9
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kelinci
Menurut Ryan Masanto dan Ali Agus 2010 di dunia sebenarnya ada 72 jenis kelinci jenis hias dan potong. Sekitar 50 jenis diantaranya terdapat di
Indonesia. Konon kelinci sudah dipelihara sejak beberapa abad yang lalu di Afrika, kemudian diternakkan oleh penduduk di Kawasan Mediterania Laut
Tengah sekitar 1.000 tahun lalu. Dari hasil ternak tersebut kelinci menyebar ke Eropa, terutama di Belanda, Jerman, Inggris, Perancis, Polandia dan Rusia.
Mengikuti migrasi masyarakat Eropa, ternak kelinci menyebar ke Amerika, Asia dan Australia. Kelinci dibawa ke Amerika dari Eropa pada awal tahun 1800.
Di Indonesia, khususnya Pulau Jawa terdapat ras kelinci lokal yang pertumbuhannya lambat dan ukurannya kecil. Diduga kelinci lokal tersebut
merupakan keturunan ras kelinci Nederland Dwarf, yang dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai ternak hias pada tahun 1835 dan mengalami perkembangan
puncak pada tahun 1912. Selanjutnya pada tahun 1980-an pemerintah menggalakkan pemeliharaan kelinci sebagai sumber daging. Namun pola
pengembangan tersebut tidak berjalan mulus. Hambatannya adalah 55 persen peternak semata-mata bertujuan berdagang, 22 persen berusaha memperbaiki gizi
dan sisanya untuk kesenangan saja.
2.2 Budidaya Kelinci
Menurut Kementrian Riset dan Teknologi dalam Proyek pengembangan Ekonomi Masyarakan Pedesaan, hal-hal yang menyangkut dalam budidaya kelinci
adalah Persyaratan lokasi, penyiapan sarana dan perlengkapan, pembibitan, hama dan penyakit dan panen dan pasca penen.
2.2.1 Persyaratan Lokasi
Persyaratan lokasi dalam budidaya kelinci adalah dekat sumber air, jauh dari tempat kediaman, bebas gangguan asap, bau-bauan, suara bising dan
terlindung dari predator. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha ternak
10
kelinci adalah persiapan lokasi yang sesuai, pembuatan kandang, penyediaan bibit dan penyediaan pakan.
2.2.2 Penyiapan Sarana dan Perlengkapan
Fungsi kandang sebagai tempat berkembangbiak dengan suhu ideal 21° C, sirkulasi udara lancar, lama pencahayaan ideal 12 jam dan melindungi ternak dari
predator. Menurut kegunaan, kandang kelinci dibedakan menjadi kandang induk betina, jantan dan anakan. Untuk menghindari perkawinan awal kelompok
dilakukan pemisahan antara jantan dan betina. Kandang berukuran 200x70x70 centimeter tinggi alas 50 centimeter cukup untuk 12 ekor betina10 ekor jantan.
Kandang anak kotak beranak ukuran 50x30x45 centimeter. Menurut bentuknya kandang kelinci dibagi menjadi:
1. Kandang sistem postal, tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan dalam ruangan dan cocok untuk kelinci muda.
2. Kandang sistem ranch : dilengkapi dengan halaman pengumbaran. 3. Kandang battery : mirip sangkar berderet dimana satu sangkar untuk satu ekor
dengan konstruksi Flatdech Battery berjajar, Tier Battery bertingkat, Pyramidal Battery susun piramid. Perlengkapan kandang yang diperlukan
adalah tempat pakan dan minum yang tahan pecah dan mudah dibersihkan.
2.2.3 Pembibitan
Syarat ternak kelinci yang ingin dibudidayakan tergantung dari tujuan utama pemeliharaan kelinci tersebut. Untuk tujuan jenis bulu maka jenis Angora,
American Chinchilla dan Rex merupakan ternak yang cocok. Sedang untuk tujuan daging maka jenis Belgian, Californian, Flemish Giant, Havana, Himalayan dan
New Zealand merupakan ternak yang cocok dipelihara. 1. Pemilihan bibit dan calon induk
Bila peternakan bertujuan untuk daging, dipilih jenis kelinci yang berbobot badan dan tinggi dengan perdagingan yang baik, sedangkan untuk tujuan bulu
jelas memilih bibit-bibit yang punya potensi genetik pertumbuhan bulu yang baik. Secara spesifik untuk keduanya harus punya sifat fertilitas tinggi, tidak mudah
11
nervous, tidak cacat, mata bersih dan terawat, bulu tidak kusam dan lincah atau aktif bergerak.
2. Perawatan Bibit dan calon induk Perawatan bibit menentukan kualitas induk yang baik pula, oleh karena itu
perawatan utama yang perlu perhatian adalah pemberian pakan yang cukup, pengaturan dan sanitasi kandang yang baik serta mencegah kandang dari
gangguan luar. 3. Sistem Pemuliabiakan
Untuk mendapat keturunan yang lebih baik dan mempertahankan sifat yang spesifik maka pembiakan dibedakan dalam tiga kategori yaitu: a In
Breeding silang dalam, untuk mempertahankan dan menonjolkan sifat spesifik misalnya bulu, proporsi daging. b Cross Breeding silang luar, untuk
mendapatkan keturunan lebih baik atau menambah sifat-sifat unggul dan c Pure Line Breeding silang antara bibit murai, untuk mendapat bangsa atau jenis baru
yang diharapkan memiliki penampilan yang merupakan perpaduan 2 keunggulan bibit.
