1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian, dimana sektor pertanian memiliki peran strategis dalam
memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat atas bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Keberhasilan pembangunan tersebut ternyata berdampak
pada perubahan pola konsumsi masyarakat yang semula lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat kearah konsumsi seperti daging, telur dan susu.
Perubahan pola konsumsi yang menyertai peningkatan jumlah penduduk Indonesia ini, merupakan penyebab utama terjadinya peningkatan produk
peternakan dalam negeri. Menurut Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, nilai PDB subsektor peternakan meningkat sebesar 1,2 triliun dimana
pada tahun 2008 PDB subsektor peternakan yaitu sebesar 35,4 triliun dari tahun 2007 yaitu 34,2 triliun angka tetap. Peningkatan nilai PDB juga meningkatkan
konsumsi produk yang dihasilkan oleh subsektor pertanian diantaranya daging, susu dan telur.
Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Protein Penduduk Indonesia Menurut Kelompok
Makanan Tahun 2005-2009 gramkapitahari
No Kelompok Bahan
Makanan 2005
2006 2007
2008 2009
1 Beras
23.42 23.33
22.43 22.75
22.06 2
Makanan Jadi 6.24
5.83 7.33
8.36 8.10
3 Ikan
7.92 7.49
7.77 7.94
7.28 4
Kacang-kacangan 5.78
5.88 6.51
5.49 5.19
5 Telur dan Susu
2.56 2.51
3.23 3.05
2.96 6
Sayuran 2.64
2.66 3.02
3.01 2.58
7 Daging
2.47 1.95
2.62 2.40
2.22 Jumlah
55.29 53.66
57.66 57.49
54.34 Sumber : Statistik Peternakan 2011, Direktorat Jendral Peternakan
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata konsumsi protein dari daging penduduk Indonesia dalam periode tahun 2005-2009 berada pada posisi ketujuh
atau terakhir dibawah dari kacang-kacangan, telur dan susu, dan sayuran. Tingkat konsumsi protein daging penduduk Indonesia rata-rata dari tahun 2005-2009 yaitu
berkisar antara 2,3 – 2,4 gram per kapita per hari yang berarti masih dibawah
2
norma gizi yang dianjurkan yaitu sekitar 6 gram per kapita per hari untuk konsumsi protein hewani Ditjennak, 2012.
Daging adalah salah satu bahan pangan asal ternak sumber protein hewani yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia, karena bahan pangan ini secara
biokhemis serupa dengan manusia, terutama asam amino essensialnya, sehingga daging dapat digunakan sebagai makanan tunggal, disamping itu kaya akan
vitamin B kompleks dan mineral besi yang sangat diperlukan oleh tubuh. Meskipun masyarakat mengetahui nilai gizi yang dikandung daging, tetapi
hanya mereka yang mampu saja dapat mengkonsumsi daging, karena
dibandingkan dengan bahan pangan sumber protein hewani lainnya yaitu ikan, susu dan telur maka daging menduduki peringkat teratas dalam nilai jualnya.
Harga daging sapi per kilogram Rp 65.000, harga ikan per kilogram Rp 25.000 dan harga telur Rp 18.000 per kilogram
1
. Daging dari ternak unggas dapat diandalkan sebagai penyedia daging, karena
mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi dengan tingkat pertumbuhan yang cepat, tetapi membutuhkan pakan yang berkompetisi dengan manusia sehingga
perlu dicari jenis ternak lain yang mempunyai potensi biologis tinggi sebagai penghasil daging dengan pemeliharaan yang mudah dan murah. Ternak yang
masuk ke dalam kategori ini antara lain Kelinci. Menurut Ryan Masanto dan Ali Agus, kelinci mempunyai potensi biologis
yang tinggi yaitu kemampuan reproduksi yang tinggi, cepat berkembang biak, interval kelahiran yang pendek, prolifikasi yang sangat tinggi, mudah pemeliharan
dan tidak membutuhkan lahan yang luas. Keuntungan lainnya yaitu pertumbuhan yang cepat, sehingga cocok untuk diternakkan sebagai penghasil daging
komersial. Selain sebagai penghasil daging, kelinci juga merupakan hewan hias yang
sangat potensial seperti penghasil bulu, fur kulit dan bulu atau sebagai ternak hias. Menurut informasi dari Balai Latihan Pegawai Pertanian BLPP Ciawi,
Bogor, pasar komoditas kelinci semakin meningkat. Peningkatan tersebut terjadi karena kritik yang dikatakan oleh para pencinta alam dan lingkungan seperti
Greenpeace, terhadap perburuan dan pembantaian satwa liar.
1
http:www.radar bogor.com [18 januari 2012]
3
Menurut Ryan Masanto dan Ali Agus 2010 tujuan pemeliharaan kelinci di Indonesia cukup beragam, mulai dari sebagai kelinci hias, kelinci penghasil bulu
dan kelinci penghasil daging. Kelinci hias adalah jenis kelinci yang dipelihara sebagai hewan kesayangan pet yang didasarkan pada bentuk dan ukuran tubuh
kecil, lucu serta berbulu indah, tebal dan lembut. Bangsa kelinci hias antara lain angora, lops, yersey woolies, lions, fuzzy dan mini rex.
