Pengelolaan Waduk
Dalam tata kelola waduk terdapat adanya interaksi di antara aktor yang dipengaruhi oleh unit-unit analisis seperti faktor karakteristik pengguna sumber
daya, faktor ekonomi, kebijakan, politik dan teknologi. Pengaruh tersebut akan memberikan dampak terhadap perilaku stakeholder dalam melakukan tata kelola
waduk. Secara ekonomi, permintaan masyarakat terhadap komoditas perikanan air
tawar terus bertambah. Peluang untuk melebarkan wilayah pemasaran pun masih sangat terbuka, oleh karena sampai saat ini pemasaran perikanan produksi Cirata
terbatas masih di pasar lokal. Industri rumah tangga dalam produksi pengolahan hasil ikan yang berada di sekitar Waduk Cirata pun masih bisa dijadikan peluang
untuk menampung produksi perikanan. Industri ini berpotensi berkembang pesat
seiring dengan peningkatan perbaikan infrastruktur waduk dan peningkatan fasilitas pariwisata yang dikembangkan oleh pengelola. Permintaan akan ikan
dengan berbagai jenis ikan yang terus ada sepanjang waktu inilah yang menyebabkan petani karamba tetap bertahan disaat harga pakan ikan terus naik.
Begitupula dengan hasil perikanan lain seperti tutut, ikan tangkapan nelayan bukan ikan nilaemas hasil budidaya juga mendatangkan pendapatan bagi
masyarakat. Peluang ini dimanfaatkan juga oleh para pemilik gudang untuk meningkatkan kuantitas penjualan pakan ikan dan juga memberikan pinjaman
dana segar untuk pengelolaan budidaya perikanan. Pengaruh faktor eksternal seperti kekuatan ekonomi inilah yang terus membuat masyarakat bertahan dalam
usaha budidaya. Dari sektor pertanian, hasil kebun dan bercocok tanam di lahan pasang
surut waduk seperti padi, kacang-kacangan dan umbi-umbian merupakan bahan pangan yang terus diminati oleh konsumen. Hampir semua hasil sumber daya
yang berasal dari waduk mengalami trend permintaan yang meningkat. Oleh karenanya masyarakat banyak bertahan dengan usaha budidaya-budidaya tersebut
walaupun resiko yang harus ditanggung cukup tinggi. Misalnya di sektor pertanian, jika musim hujan datang lebih cepat dan merendam lahan pertanian,
maka mereka dipastikan akan gagal panen, begitupula ketika musim angin barat dan penghujan dimana kondisi perairan waduk mudah terjadi upwelling dan
timbul berbagai penyakit ikan, maka dipastikan akan terjadi kematian ikan baik secara serentak maupun terlokalisasi. Banjir yang melanda hulu sungai juga dapat
menimbulkan kerugian bagi nelayan yang menanam jaringnya di tengah waduk. Kondisi demikian tidak menyurutkan para pengguna sumber daya untuk tetap
berusaha oleh karena demand yang terus tinggi terhadap bahan pangan. Secara politis, daerah belum memanang waduk sebagai asset milik daerah
yang harus dijaga. Hal ini tercermin dalam kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah. Kebijakan pengelolaan waduk kurang menggambarkan upaya-
upaya untuk pelestarian lingkungan, namun lebih kepada ekstraksi yang mendatangkan keuntungan ekonomi bagi daerah.
Dari sisi kebijakan pemerintah terhadap pengelolaan Waduk Cirata, pemerintah Propinsi tidak tegas dalam hal sangsi bagi pelanggar peraturan sejak