4. Reproduksi dan Perkawinan Kelinci betina segera dikawinkan ketika mencapai dewasa pada umur lima
bulan betina dan jantan. Bila terlalu muda kesehatan terganggu dan mortalitas anak tinggi. Bila pejantan pertama kali mengawini, sebaiknya kawinkan dengan
betina yang sudah pernah beranak. Waktu kawin pagisore hari di kandang pejantan dan biarkan hingga terjadi dua kali perkawinan, setelah itu pejantan
dipisahkan. 5. Proses Kelahiran
Setelah perkawinan kelinci akan mengalami kebuntingan selama 30-32 hari. Kebuntingan pada kelinci dapat dideteksi dengan meraba perut kelinci betina
12-14 hari setelah perkawinan, bila terasa ada bola-bola kecil berarti terjadi kebuntingan. Lima hari menjelang kelahiran induk dipindah ke kandang beranak
untuk memberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan cara merontokkan bulunya. Kelahiran kelinci yang sering terjadi malam hari dengan kondisi anak
lemah, mata tertutup dan tidak berbulu. Jumlah anak yang dilahirkan bervariasi sekitar 6-10 ekor.
12
2.2.4 Pemeliharaan
1. Sanitasi dan Tindakan Preventif Tempat pemeliharaan diusahakan selalu kering agar tidak jadi sarang
penyakit. Tempat yang lembab dan basah menyebabkan kelinci mudah pilek dan terserang penyakit kulit.
2. Pengontrolan Penyakit Kelinci yang terserang penyakit umumnya punya gejala lesu, nafsu makan
turun, suhu badan naik dan mata sayu. Bila kelinci menunjukkan hal ini segera dikarantinakan dan benda pencemar juga segera disingkirkan untuk mencegah
wabah penyakit. 3. Perawatan Ternak
Penyapihan anak kelinci dilakukan setelah umur 7-8 minggu. Anak sapihan ditempatkan dalam kandang tersendiri dengan isi 2-3 ekorkandang dan
disediakan pakan yang cukup dan berkualitas. Pemisahan berdasar kelamin perlu untuk mencegah dewasa yang terlalu dini. Pengebirian dapat dilakukan saat
menjelang dewasa. Umumnya dilakukan pada kelinci jantan dengan membuang testisnya.
4. Pemberian Pakan Jenis pakan yang diberikan meliputi hijauan meliputi rumput lapangan,
rumput gajah, sayuran meliputi kol, sawi, kangkung, daun kacang, daun turi dan daun kacang panjang, biji-bijian atau pakan penguat meliputi jagung, kacang
hijau, padi, kacang tanah, sorghum, dedak dan bungkil-bungkilan. Untuk memenuhi pakan ini perlu pakan tambahan berupa konsentrat yang dapat dibeli di
toko pakan ternak. Pakan dan minum diberikan dipagi hari sekitar pukul 10.00 WIB dimana kelinci diberi pakan dedak yang dicampur sedikit air, Pukul 13.00
WIB diberi rumput sedikitsecukupnya dan pukul 18.00 WIB rumput diberikan dalam jumlah yang lebih banyak. Pemberian air minum perlu disediakan di
kandang untuk mencukupi kebutuhan cairan tubuhnya. 5. Pemeliharaan Kandang
Lantaialas kandang, tempat pakan dan minum, sisa pakan dan kotoran kelinci setiap hari harus dibersihkan untuk menghindari timbulnya penyakit. Sinar
matahari pagi harus masuk ke kandang untuk membunuh bibit penyakit. Dinding
13
kandang dicat dengan kapur atau ter. Kandang bekas kelinci sakit dibersihkan dengan kreolin atau lysol.
2.2.5 Hama dan Penyakit
1. Bisul Penyebab: terjadinya pengumpulan darah kotor di bawah kulit.
Pengendalian: pembedahan dan pengeluaran darah kotor selanjutnya diberi Jodium.
2. Kudis Penyebab: Darcoptes scabiei. Gejala: ditandai dengan koreng di tubuh.
Pengendalian: dengan antibiotik salep. 3. Eksim
Penyebab: kotoran yang menempel di kulit. Pengendalian: menggunakan salepbedak Salicyl.
4. Penyakit telinga Penyebab: kutu. Pengendalian: meneteskan minyak nabati.
5. Penyakit kulit kepala Penyebab: jamur. Gejala: timbul semacam sisik pada kepala.
Pengendalian: dengan bubuk belerang. 6. Penyakit mata
Penyebab: bakteri dan debu. Gejala: mata basah dan berair terus. Pengendalian: dengan salep mata.
7. Mastitis Penyebab: susu yang keluar sedikittak dapat keluar. Gejala: puting
mengeras dan panas bila dipegang. Pengendalian: dengan tidak menyapih anak terlalu mendadak.
8. Pilek Penyebab: virus. Gejala: hidung berair terus. Pengendalian: penyemprotan
antiseptik pada hidung. 9. Radang paru-paru
Penyebab: bakteri Pasteurella multocida. Gejala: napas sesak, mata dan telinga kebiruan. Pengendalian: diberi minum Sul-Q-nox.
14
10. Berak darah Penyebab: Protozoa Eimeira. Gejala: nafsu makan hilang, tubuh kurus,
perut membesar dan mencret darah. Pengendalian: diberi minum sulfaquinxalin dosis 12 ml dalam 1 liter air.