Tujuan pemeliharaan kelinci kedua adalah penghasil kulit dan bulu. Kriteria kelinci ini adalah memiliki bulu-bulu yang eksotis dan indah, menarik serta
bernilai tinggi sehingga potensial untuk diekspor dengan mutu kualitas fisik kulit yang tinggi. Kulit dan bulu ini umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku
kerajinan interior mobil, boneka, tas dan jaket. Contoh kelinci penghasil kulit bulu adalah Rex dan Satin. Sementara kelinci pedaging memiliki kriteria persentase
karkas 50-60 persen, bobot badan mencapai 2 kilogram pada umur 8 minggu dan memiliki laju pertumbuhan tinggi, sekitar 40 gram per ekor per hari.
Jawa Barat merupakan provinsi ketiga populasi kelinci terbesar di Indonesia dengan jumlah populasi yaitu pada tahun 2011 mencapai 121.909 ekor. Populasi
kelinci terbesar terdapat pada provinsi Jawa Tengah yaitu 346.348 ekor kemudian provinsi Lampung yaitu 301.932 ekor kelinci. Hal ini terlihat bahwa populasi
kelinci di Jawa Barat cukup banyak Ditjennak, 2011. Kelinci merupakan salah satu komoditas hias dan pangan penghasil daging
yang mulai dikembangkan di wilayah Bogor. Di wilayah Bogor tingkat pertumbuhan kelinci dari tahun 2007 ke tahun 2008 meningkat sebesar 97,4
persen, kemudian dari tahun 2008 ke tahun 2009 tingkat pertumbuhan kelinci sebesar 24,7 persen, pada tahun 2009 ke tahun 2010 tingkat pertumbuhan kelinci
sebesar 78,8 persen, kemudian pada tahun 2010 ke tahun 2011 tingkat pertumbuhan kelinci sebesar 49,6 persen hal ini terlihat pada Tabel 2.
4
Tabel 2. Tingkat Pertumbuhan Kelinci Di Kabupaten Bogor No
Tahun Jumlah Ekor
1 2007
5.756 2
2008 11.362
3 2009
14.165 4
2010 25.324
5 2011
37.892 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2011
Tingginya tingkat pertumbuhan kelinci dikarenakan pemerintah Bogor mulai gencar menggalakan pengembangan ternak kelinci, salah satunya adalah
pembentukan Kampoeng Kelinci yang bertempat di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa populasi kelinci
tertinggi pada Kabupaten Bogor terdapat pada Kecamatan Tenjo Laya, hal ini karena kecamatan Tenjo Laya di programkan oleh pemerintah sebagai sentra
penghasil kelinci di Bogor.
Tabel 3. Populasi Kelinci Di Kabupaten Bogor per Kecamatan No
Kecamatan Populasi Ekor
1
Tenjolaya 9.551
2 Pamijahan
8.026 3
Cibungbulang 3.241
4 Megamendung
2.980 5
Cisarua 2.845
6 Tamansari
1.476 7
Ciawi 1.241
8 Dramaga
1.196 9
Leuwiliang 1.190
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2011 Desa Gunung Mulya adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Tenjo Laya Kabupaten Bogor. Pada tanggal 24 bulan Sepetember Tahun 2011, Desa Gunung Mulya ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Direktur Budidaya
Ternak dan Kesehatan Hewan Departemen Pertanian Republik Indonesia sebagai Kampoeng Kelinci. Penetapan Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya
sebagai Kampoeng Kelinci oleh Ditjennak RI karena desa ini telah memenuhi
beberapa persyaratan yang sudah ditetapkan oleh diantaranya memiliki jumlah peternak kelinci 40 persen jika budidaya dalam musim normal, memiliki potensi
untuk dikembangkan, bukan daerah endemik penyakit serta Desa Gunung Mulya
5
sudah membudidayakan dan memasarkan kelinci sejak Tahun 1990-an sampai sekarang Ditjennak, 2012. Masyarakat Desa Gunung Mulya sudah
membudidayakan kelinci secara turun-temurun mulai dari kelinci jenis hias dan kelinci pedaging. Jenis kelinci hias yaitu kelinci hias jenis lokal dan luar serta
kelinci jenis pedaging. Selain alasan diatas, penetapan Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya
sebagai Kampung Kelinci adalah karena desa ini merupakan desa penghasil kelinci tertinggi dibandingkan dengan desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan
Tenjo Laya. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah kelinci yang dibudidayakan di Desa Gunung Mulya lebih banyak dibandingkan dengan desa lainnya hal ini
terlihat pada Tabel 4. Oleh karena itu sangat penting untuk menganalisis tataniaga kelinci di desa ini agar dapat memberikan alternatif saluran yang efisien bagi
peternak tentang tataniaga kelinci baik itu kelinci jenis hias, lokal dan pedaging, karena kegiatan budidaya sangat terkait dengan kegiatan tataniaga pemasaran.
Tabel 4. Populasi Ternak Kelinci Di Desa Gunung Mulya dibandingkan desa
lainnya dalam Kecamatan Tenjolaya Ekor No
Desa Kambing
Domba Kelinci
1 Tapos 1
308 444
46
2 Gunung Mulya
300 469
3.199
3 Tapos 2
216 477
123 4
Situ Daun 254
522 360
5 Cibitung tengah
236 349
- 6
Cimanggu 195
360 -
Jumlah 1.509
2.621 3.728
Sumber: Badan Pusat Statistik Bogor 2010
1.2 Perumusan Masalah