Analisis Kelembagaan Metode Analisis Data .1 Estimasi Kerugian

perbedaan produksi dan menimbulkan dampak lingkungan. Penggunaan teknologi berkaitan dengan biaya produksi, dan biaya eksternalitas. Semakin baik konstruksi karamba KJA tentunya akan semakin mahal biaya investasi yang mempengaruhi pendapatan seseorang, sehingga pengguna sumber daya cenderung mencari alternatif yang lebih murah dan mudah dalam membuat kontruksi KJA, yang tentu saja memiliki dampak lingkungan yang berbeda. Jenis pakan ikan, frekuensi pemberian pakan serta jenis ikan yang ditanam, akan memberikan dampak yang berbeda baik terhadap lingkungan maupun profit yang diperoleh petani KJA. Ketiadaan aturan main yang jelas dalam hal penggunaan teknologi ternyata juga dapat mengancam keberlanjutan waduk. Kebutuhan data dari setiap unit analisis, yaitu ekonomi, politik, hukum dan teknologi dapat dilihat pada Tabel 9. Untuk karakteristik pengguna sumber daya, analisis ini akan memetakan stakeholder yang berperan dalam melaksanakan dan yang menjadi sasaran kebijakan. Berdasarkan teori kelembagaan analisis stakeholder mengacu pada seperangkat alat untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan stakeholder atas dasar atributnya, hubungan timbal baliknya dan kepentingannya dalam kaitannya dengan isu atau sumber daya yang ada. Analisis yang dilakukan berupa : siapa para aktor yang berperan, bagaimana posisinya, apa hasil yang diharapkan oleh para aktor, bagaimana keterkaitan aksi dan hasil, siapa yang melakukan kontrol terhadap perilaku aktor dan informasi apa saja yang dimiliki aktor serta biaya dan manfaat yang ditanggung oleh aktor untuk melakukan pengorganisasian kelembagaan sumber daya. Pemetaan pengguna sumber daya ini dilakukan dengan menggunakan Tabel 10. Hasil analisis stakeholder dapat memperlihatkan bagaimana interaksi antara aktor. Interaksi yang diperoleh dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis konflik. Dalam analisis ini dilakukan pemetaan terhadap konflik indikator, peace indikator dan stakeholder analisis. Konflik indikator memetakan akar masalah yang menyebabkan konflik, faktor-faktor yang menyebabkan konflik proximate cause dan faktor-faktor yang menjadi pemicu konflik trigger. Ketiga indikator tersebut akan dikaitkan dengan situasi politik, ekonomi dan sosial cultural. Peace indikator merupakan hal-hal yang biasa dilakukan masyarakat dalam rangka menangani konflik diantara mereka. Dalam peace indikator tersebut akan dirangkum bagaimana sistem keadilan yang diterapkan masyarakat atau konflik carrying capacity dari masyarakat, bagaimana proses yang dilakukan dalam menjalankan sistem keadilan tersebut dan tools apa yang digunakan oleh masyarakat dalam menjalankan sistem keadilan di masyarakat. Data-data terkait konflik analisis diatas akan diperoleh melalui FGD dan diskusi dengan para stakeholder kelembagaan di wilayah perairan Waduk Cirata. Tabel 11 digunakan untuk memandu analisis konflik dalam bentuk matriks. Tabel 9. Parameter yang digunakan untuk setiap unit analisis Unit Analisis Parameter Economic Enviroment - Akses ke pasar barang dan jasa - Trend harga pasar untuk ikan - Trend Permintaan ikan - PAD Kab Cianjur, Purwakarta, Bandung Barat - Jumlah tenaga kerja - Jenis usaha pendukung lainnya - Biaya transaksi retribusi, preman, biaya lain-lain - Pendanaan dari luar negeri - Dampak globalisasi ekonomi - Dampak resesi ekonomi global Political Enviroment - Produk kebijakan yang dihasilkan dari proses politik - Kebijakan terhadap budidaya perikanan - Kinerja lembaga pemerintah yang menangani CPRs - Penegakan aturan-aturan pemerintah Legal Enviroment - Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.7 tahun 2011 tentang Pengelolaan Perikanan - SK Gubernur No. 45 tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah No.142002 tentang Usaha Perikanan dan Retribusi Usaha Perikanan - Peraturan Gubernur No.16 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu - SK Gubernur No.27tahun 1994 tentang petunjuk pelaksanaan peraturan No.111986 tentang Tata Cara Pemanfaatan Perairan Umum untuk Usaha Perikanan - Keputusan Bersama Gubernur Jawa Barat, Bupati Bandung, Cianjur, Purwakarta dan Direktur PJB tahun 2003 tentang Pengembangan Pemanfaatan Kawasan Waduk Cirata - Peraturan Daerah Kab. Purwakarta No.62010 tentang Retribusi Izin Usaha Perikanan Teknologi - Konstruksi karamba jaring apung - Siklus pemberian pakan ikan - Jenis ikan pemakan plankton Tabel 10. Analisis stakeholder Daftar Stakeholder AgendaPower Need Keterkaitan aksi dan hasil Action Sumber : Hidayat 2010 Tabel 11. Analisis Konflik Konflik Indikator Peace Indikator Stakeholder Analysis Summary Conclusion Sumber : Barena 2003 Analisis karakteristik sumber daya, mengkaji mengenai sumber daya waduk dan kaitannya dengan PLTA sebagai fungsi utama dibangunnya waduk. Ciri dan masalah waduk sebagai CPRs, provision dan appropriation problem yang mempengaruhi penggunaan waduk. Tata kelola sumber daya, mengkaji struktur dan infrakstruktur kelembagaan serta analisis konflik diantara institution dan multiple user seperti KJA, PLTA, petani, maupun masyarakat di sekitar waduk. Analisis infrastruktur kelembagaan adalah pemahaman makna aturan main atau peraturan yang berlaku dalam kelompok masyarakat lokal melalui identifikasi isu. Peraturan tersebut akan dianalisis dengan menggunakan Tabel 12 sehingga mudah dilihat keterhubungan peraturan tersebut dan kaitannya terhadap siapa yang berwenang untuk melaksanakan peraturan tersebut dan sejauh mana wewenang tersebut telah diimplementasikan. Analisis kebijakan selanjutnya disandingkan dengan hasil FGD tentang implementasi kebijakan di lapangan dan bagaimana peraturan tersebut dapat menjawab permasalahan terkait sedimentasi khususnya dan perbaikan lingkungan waduk pada umumnya. Kesenjangan yang terjadi atau hasil analisis gap dimasukkan dalam Tabel 13. Tabel 12. Analisis Konten Peraturanaturan main yang berlaku SubstansiAmanat Peraturan Perundang- Undangan Mengatasi masalah apa ? Aktor yang berperan Sumber : Hidayat 2010 Tabel 13. Analisis Gap Hasil Analisis Kontent RealisasiImplementasi Peraturan Gap Analysis Sumber : Parasuraman et al. 1985 Faktor –faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelembagaan tersebut dapat menjadi data bagi rancangan kelembagan baru yang dapat mengurangi terjadinya eksternalitas yaitu sedimentasi dalam pemanfaatan CPRs. Design kelembagaan untuk mengelola CPRs contohnya design peraturan mengenai alokasi penggunaan sumber daya, monitoring dan penegakkannya membutuhkan usaha yang besar. Para appropriator akan merasakan pentingnya kelembagaan jika mendapat manfaat dari adanya lembaga tersebut. Motivasi ekonomi untuk merubah aturan main pengelolaan sumber daya ternyata tidak cukup untuk dapat melakukannya. Perlu adanya otoritas yang berwenang untuk melakukannya. Oleh karena itu para peneliti DolsakOstrom, 2003 mendiskusikan prinsip umum yang dipakai untuk meningkatkan kinerja design kelembagaan. Prinsip umum tersebut menjadi batasan dalam melakukan interview dengan stakeholder untuk merekonstruksi stuktur kelembagaan baru. Redesign kelembagaan tersebut juga akan mengacu pada evaluasi outcome yang diperoleh dari hasil analisis-analisis diatas. Prinsip umum tersebut, yaitu : 1. Peraturan dibuat dan dikelola oleh pengguna sumber daya 2. Keluhan tentang aturan mudah untuk dimonitor 3. Aturan mampu ditegakkan bersama 4. Sangsi dapat diberlakukan 5. Pengadilan tersedia dengan biaya yang rendah 6. Ratio petugas dan pengguna sumber daya proporsional 7. Lembaga yang mengatur CPRs perlu dibuat dalam berbagai tingkatan 8. Prosedur untuk merevisi aturan tersedia Dalam menawarkan model redesign kelembagaan baru yang tepat digunakan dalam pengelolaan Waduk Cirata berdasarkan hasil wawancara dan telaah teori pembangunan good governance, maka akan dibuat tiga skenario design kelembagaan baru. Skenario tersebut mencakup best case scenario, status- quo scenario dan worst case scenario. Best scenario merupakan skenario terbaik pengelolaan waduk untuk mencapai suistanability, equity dan prosperity, dimana masing-masing aktor dapat terakomodasi baik kepentingan dan perilakunya. Status-quo scenario adalah keadaan dimana keadaan berjalan normal seperti biasa bussiness as usual, tentunya dengan kondisi-kondisi pengelolaan saat ini yang harus diperbaiki. Worst case scenario adalah keadaan dimana masing-masing stakeholder tidak lagi mampu menaati peraturan yang dibuat dan berjalan sendiri sesuai mandat dan kebutuhan yang ingin dicapainya.