11. Hama pada kelinci umumnya merupakan predator dari kelinci seperti anjing dan tikus. Pada umumnya pencegahan dan pengendalian hama dan penyakit
dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan kandang, pemberian pakan yang sesuai dan memenuhi gizi dan penyingkiran sesegera mungkin ternak yang
sakit.
2.2.6 Panen dan Pasca Panen
Hasil utama kelinci adalah daging dan bulu dan hasil tambahan berupa kotoran untuk pupuk. Daging untuk konsumsi yang baik untuk pemenuhan protein
tubuh, kulit dan bulu digunakan untuk sepatu dan handycraft. Penanganan kelinci dalam proses pasca panen adalah 1 Stoving yaitu kelinci dipuasakan selama 6-10
jam sebelum dipotong untuk mengosongkan usus namun pemberian minum tetap diberikan kepada kelinci. 2 Pemotongan, dapat dilakukan dengan tiga cara:
Pemukulan pendahuluan, kelinci dipukul dengan benda tumpul pada kepala dan saat koma disembelih. Pematahan tulang leher, dipatahkan dengan tarikan pada
tulang leher, cara ini kurang baik. Pemotongan biasa, sama seperti memotong ternak lain. 3 Pengulitan, dilaksanakan mulai dari kaki belakang ke arah kepala
dengan posisi kelinci digantung. 4 Pengeluaran jeroan yaitu kulit perut disayat dari pusar ke ekor kemudian jeroan seperti usus, jantung dan paru-paru
dikeluarkan. Dalam proses pengeluaran jeroan, hal yang perlu diperhatikan adalah kandung kemih jangan sampai pecah karena dapat mempengaruhi kualitas karkas.
5 Pemotongan karkas, kelinci dipotong jadi 8 bagian, 2 potong kaki depan, 2 potong kaki belakang, 2 potong bagian dada dan 2 potong bagian belakang.
Presentase karkas yang baik 49-52.
2.3 Penelitian Terdahulu 2.3.1 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Kelinci
Penelitian terdahulu yang terkait dengan kelinci dalah penelitian yang dilakukan oleh Widagdho 2008 dan Agustian 2011. Penelitian yang dilakukan
15
oleh Widagdho 2008 menganalisis Kelayakan Usaha peternakan Kelinci Pada Asep Rabbit di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Jawa Barat. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
hukum dan aspek sosial, menganalisis tingkat kelayakan finansial peternakan kelinci, melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan
kelayakan usaha peternakan kelinci Asep Rabbit Project bila terjadi perubahan- perubahan dalam faktor produksi. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah anlisis kualitatif meliputi analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial. Sedangkan analisis kuantitatif menggunakan analisis finansial
seperti NPV, IRR, RC, Payback Period dan switching value. Berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek
manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan dan berdasarkan
analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk
dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I karena memiliki nilai NPV tertinggi dibandingkan kedua pola lainnya
serta biaya yang dikeluarkan pada pola I lebih tinggi sehingga pada pola I mendapatkan keuntungan tertinggi dibandingkan kedua pola lainnya. Berdasarkan
analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga
indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan
yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Agustian 2011 menganalisis persepsi konsumen terhadap daging Kelinci di Kota Bogor, memiliki tujuan yaitu
menganalisis karakteristik konsumen daging kelinci di Kota Bogor, mengetahui persepsi konsumen Kota Bogor terhadap daging kelinci, menganalisis variabel apa
saja yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap daging kelinci di Kota Bogor, mengetahui konsumen potensial daging kelinci dan memberikan
16
rekomendasi bauran pemasaran produk daging kelinci di Kota Bogor. Metode analisis menggunakan metode deskriptif dan analisis regresi logistik biner.
Karakteristik konsumen daging kelinci yang ada di Kota Bogor dapat dibagi berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan pengeluaran.
Berdasarkan usia, mayoritas konsumen berada pada usia produktif yaitu antara 31-40 tahun. Konsumen tersebut mayoritas berjenis kelamin perempuan dengan
tingkat pendidikan tinggi yang didominasi oleh sarjana. Adapun pekerjaan sebagian besar dari konsumen daging kelinci adalah pegawai swasta. Untuk
tingkat pengeluaran, sebagian besar konsumen berada pada kisaran antara Rp 1.620.000,00 hingga Rp 2.700.000,00.
Persepsi konsumen dari aspek budaya adalah sangat baik ditinjau dari adat istiadat dan agama konsumen. Dari aspek sosial, konsumen memberikan persepsi
yang baik terhadap daging kelinci. Untuk aspek psikologis konsumen juga memberikan persepsi yang baik bila ditinjau dari aspek psikologis, artinya bahwa
hambatan prikologs tidak menjadi pengaruh yang signifikan bagi konsumen daging kelinci untuk melakukan konsumsi. Untuk persepsi keseluruhan,
konsumen memberikan persepsi yang baik terhadap daging kelinci baik itu ditinjau dari aspek budaya, sosial, psikologis dan aspek bauran pemasaran.
Variabel yang memiliki pengaruh nyata dalam pembentukan persepsi konsumen terhadap daging kelinci ini adalah variabel jenis kelamin. Konsumen yang
berjenis kelamin perempuan cenderung memberikan persepsi yang baik terhadap daging kelinci 8,3 kali dibandingkan konsumen pria.
