Keterbukaan Terhadap Pengunjung Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Ekowisata

5.6 Keterbukaan Terhadap Pengunjung

66 Penduduk Pekon Pahmungan memiliki sikap keterbukaan yang memudahkan orang luar masuk dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Masyarakat Pekon Pahmungan sudah terbiasa dengan kedatangan orang luar yang datang untuk melakukan studi banding atau penelitian. Sudah tidak ada rasa terkejut ketika mereka melihat adanya orang luar yang berjalan-jalan di lingkungan mereka. Keterbukaan ini terutama mereka tunjukkan kepada pengunjung dari luar yang mau bergabung dengan mereka. Informan yang diwawancara penulis menunjukkan kebanggaan mereka saat menceritakan hubungan baik mereka dengan para peneliti baik dari dalam maupun dari luar negeri yang pernah datang ke rumah mereka, baik untuk menginap atau sekedar ngobrol-ngobrol. Peneliti yang meneliti di Pekon Pahmungan pada umumnya tinggal selama satu sampai tiga bulan. Selama mereka tinggal di Pekon Pahmungan, masyarakat akan menyambut mereka dengan ramah jika mereka memperlakukan penduduk dengan ramah juga. Bila ada pengunjung yang bersikap sombong atau tidak menyenangkan lain, hal yang akan dilakukan masyarakat adalah sebatas mempergunjingkan mereka. Tidak pernah terjadi pengusiran atau tindakan kasar terhadap pengunjung di Pekon Pahmungan. Gunjingan ini pernah dilontarkan kepada rekan penulis, seorang peneliti dari CIFOR. Peneliti tersebut memarkir mobilnya di sebuah lapangan yang berada di depan rumah seorang penduduk. Pemilik rumah waktu itu sedang berada di depan rumahnya, tetapi peneliti tersebut tidak menyapa pemilik rumah, dia langsung pergi setelah meninggalkan mobilnya di lapangan tersebut. Hal ini sempat menjadi gunjingan penduduk sampai peneliti kembali ke Bogor. Person kontak tempat peneliti CIFOR menginap juga tidak memberikan teguran kepada peneliti tersebut, alasannya adalah bahwa peneliti tersebut sudah akan kembali ke Bogor mungkin karena latar belakang pendidikan mereka, mereka merupakan lulusan D3 Institut Pertanian Bogor IPB dan S1 sebuah Universitas swasta di Lampung. Kedua pengurus tersebut tidak tinggal di Pekon Pahmungan, tetapi di mereka tinggal Pasar Krui dan di Pekon Gunung Kemala. 66 Sebagian dari aspek kapasitas keterbukaan ini terkait dengan aspek kapasitas kemampuan menjadi tuan rumah penginapan dan sudah dibahas pada aspek kemampuan menjadi tuan rumah penginapan tersebut. beberapa hari lagi. Penduduk Pekon Pahmungan memiliki sikap keingintahuan yang cukup besar kepada setiap pengunjung yang datang, setiap kali mereka memiliki kesempatan untuk bertanya kepada pengunjung mereka akan menanyakan latar belakang dan tujuan pengunjung. Hal yang harus dilakukan pengunjung adalah menjawab dengan baik, maka penduduk akan dengan cepat dan mudah menerima pengunjung dengan baik. Hal tidak menyenangkan lain yang mungkin muncul adalah tata cara berpakaian mereka. Hal ini dialami oleh beberapa penduduk 67 yang memandu peneliti-peneliti wanita dari Belgia. Saat para peneliti tersebut sampai di sebuah air terjun, mereka langsung melepas pakaian mereka dan hanya menggunakan bikini 68 . Hal ini bertentangan dengan adat budaya di Pekon Pahmungan, sehingga mereka merasa sungkan. Namun, mereka bingung untuk mengingatkan para peneliti itu sehingga mereka memilih menyingkir dari tempat tersebut. Hal yang mereka takutkan adalah jika yang kebetulan memandu adalah dari kalangan pemuda yang kurang bisa menjaga mata dan hati mereka, sehingga akan menimbulkan hal-hal yang akan merusak nama Pekon Pahmungan. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Jr: ”Waktu itu saya d an Pak Tp kebetulan mandu peneliti dari Belgia, mereka semua cewek-cewek, ada seorang yang bahasa Indonesianya lancar. Awalnya mereka pake baju yang biasa-biasa saja. Celana panjang sama kaos gitulah. Mereka ngajak kami ke dalam repong. Saat sudah sampai di air terjun, mereka langsung buka baju dan ternyata mereka sudah menyiapkan memakai baju untuk basah-basahan di dalam baju yang mereka pakai. Bajunya yang kayak daleman itu lho, apa namanya? Bikini ya? Bukan baju renang yang udelnya masih ketutup. Kami berdua jadi malu sendiri, kami bingung, masalahnya mereka tidak ngomong dulu, langsung saja buka baju di depan kami. Kami malah diajakin untuk mandi-mandi bareng mereka. Kami kan merasa tidak enak sendiri, lalu kami bilang saja mau istirahat terus kami agak menjauh dan malah jagain mereka. Takutnya kan ada orang-orang dalam repong yang nakal melihat mereka. Kami pikir, untung juga waktu itu kami yang mandu, kalau yang mandu anak muda-anak muda itu, walaupun awalnya tidak ada niat apa-apa, kalau melihat hal kayak gitu kan namanya juga darah muda. Kan yang jelek bawa-bawa nama pekon juga” Wawancara 18 Mei 2005 Seorang informan menyatakan bahwa memang orang-orang Lampung terkenal dengan kekerasan sifat dan kesulitan untuk menerima orang baru di 67 Kedua penduduk yang memandu pada saat itu berusia 40-an dan keduanya adalah tokoh masyarakat di Pekon Pahmungan mantan kepala desa dan ketua RT. 68 Hal ini seperti yang diutarakan penduduk, peneliti tersebut memakai bikini, bukan pakaian renang biasa yang lebih tertutup. lingkungan mereka. Namun, hal ini menurutnya tidak berlaku lagi sejak tahun 1980-an terutama di wilayah-wilayah yang menjadi tujuan transmigrasi. Seperti kawasan Pesisir Krui. Di kawasan Pesisir Krui, daerah yang dijadikan tempat transmigrasi penduduk yang berasal dari Pulau Jawa. Di Pekon Pahmungan sendiri, jumlah penduduk pendatang kurang lebih 10 dari seluruh penduduk Pahmungan yang berjumlah 981 orang pada tahun 2003. Pada umumnya mereka menikah dengan penduduk asli dan kemudian menetap di Pekon Pahmungan 69 . Penduduk pendatang pada umumnya berasal dari pekon-pekon lain di sekitar Pekon Pahmungan, Palembang dan Pulau Jawa. Pada umumnya mereka pindah dan menetap di Pekon Pahmungan karena pernikahan mereka dengan penduduk asli. Stigma bahwa penduduk Krui merupakan komunitas yang relatif sulit untuk menerima orang luar juga terdapat di lingkup akademis di Pulau Sumatera sendiri. Pada tahun 1990-an, sejumlah mahasiswa dari sebuah universitas swasta di Bandar Lampung mendatangi Pekon Pahmungan untuk melakukan Kuliah Kerja Nyata KKN. Menurut mahasiswa-mahasiswa tersebut salah satu alasan mengapa Pekon Pahmungan dipilih adalah untuk membuktikan apakah stigma yang menyatakan bahwa penduduk Krui sulit menerima orang luar memang benar. Hal yang terjadi saat itu adalah, penduduk menerima dengan baik kedatangan mereka dan mereka melaksanakan program-program kerja mereka dengan mendapat dukungan dari penduduk 70 . Dan menurut penduduk, saat mahasiswa pergi meninggalkan Pekon Pahmungan ada beberapa dari mereka dan keluarga yang dirumpangi menangis karena sudah menganggap para mahasiswa tersebut seolah-olah sebagai bagian dari keluarga mereka sendiri. Setelah itu, 69 Seorang informan yang berdarah Jawa dan masih fasih berbahasa Jawa menyatakan bahwa dia sudah tinggal di Pekon Pahmungan sejak tahun 1980-an. Dia menikah dengan wanita asli Pekon Pahmungan dan sudah menganggap Pekon Pahmungan sebagai rumahnya. 70 Memang tidak semua penduduk menerima dengan baik, ada yang menganggap kedatangan rombongan mahasiswa tersebut membawa pengaruh buruk bagi generasi muda Pekon Pahmungan. Anggapan ini muncul karena ada beberapa mahasiswa yang menunjukkan perilaku pergaulan yang cenderung bebas. Contohnya adalah pasangan mahasiswa dan mahasiswi yang berpacaran, mengobrol di rumah penduduk sampai larut malam. Meskipun terdapat tuan rumah yang akan mengawasi pasangan tersebut, menurut penduduk hal itu seharusnya tidak dilakukan oleh kalangan yang relatif memiliki latar belakang pendidikan lebih tinggi, seperti mahasiswa. Rumah tempat tinggal mahasiswa dan mahasiswi dipisah, jadi ketika terjadi hal ini mahasiswa yang mendatangi rumah tempat pasangannya menginap. menurut mereka rombongan mahasiswa dari Bandar Lampung rutin mendatangi Pekon Pahmungan. Universitas yang setiap tahun mengirimkan mahasiswa untuk melakukan praktikum di Pekon Pahmungan adalah Universitas Negeri Lampung Unila.

5.7 Nilai-nilai Dalam Masyarakat