BAB 5 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

5.1 KABUPATEN BANDUNG BARAT

Perairan Waduk Cirata meliputi 3 Tiga kabupaten, salah satunya adalah Bandung Barat. Kabupaten Bandung Barat merupakan kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Bandung berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat Menjadi Daerah Otonom di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data BPS, luas wilayah Kabupaten Bandung Barat yaitu 1.305,77 Km², terletak antara 60º 41‘ sampai dengan 70º 19‘ lintang Selatan dan 107º 22‘ sampai dengan 108º 05‘ Bujur Timur. Kemiringan minimum rata-rata 110 meter dan maksimum 2.2429 m diatas permukaan laut. Kemiringan wilayah bervariasi antara 0 – 8, 8 – 15 hingga diatas 45. Kabupaten Bandung Barat memiliki batas wilayah sebagai berikut : Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Cianjur; sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Subang; sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi dan bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Cianjur. Jumlah penduduk Kabupaten Bandung Barat sebanyak 1.531.072 jiwa yang tersebar di 15 kecamatan dan 165 desa. Kecamatan Cipendeuy merupakan satu-satunya kecamatan di Bandung Barat yang wilayahnya terendam air waduk. Jumlah penduduk di Kecamatan Cipeundeuy pada tahun 2009 berdasarkan data Potensi Desa tercatat sebanyak 72.910 orang atau 21.483 KK yang tersebar di 12 desa. Jumlah ini hampir 21 persen dari total penduduk Kabupaten Bandung Barat. Persentase besarnya wilayah waduk yang termasuk dalam administratif Bandung Barat tidak kurang dari 38 persen, dan merupakan kabupaten terbesar kedua setelah Cianjur. Pada saat pembentukan waduk, tidak kurang dari 5 Lima desa yang terdiri dari 1.652 KK harus direlokasi dan 596 KK yang mempunyai tanahlahan atau mempunyai pekerjaan di daerah genangan. Alternatif penyaluran penduduk yang terkena dampak genangan adalah program transmigrasi dan kegiatan perikanan air tawar bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Karena kondisi inilah maka sebagian besar masyarakat di kecamatan Cipeundeuy bermata pencaharian sebagai petani pembudidaya ikan di Waduk Cirata. Saat ini terdapat 1.023 KK yang memiliki usaha perikanan air tawar dalam bentuk keramba jaring apung. Produksi perikanan dari budidaya air tawar di Cirata untuk wilayah Bandung Barat pada tahun 2010 berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bandung Barat sebanyak 25.374 tontahun yang terdiri dari ikan mas, nila, bawal air tawar, patin, gurame dan lele. Nilai produksi ini setara dengan Rp.316.620.425.000,00.