2.3.2 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Tataniaga Komoditi Peternakan
Penelitian terdahulu terkait dengan tataniaga seperti yang dilakukan oleh Ratniati 2007 dengan judul Analisis Sistem Pemasaran Ternak Sapi Potong PT
Great Giant Livestock Company GGLC yang berlokasi di Lampung Tengah yang menganalisis saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur biaya,
besar biaya, struktur perilaku dan pelaksanaan pasar, margin pemasaran, RC ratio dan farmer’s share. Metode pengambilan data untuk analisis lembaga dan saluran
pemasaran dilakukan dengan cara penarikan sampel dimana wilayah yang diteliti adalah Jakarta, Bogor dan Lampung. Untuk sampel individu berjumlah 16
responden yang mewakili setiap lembaga yang terlibat yang terdiri dari pedagang
17
penerima, pedagang pemotongpengecer, agen dan pedagang pengumpul. Berdasarkan pengamatan, pada wilayah lampung terdapat 8 saluran pemasaran,
Bogor terdapat 6 saluran pemasaran dan Jakarta 5 saluran pemasaran. Nilai farmer’s share pada pemasaran sapi potong untuk semua saluran diatas 90 persen.
Sistem penentuan harga yang dilakukan oleh PT GGLC berdasarkan pada klasifikasi ternak sapi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Dimana harga sapi
pejantan lebih tinggi dibandingkan sapi betina. Penelitian Permadi 2008 mengenai Analisis Tataniaga Kambing
Peranakan Ettawa PE di Purwarejo Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar, margin tataniaga dan nilai
farmer’s share. Hasil penelitian ini adalah struktur pasar yang dihadapi penjual dan pembeli adalah pasar persaingan tidak sempurna sedangkan pasar yang
dihadapi pedagang adalah persaingan monopolistik. Terdapat 4 saluran dalam pemasaran kambing PE dengan sistem penjualan yang dilakukan adalah dengan
sistem grading. Grading terbagi menjadi Grade A,B, C dan D. Nilai farmer’s share pada penelitian ini cukup tinggi dengan nilai minimal 80,65 persen.
Penelitian Afrianto 2007 dengan judul analisis Margin Tataniaga dan Keterpaduan Pasar daging Domba yang berlokasi di kabupaten Majalengka Jawa
Barat. Tujuan penelitian ini adalah sama dengan yang dilakukan oleh Ratiniati 2007 dan Permadi 2008 yaitu mengidentifikasi pola saluran pemasaran,
struktur dan perilaku pasar sera menganalisis marjin tataniaga. Tetapi yang membedakan adalah peneliti juga melakukan analisis keterpaduan pasar antara
pemasok dan pasar pengecer daging domba dengan menggunaka data sekunder berupa perkembangan harga rata-rata mingguan daging domba. Pemilihan
responden dilakukan dengan metode sensus. Lambaga pemasaran yang terlibat pada penelitian ini adalah 9 orang pedagang pemasok, 18 orang pedagang besar
dan 24 pedagang pengecer. Hasil perhitungan pada penelitian ini diketahui bahwa sebaran margin untuk tiap salutan tidak merata.
Penelitian Faisal 2010 dengan judul Analisis Tataniaga Sapi Potong PT Kariyana Gita Utama, Cicurug, Sukabumi. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengidentifikasi saluran, lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong PT KGU serta menghitung margin tataniaga, farmer’s share, biaya pemasaran, keuntungan dan
18
struktur pasar tataniaga sapi potong PT KGU. Penelitian ini menggunakan metode Snawball sampling. Berdasarkan penelusuran, didapatkan hasil bahwa saluran
pemasaran yang terbentuk berjumlah 6 saluran dengan empat lembaga yang terlibat yaitu pedagang pengumpul, pedagang pemotong, pedagang pengecer dan
Rumah Potong Hewan RPH. Saluran yang paling efisien adalah saluran pemasaran 3 berdasarkan margin terendah yaitu 23,55 persen dengan nilai
farmer’s share tertinggi yaitu 76,45 persen. Struktur pasar yang dihadapi hampir seluruh lembaga tataniaga sapi potong PT KGU cenderung bersifat oligopoli. Hal
ini dilihat dari kemampuan tataniaga dalam menetuan harga, produk yang diperdagangkan bersifat homogen dan hambatan keluar masuk pasar yang cukup
tinggi.
2.3.3 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah mengenai objek penelitian yaitu kelinci Widagdho 2008 dan Agustian 2011.
Selain persamaan dalam objek penelitian, persamaan dengan penelitian terdahulu juga terdapat pada topik yang diteliti yaitu tentang analisis tataniaga produk
peternakan Ratniati 2007, Permadi 2008, Afrianto 2007 dan Faisal 2010. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat analisis
kualitatif saluran tataniaga, fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar dan analisis kuantitatif yaitu analisis margin tataniaga, farmer’s share dan rasio
keuntungan terhadap biaya. Metode penarikan responden yang digunakan untuk peternak yaitu dengan cara sensus Afrianto, 2007 dan untuk lembaga pemasaran
menggunakan metode snawball Ratniati 2007, Permadi 2008, Afrianto 2007 dan Faisal 2010.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terdapat pada perbedaan topik penelitian dimana Widagdho 2008 meneliti tentang
kelayakan usaha peternakan kelinci, sedangkan Agustian 2011 meneliti tentang presepsi konsumen terhadap daging kelinci di Bogor. Selain perbedaan pada topik
penelitian, perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terdapat pada alat analisis kuantitatif yang dilakukan oleh Afrianto 2010 yang
19
menganalisis keterpaduan pasar daging domba di Majalengka sedangkan pada penelitian ini tidak menganalisis keterpaduan pasar.
