Ikhtisar Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Ekowisata

3.4 Ikhtisar

Berdasarkan uraian pada sub bab sebelumnya maka gambaran umum lokasi penelitian dapat digambarkan secara singkat seperti dalam tabel berikut. Tabel 2. Karakteristik Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah Krui, Kabupaten Lampung Barat Tahun 2005 Aspek Keterangan Luas wilayah total 2600 ha, 100 ha dataran, 2500 ha berlereng Luas wilayah untuk pemukiman 25 ha di bagian dataran Luas wilayah untuk repong damar 2500 ha di bagian berlereng Kondisi repong damar Sistem agroforest yang diakui di tingkat nasional dan internasional Jumlah penduduk 977 jiwa Kepadatan penduduk 0.38 jiwa Jumlah angkatan kerja usia 16-50 tahun 603 jiwa Agama Islam Pendidikan Kurang lebih 25 lulusan perguruan tinggi dan akademi, tetapi hanya empat orang yang menetap di Pekon Pahmungan 185 orang lulusan SMA 200 orang lulusan SMP Sebagian besar yang lain adalah lulusan SD Mata pencaharian utama Bertani repong damar Masalah dalam repong Pemasangan patok HPT oleh pemerintah Pencurian getah damar Organisasi masyarakat Pengajian PMPRD Karang Taruna Radio Komunitas PKK Masalah sosial penduduk Sebagian besar sulit berpartisipasi dalam kegiatan sosial Cenderung melihat keuntungan jangka pendek Pembagian 3 dusun menjadikan mereka terbagi Posisi Pekon Pahmungan waktu tempuh dengan kendaraan bermotor 5 km dari ibu kota kecamatan 10 menit 32 km dari ibu kota kabupaten 1 jam 287 km dari ibu kota propinsi 8 jam Fasilitas fisik pekon 1 SD 1 masjid, 2 mushollah Kantor peratin menyatu dengan rumah peratin Kantor LHP Fasilitas telekomunikasi Telepon Sinyal untuk telepon genggam Stasiun radio komunitas Dari tabel tersebut dapat dilihat jika sistem agroforest repong damar di Pekon Pahmungan sudah diakui di tingkat nasional. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi geografis Pekon Pahmungan sesuai untuk menjadi tujuan ekowisata. Tentu para ekowisatawan yang datang ke sana adalah para pengunjung dengan minat khusus. Terutama minat untuk mempelajari tentang pengelolaan sistem agroforest. Dilihat dari jumlah penduduk yang mendiami Pekon Pahmungan, pekon tersebut memiliki kepadatan penduduk yang relatif masih dapat menerima sejumlah pengunjung tanpa menimbulkan kerusakan di ekosistem lingkungan mereka. Pertimbangan lain yang mendukung pengembangan ekowisata di Pekon Pahmungan adalah posisi yang relatif lebih mudah untuk dicapai dari ibu kota kecamatan, kabupaten dan propinsi dibandingkan pekon-pekon dengan repong damar lain di Pesisir Tengah Krui. Fasilitas fisik dan komunikasi di Pekon Pahmungan yang relatif lebih baik dan lengkap dari pada pekon-pekon lain di Pesisir Tengah Krui juga merupakan faktor penting yang menjadi pendukung pengembangan ekowisata. BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN EKOWISATA PEKON PAHMUNGAN Repong 32 damar Krui sebagai contoh sukses pengelolaan agroforest oleh masyarakat terbentang sepanjang Pesisir Krui. Keberhasilan pengembangan dan pengelolaan ekowisata di Pekon 33 Pahmungan berpotensi untuk menjadi cerita sukses dan menjadi perintis sehingga menjadi inspirasi untuk pengembangan di tempat lain dalam proses pemberdayaan masyarakat. Ide awal pengembangan ekowisata ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk pemilik repong damar 34 , dengan tetap menjaga kelestarian repong damar mereka. WWF World Wide Fund for Nature Guideline for Community-Based Ecotourism Development 2001 menyebutkan syarat-syarat untuk memutuskan pengembangan bisnis ekowisata sebagai berikut: a. Kerangka ekonomi dan politik yang mendukung perdagangan yang efektif dan investasi yang aman. b. Perundang-undangan di tingkat nasional yang tidak menghalangi pendapatan dari wisata diperoleh dan berada di tingkat komunitas lokal. c. Tercukupinya hak-hak kepemilikan yang ada di dalam komunitas lokal. d. Keamanan pengunjung terjamin. e. Resiko kesehatan yang relatif rendah, akses yang cukup mudah ke pelayanan medis dan persediaan air bersih yang cukup. f. Tersedianya fasilitas fisik dan telekomunikasi dari dan ke wilayah tersebut. 32 Repong adalah istilah lokal dalam Bahasa Lampung untuk kebun. Alasan penduduk lebih memilih untuk menggunakan istilah repong adalah karena repong ditanami dengan berbagai jenis tanaman, tidak seperti istilah kebun yang merujuk pada satu jenis tanaman saja. 33 Pekon adalah istilah lokal dalam bahasa Lampung untuk menyebut “desa”. 34 Selain dari getah damar dan buah-buahan yang selama ini sudah mereka manfaatkan. Syarat-syarat dasar untuk pengembangan ekowisata berbasis komunitas seperti tercantum dalam buku tersebut adalah: a. Lanskap atau flora fauna yang dianggap menarik bagi para pengunjung khusus atau bagi pengunjung yang lebih umum. b. Ekosistem yang masih dapat menerima kedatangan jumlah pengunjung tertentu tanpa menimbulkan kerusakan. c. Komunitas lokal yang sadar akan kesempatan-kesempatan potensial, resiko dan perubahan yang akan terjadi, serta memiliki ketertarikan untuk menerima kedatangan pengunjung. d. Adanya struktur yang potensial untuk pengambilan keputusan komunitas yang efektif. e. Tidak adanya ancaman yang nyata-nyata dan tidak bisa dihindari atau dicegah terhadap budaya dan tradisi lokal. f. Penaksiran pasar awal menunjukkan adanya permintaan yang potensial untuk ekowisata, dan terdapat cara yang efektif untuk mengakses pasar tersebut. Selain itu juga harus diketahui bahwa pasar potensial tersebut tidak terlalu banyak menerima penawaran ekowisata. 4.1 Faktor-Faktor Pendukung 4.1.1 Faktor-Faktor Pendukung Bisnis Ekowisata