5.2 KABUPATEN CIANJUR

Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Provinsi Jawa Barat, dengan jarak sekitar 65 Km dari Bandung, ibu kota Provinsi Jawa Barat atau 120 Km dari Jakarta, ibu kota Negara Indonesia. Kabupaten Cianjur terletak diantara 6 21‘ – 7 25‘ Lintang Selatan dan 106 42‘ – 107 25 Bujur Timur. Kabupaten Cianjur terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian sekitar 7 – 2.962 meter diatas permukaan laut. Batas wilayah administrasi Cianjur adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta b. Sebelah Barat : Kabupaten Sukabumi c. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia d. Sebelah Timur : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut Luas Wilayah Kabupaten Cianjur sebesar 350.148 hektar yang terbagi menjadi 30 kecamatan, 6 kelurahan dan 362 desa. Berdasarkan BPS tahun 2005, jumlah penduduk Kabupaten Cianjur sebanyak 2.098.644 orang yang terdiri dari 1.069.408 orang berjenis kelamin laki-laki dan 1.029.236 orang perempuan. Dalam hal tingkat pendidikan, 54,5 persen penduduk Cianjur berstatus tamat SD, 30,2 persen penduduk tidak tamatbelum tamat SD. Hanya 7,91 persen penduduk yang tamat SLTPMTs dan sisanya adalah status pendidikan lainnya. Mata pencaharian terbesar penduduk Cianjur adalah sektor pertanian, 61 persen dan perdagangan 15,4 persen. Kabupaten Cianjur merupakan daerah terbesar yang wilayahnya tergenang air waduk, atau setara dengan 60 persen luas Waduk Cirata. Dari luas tersebut, terbagi kedalam empat wilayah administrasi kecamatan antara lain : Kecamatan Cikalong Kulon, Mande, Sukaluyu dan Ciranjang. Dari keempat kecamatan tersebut, jumlah penduduk yang harus dipindahkan sebanyak 3.818 KK. Selain itu terdapat 2.984 KK yang terpengaruh proyek pembangunan Waduk Cirata, yaitu mereka yang bertempat tinggal di atas genangan yang mempunyai lahantanah atau mempunyai pekerjaan di daerah genangan. Saat ini terdapat 12 desa yang berada di sekitar waduk yang mengusahakan berbagai budidaya perikanan dan pariwisata mengandalkan sumber daya waduk. Berdasarkan sensus petani KJA tahun 2011 yang terdapat pada Lampiran 8 Delapan, tecatat 1.385 KK yang memiliki 22.800 petak usaha budidaya perikanan. Produksi hasil perikanan berdasarkan data UPTD Dinas Perikanan, Peternakan dan Kelautan Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 sebesar 38.926 ton yang terdiri dari ikan mas, nila, bawal dan lainnya. Nilai nominal dengan produksi tersebut diperkirakan sebesar Rp.443.972.000.000,00.

5.3 KABUPATEN PURWAKARTA

Kabupaten Purwakarta terletak kurang lebih 80 km sebelah timur Jakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Karawang di bagian Barat dan sebagian wilayah Utara, Kabupaten Subang di bagian Utara dan sebagian wilayah bagian Timur, Kabupaten Bandung di bagian Selatan, dan Kabupaten Cianjur di bagian Barat Daya. Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 971,72 km² atau sekitar 2,81 persen dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat berpenduduk 845.509 jiwa Proyeksi jumlah penduduk tahun 2009 dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,28 persen per-tahun. Jumlah penduduk laki-laki adalah 420.380 jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan adalah 425.129 jiwa. Luas Kabupaten Purwakarta yang termasuk dalam genangan Cirata hanya 21 persen, dan merupakan wilayah terkecil. Jumlah penduduk yang terkena imbas genangan sebanyak 865 KK dan 186 KK yang terpengaruh proyek pembangunan Waduk Cirata, terdiri dari 1 kecamatan maniis dan 4 desa yaitu Citamiang, Sinar Galih, Pasir Jambu dan Tegal Datar. Dalam perkembangannya pun, masayarakat kecamatan Maniis berhak untuk memanfaatkan Waduk Cirata untuk kegiatan perekonomian seperti budidaya perikanan air tawar. Sensus KJA tahun 2011, seperti pada Lampiran 8 Delapan mencatat Kabupaten Purwakarta memiliki