Tabel 5. Penelitian Terdahulu
Penulis Judul
Metode Analisis Tujuan
Widaghdo 2008
Analisis Kelayakan Usaha peternakan
Kelinci Pada Asep Rabbit di Kecamatan
Lembang Bandung Jawa Barat.
Metode Kualitatif Aspek teknis, pasar,
manajemen, hukum dan lingkungan,
metode kuantitatif NPV,IRR,PP dan
Switching Value Menganalisis aspek dalam
kelayakan usaha meliputi aspek pasar, teknis, manajemen, hukum
dan aspek sosial, menganalisis kelayakan finansial dan melakukan
analisis switching value
Agustian 2011
Menganalisis presepsi konsumen
terhadap daging Kelinci di Kota
Bogor Metode Kualitatif
dan Metode Regresi Logistik Biner.
Menganalisis karakteristik konsumen daging kelinci,
mengetahui persepsi konsumen terhadap daging kelinci,
menganalisis variabel apa saja yang mempengaruhi persepsi
konsumen terhadap daging kelinci.
Afrianto 2007
Analisis Margin Tataniaga dan
Keterpaduan Pasar Daging Domba di
Majalengka jawa Barat
Analisis kualitatif analisis saluran,
struktur, dan perilaku pasar. Analisis
kuantitatif analisis margin tataniaga dan
keterpaduan pasar Mengidentifikasi pola saluran
pemasaran, struktur dan perilaku pasar, margin tataniaga dan analisis
ketrpaduan pasar daging domba.
Ratniati 2007
Analisis Sistem Pemasaran Ternak
Sapi Potong PT. Great Giant
Livestock Company GGLC di Lampung
Tengah Analisis kualitatif
yaitu saluran dan fungsi tataniaga.
Analisis kuantitatif yaitu struktur dan
besar biaya, margin pemasaran, RC ratio
dan farmer’s share. Mengidentifikasi dan menganalisis
saluran, fungsi, struktur dan perilaku pasar , margin tataniaga,
farmer’s share dan ratio RC.
Permadi 2008
Analisis Tataniaga Kambing PE di Jawa
Tengah Analisis kualitatif
yaitu struktur,perilaku dan
keragaan pasar. Analisis kuantitatif
yaitu margin tataniaga dan
farmer’s share. Mengidentifikasi struktur, perilaku
dan keragaan pasar serta margin dan farmer’s share.
Faisal 2010
Analisis Tataniaga Sapi Potong PT.
Kariyana Gita Utama, Cicurug
Sukabumi Analisis Kualiatatif
meliputi : analisis saluran, lembaga,
fungsi dan struktur pasar. Analisis
kuantitatif meliputi Analisis margin,
farmer’s share dan ratio
c. mengidentifikasi saluran, lembaga
dan fungsi tataniaga sapi potong PT.KGU menghitung margin
tataniaga, farmer’s share,biaya pemasaran, keuntungan dan
struktur pasar tataniaga sapi potong PT. KGU
20
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Tataniaga
Menurut Dahl dan Hammond 1977 Tataniaga merupakan serangkaian tahapan fungsi yang diperlukan dalam penangan dan pergerakan input ataupun
produk mulai dari titik produksi primer sampai konsumen akhir. Menurut Limbong dan Sitorus 1985 tataniaga adalah serangkaian proses kegiatan atau
aktivitas yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang- barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke
konsumen. Menurut Kohls dan Uhl 2002 tataniaga merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran dari produk-produk dan jasa-jasa dimulai dari
tingkat produksi pertanian sampai tingkat konsumen akhir.
3.1.2 Konsep Lembaga dan Fungsi Tataniaga
Dalam menyampaikan suatu barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Karena jarak
antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan kehadirannya untuk
menggerakan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produsen ke titik konsumsi. Lembaga-lembaga ini bisa dalam bentuk perseorangan, perserikatan
maupun perseroan yang akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga, baik fungsi pertukaran, fungsi fisik maupun fungsi fasilitas. Penggolongan lembaga tataniaga
menurut Limbong dan Sitorus 1985 didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta berdasarkan bentuk
usahanya, yaitu: 1. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan fungsi yang dilakukan, yaitu:
Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya.
Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik, seperti badan pengangkutantransportasi, pengolahan dan penyimpanan.
21
Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga, seperti informasi pasar dan kredit desa. Lembaga ini dapat berupa KUD Kantor
Unit Desa, Bank Unit Desa, dan yang lainnya.
2
. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang, yaitu:
Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan, seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul dan tengkulak.
Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang
dipasarkan, seperti agen, makelar atau broker dan lembaga pelelangan.
Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti lembaga pengangkutan, pengolahan dan perkreditan.
3. Penggolongan tataniaga berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar, yaitu: Lembaga tataniaga bersaing sempurna, seperti pengecer beras dan
pengecer rokok. Lembaga tataniaga monopolistis, seperti pedagang bibit dan pedagang
benih. Lembaga tataniaga oligopolis, seperti importir cengkeh dan perusahaan
semen. Lembaga tataniaga monopolis, seperti perusahaan kereta api serta
perusahaan pos dan giro. 4. Penggolongan lembaga tataniaga juga dilakukan berdasarkan bentuk usahanya,
yaitu: Berbadan hukum, seperti perseroan terbatas, firma dan koperasi.
Tidak berbadan hukum, seperti perusahaan perseorangan, pedagang
pengecer dan tengkulak. Limbong dan Sitorus 1985 menyatakan bahwa proses penyampaian
barang dari produsen ke konsumen memerlukan berbagai tindakan atau kegiatan. Kegiatan tersebut dinamakan sebagai fungsi-fungsi tataniaga. Pendekatan fungsi
tataniaga yang sering dilakukan oleh pelaku tataniaga mencakup: • Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan
hak milik dari barang atau jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri atas fungsi pembelian dan fungsi penjualan.
22
• Fungsi fisik adalah semua tindakan yang berhubungan langsung dengan barang atau jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, waktu dan bentuk. Fungsi ini
dibagi menjadi fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan dan fungsi pengolahan. • Fungsi fasilitas merupakan semua tindakan yang berhubungan dengan tindakan
yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri atas fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko, fungsi standarisasi dan grading serta
fungsi informasi pasar
.
3.1.3 Konsep Saluran Tataniaga
Menurut Limbong dan Sitorus 1985 Saluran tataniaga dapat
didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama
barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Saluran pemasaran merupakan rangkaian lembaga-lembaga niaga yang dilalui barang
dalam penyalurannya dari produsen ke konsumen. Limbong dan Sitorus 1985 berpendapat bahwa saluran pemasaran dapat dicirikan dengan memperhatikan
banyaknya tingkat saluran. Panjangnya saluran tataniaga akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa.
3.1.4 Konsep Strukur Pasar
Menurut Dahl dan Hammond 1977 struktur pasar menggambarkan fisik dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur
pasar, yaitu 1 jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, 2 kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, 3 pengetahuan informasi
pasar dan 4 hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, misalnya biaya, harga dan kondisi pasar antara partisipan. Berdasarkan karekteristik struktur
pasar, Kohls dan Uhl 2002 mengelompokkan pasar ke dalam dua struktur pasar yang berbeda, yaitu Pasar Persaingan Sempurna dan Pasar Persaingan tidak
sempurna. Pasar Persaingan Sempurna Perfect
Competition, struktur pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana banyak pembeli dan penjual
memperdagangkan komoditi yang bersifat homogen atau seragam dengan jumlah
23
yang banyak, sehingga setiap pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga di pasar, atau dengan kata lain bahwa pembeli dan penjual merupakan pihak
yang mengikuti harga price taker bukan sebagai pihak yang menetapkan harga price maker. Tidak terdapat hambatan untuk keluar atau masuk pasar sehingga
pembeli dan penjual dapat dengan mudah untuk keluar dan masuk pasar. Pengetahuan atau informasi yang dimiliki oleh pembeli dan penjual mengenai
kondisi pasar relatif sempurna dan mobilitas sumber-sumber ekonomi juga relatif sempurna.
Struktur pasar persaingan tidak sempurna terbagi menjadi tiga yaitu Pasar 1 Monopoli atau Monopsoni MonopolyMonopsony; 2 Pasar Oligopoli atau
Oligopsoni OligopolyOligopsony dan 3 Pasar Persaingan Monopolistik Monopolistic Competition. Struktur pasar monopoli dicirikan dengan penjual
tunggal dari sebuah komoditas yang bersifat unik dan sangat dideferensiasi dan penjual tersebut memiliki pengaruh atas penawaran produk tertentu sehingga pada
struktur pasar monopoli penjual merupakan pihak yang menetapkan harga. Hambatan untuk masuk dan keluar yang besar seringkali merintangi pendatang
potensial dan menawarkan kesempatan untuk memperoleh laba ekonomi. Dari segi pembeli disebut pasar monopsoni, yang terdiri hanya dari seorang pembeli
suatu komoditi. Pasar oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi
pemasaran dan penetapan harga penjual lain dan menjual produk yang bersifat homogen serta standar. Sedikit jumlah penjual ini disebabkan tingginya hambatan
untuk memasuki industri yang bersangkutan, hal ini dapat disebabkan beberapa hal, seperti: paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku,
pengetahuan yang sifatnya perorangan, lokasi yang langka dan sebagainya. Sedangkan pasar yang terdiri dari beberapa pembeli disebut pasar oligopsoni.
Pasar yang terdiri dari beberapa penjual yang menjual produk yang bersifat terdeferensiasi atau heterogen disebut pasar oligopoli terdeferensiasi.
Sedangkan pasar oligopsoni terdeferensiasi merupakan pasar yang dicirikan dengan beberapa pembeli yang membeli produk yang terdeferensiasi.
Pasar persaingan monopolistik merupakan karakteristik struktur pasar antara pasar persaingan sempurna dan pasar oligopoli. Pasar persaingan
24
monopolistik dicirikan dengan terdapat banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada berbagai macam harga dan bukan atas satu harga pasar,
dimana munculnya beberapa macam harga ini disebabkan penjual dapat melakukan penawaran yang berbeda kepada pembeli. Produk fisik dapat
dibedakan menurut kualitas, ciri atau gayanya, service dapat berbeda, sebagai akibat penglihatan pembeli yang berbeda atas barang yang ditawarkan dan
kesediaan membayar harga yang berbeda. Pada pasar persaingan monopolistik, penjual mengajukan penawaran yang
berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda dan dengan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling, disamping harga untuk menonjolkan
penawaran. Dari segi pembeli pasar ini disebut pasar persaingan monopsoni.
Tabel 6. Struktur Pasar dalam Sistem Pangan dan Serat No
Karakteristik Struktur Struktur Pasar
Jumlah Penjual
Sifat Produk Sisi Penjual
Sisi Pembeli
1 Banyak
Standarisasi Persaingan
Sempurna Persaingan Sempurna
2 Banyak
Diferensiasi Persaingan
Monopolistik Persaingan
Monopsonistik 3
Beberapa Standarisasi
Oligopoli Murni Oligopsoni Murni
4 Beberapa
Diferensiasi Oligopoli
diferensiasi Oligopoli diferensiasi
5 Satu
Unik Monopoli
Monopsoni Sumber : Dahl and Hammond 1977
3.1.5 Konsep Perilaku Pasar
Dahl dan Hammond 1997 menyatakan bahwa perilaku pasar sebagai suatu pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan
dengan struktur pasar, lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil
dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang meliputi
kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga tataniaga.
25
Para pelaku tataniaga perlu mengetahui perilaku pasar sehingga mampu merencanakan kegiatan tataniaga secara efisien dan terkoordinasi. Selanjutnya
akan tercipta kinerja keuangan yang memadai di sektor pertanian dan berbagai sektor komersial lainnya. Perilaku pasar menggambarkan perilaku partisipan
pembeli dan penjual, strategi atau reaksi yang dilakukan partisipan pasar tersebut baik secara individu maupun kelompok dalam hubungan kompetitif atau
negosiasi terhadap partisipan lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran tertentu.
3.1.6 Konsep Efisiensi Tataniaga
Menurut Khols dan Uhl 2002 persaingan yang efisien adalah pasar persaingan sempurna perfect competition. Tetapi realitanya struktur pasar ini
tidak dapat ditemukan. Ukyran efisiensi adalah “kepuasan” dari konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan barang dan
jasa mulai dari petani sampai ke konsumen akhir; ukuran untuk menentukan tingkat kepuasan tersebut sangant sulit dan relatif. Oleh karena itu banyak pakar
menggunakan indikator efisiensi operasional teknik dan efisiensi harga.
3.1.6.1 Konsep Marjin Tataniaga
Insentif ekonomi merupakan salah satu faktor yang mampu memotivasi petani dalam melakukan kegiatan produksi. Insentif ekonomi tersebut dapat
diketahui melalui besarnya keragaan dan perkembangan marjin tataniaga. Kohls dan Uhl 2002 mendefinisikan marjin tataniaga sebagai perbedaan harga yang
dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Asmarantakan 2009 diacu dalam Tomek dan Robinson 1990 memberikan dua alternatif dari
definisi margin tataniaga yaitu : 1 Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang yang diterima produsen petani, 2 merupakan harga dari
kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktivitas-aktivitas bisnis yang terjadi dalam sistem tataniaga tersebut.
Definisi yang pertama menjelaskan secara sederhana bahwa margin tataniaga adalah perbedaan harga ditingkat konsumen Pr dengan harga yang
diterima petani Pf dengan demikian margin pemasaran adalah M = Pr –Pf . Sedangkan pengertian yang kedua lebih bersifat ekonomi dan definisi ini lebih
26
tepat, karena memberikan pengertian adanya nilai tambah added value dari adanya kegiatan tataniaga dan juga mengandung pengertian dari konsep “derived
supply” dan “derived demand”. Pengertian derived demand diartikan sebagai permintaan turunan dari “primary demand” yang dalam hal ini permintaan dari
konsumen akhir, sedangkan derived demand adalah permintaan dari pedagang perantara grosir dan eceran ataupun dari perusahaan pengolah processor
kepada petani, sedangkan derived supply adalah penawaran ditingkat pedagang eceran yaitu merupakan penawaran turunan dari penawaran ditingkat petani
primary supply. Perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga lain sampai
ke tingkat konsumen akhir disebabkan karena adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam
penyaluran suatu komoditas dari titik produsen sampai ke titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut di titik produsen
dibandingkan harga yang akan dibayarkan oleh konsumen. Perbedaan harga yang terjadi antara lembaga tataniaga satu dengan
lembaga tataniaga lainnya dalam saluran tataniaga suatu komoditas yang sama disebut sebagai marjin tataniaga. Definisi marjin tataniaga juga digambarkan oleh
kurva marjin tataniaga Gambar 1.
P Nilai Marjin Tataniaga Pf-Pr x Qrf
Sr Sf
Marjin Tataniaga Pr
Pr – Pf Pf
Dr Df
Biaya Tataniaga
Qfr Q
Keterangan: Pr: Harga di tingkat pengecer
Pf: Harga di tingkat petani Sr: Derived Supply
Sf: Primary supply Dr: Primary Demand
Df: Derived Demand Qrf: jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer.
27
Gambar 1. Penggambaran Definisi Marjin Tataniaga, Nilai Marjin Tataniaga, dan
Biaya Tataniaga Sumber: Tomek and Robinson 1990 Dahl dan Hammond, 1977.
Menurut Asmarantaka 2009 diacu dalam Tomek dan Robinson 1990 dan Gonarsyah, I 19961997 margin tataniaga ditentukan oleh 1 perubahan
harga-harga input faktor tataniaga, 2 efisiensi dari pengadaan jasa-jasa tataniaga, 3 jumlah dan kualitas jasa-jasa tataniaga dan 4 perubahan stuktur pasar dan
teknologi. Oleh karena itu perubahan dari komponen diatas dapat mengubah margin tataniaga. Besarnya margin tataniaga sangat bervariasi diantara berbagai
komoditas.
3.1.6.2 Konsep Bagian Harga yang Diterima Peternak Farmer’s Share
Khols dan Uhl 2002 mendefinisikan Farmers share merupakan perbedaan harga ditingkat pengecer dengan yang diterima petani dan dinyatakan
dalam persentase harga di tingkat konsumen. Bagian harga yang diterima petani adalah perbandingan antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar
oleh konsumen akhir Limbong dan Sitorus, 1985. Farmers share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur
kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan dengan
besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk value added yang dilakukan lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Faktor yang penting diperhatikan adalah bukan besar kecilnya share, melainkan total penerimaan yang didapat oleh produsen dari hasil penjualan
produk mereka. Farmer’s share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani
Menurut Kohls dan Uhls 2002, farmer’s share dapat dipengaruhi oleh tingkat pengolahan, keawetan produk, ukuran produk, jumlah produk dan biaya
transportasi. Nilai farmer’s share ditentukan oleh besarnya rasio harga yang diterima produsen Pf dan harga yang dibayarkan oleh konsumen Pr. Secara
matematik dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
28
F
s =
P
f
Pr x 100 Keterangan: Fs = Farmer’s share
Pf = Harga di tingkat petani Pr = Harga di tingkat konsumen
Saluran tataniaga yang tidak efisien akan memberikan marjin dan biaya tataniaga yang lebih besar. Biaya tataniaga ini biasanya dibebankan kepada petani
melalui harga beli, sehingga harga yang diterima petani lebih rendah. Biaya tataniaga yang tinggi menyebabkan besarnya perbedaan harga di tingkat petani
dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen sehingga akan menurunkan nilai farmer’s share. Sebaliknya pada saluran tataniaga yang efektif dan efisien, marjin
dan biaya tataniaga menjadi lebih rendah sehingga perbedaan harga petani dengan konsumen lebih kecil dan nilai farmer’s share akan meningkat.
3.1.6.3 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya
Besarnya rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi tataniaga. Semakin menyebarnya rasio keuntungan dan biaya, maka dari
segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien. Secara matematik, rasio keuntungan dan biaya dalam setiap lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai
berikut: Keterangan:
i = Keuntungan lembaga tataniaga Ci = Biaya tataniaga
3.2 Kerangka pemikiran Operasional
Dasar penelitian ini adalah dengan dibentuknya Kampung Kelinci di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya oleh Ditjennak Depatemen Pertanian
Republik Indonesia pada hari Sabtu tanggal 24 September Tahun 2011 yang bertempat di balai Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya. Tujuan dari
terbentuknya Desa Kelinci ini adalah untuk memenuhi katahanan pangan yang berbasiskan komoditi lokal yaitu kelinci. Kelinci yang dibudidayakan di Desa
Gunung Mulya terdiri kelinci hias jenis lokal dan luar serta kelinci pedaging. Rasio keuntungan dan biaya=
iCi
29
Pada tahun 2011 populasi kelinci di Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan terutama di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya dibandingkan
dengan desa-desa lainnya diwilayah Bogor. Dalam seminggu terdapat pembeli yaitu tengkulak yang mendatangi desa ini untuk membeli kalinci dengan harga
yang cukup murah. Kelinci hias jenis tertentu dan kelinci pedaging yang diambil daging dan kulitnya dijual dengan harga yang sangat tinggi kepada konsumen. Hal
ini mengindikasikan bahwa bagian yang diterima peternak kelinci sedikit sehingga margin tataniaga kelinci sangat besar.
Analisis tataniaga kelinci baik itu kelinci hias jenis lokal dan jenis luar maupun kelinci pedaging penting dilakukan agar dapat mengetahui saluran yang
paling efisien bagi para peternak sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka. Analisis tataniaga ini dapat dilakukan dengan cara menganalisis struktur
dan perilaku pasar, saluran dan fungsi tataniaga, margin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya
.
30 Kerangka Pemikiran Operasional
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Opersional
Kelinci sebagai ternak hias dan penyedia daging Peningkatan populasi kelinci di Bogor pada tahun 2007-2011
Tenjolaya merupakan kecamatan dengan populasi kelinci terbanyak di Kab. Bogor
Lembaga dan saluran tataniaga.
1. Identifikasi saluran tataniaga.
2. Fungsi tataniaga 3. Aktivitas lembaga
yang terlibat. Efisiensi Tataniaga
1.Marjin tataniaga 2. Farmer’s Share
3. Rasio keuntungan
terhadap biaya Struktur pasar dan Perilaku
Pasar 1. Praktek Penjualan dan
pembelian. 2. Sistem Penentuan harga.
3. Sistem pembayaran 4. Kerjasama antara lembaga
tataniaga
Sistem tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya dan
saluran yang paling efisien
Rekomendasi dan saran kepada pihak kampoeng kelinci terkait
dengan saluran pemasaran yang paling efisien
Penetapan Desa Gunung Mulya sebagai Kampoeng Kelinci Tingginya harga kelinci yang diterima konsumen
Rendahnya harga jual yang diterima peternak kelinci di Desa Gunung Mulya
Analisis Tataniaga Kelinci di Desa Gunung Mulya
31
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian