Sejarah Pekon Pahmungan Masyarakat asli Pekon Pahmungan adalah masyarakat pendatang dari

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Sejarah Pekon Pahmungan Masyarakat asli Pekon Pahmungan adalah masyarakat pendatang dari

Marga Haji Muara Dua Sumatera Selatan, mereka mendatangi wilayah Pekon Pahmungan dan membuat satu perkampungan di sana pada tahun 1870. pada awal kedatangan mereka, hutan di wilayah Pekon masih asli. Asal nama dari Pekon Pahmungan adalah pertemuan antar dua sungai yang dalam bahasa Lampung disebut Permong. Untuk menunjang hidupnya, masyarakat membuka hutan untuk berkebun ladang dan menanam padi sawah, setelah itu sambil menunggu panen padi mereka menanam kopi, diselang dengan tanaman damar dan buah-buahan durian, duku, petai, jengkol Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat FKKM, 2002. Selanjutnya FKKM,2002 menyatakan bahwa pada tahun 1900, salah satu poyang-poyang nenek moyang menjadi pedagang besar dan menjual hasil bumi ke Singapura. Di sana mereka melihat bahwa getah damar memiliki harga tinggi. Setelah kembali ke Pekon Pahmungan, mereka memberi informasi kepada masyarakat bahwa getah damar berpotensi untuk diperdagangkan. Mendengar itu, masyarakat tertarik lalu membuka hutan dan menyemai bibit damar. Informasi menyebar cepat hingga tahun 1930. Sebagian besar masyarakat menyemai bibit damar dan melakukan budidaya damar. Proses penanaman mengikuti hasil tebangan atau disebut dengan tanam tunggul. Lima tahun kemudian, pada tahun 1935 pemerintah Hindia Belanda menetapkan suatu kawasan hutan tetap yang tidak boleh dibuka dengan nama Hutan Kawasan atau Boz Wezen BW. Masyarakat mematuhi batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan tetap menjaga BW dan tidak membukanya untuk dijadikan kebun. Masyarakat membuka lahan di luar garis BW. Pada tahun 1950, hasil dari penanaman damar dan buah-buahan atau repong 26 damar sudah mulai bisa dirasakan oleh masyarakat Pekon Pahmungan. Kesejahteraan masyarakat mulai meningkat. Pada tahun 1980 listrik mulai menerangi Pekon Pahmungan. Sekitar tahun 1993-1997, pemerintah Orde Baru melakukan pemasangan patok HPT Hutan Produksi Terbatas dan HL Hutan Lindung. Pemasangan patok dilakukan secara acak-acakan dan tanpa sosialisasi terhadap masyarakat. Hal ini membuat warga Pekon Pahmungan menjadi resah dan mempertanyakan tentang maksud dari pemasangan patok tersebut. Pemasangan patok HPT dan HL ini mendapat perlawanan dari penduduk Pekon Pahmungan seperti juga yang dilakukan penduduk di pekon-pekon lain di Pesisir Krui. Karena perlawanan terus menerus, pemerintah akhirnya mengeluarkan keputusan No 47Kpts-II1998 yang menyatakan kawasan tersebut adalah Kawasan Dengan Tujuan Istimewa. SK ini menetapkan 29 ribu ha repong damar yang semula berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas HPT dan Hutan Lindung HL sebagai Kawasan Dengan Tujuan Istimewa KDTI. Dengan ketetapan ini masyarakat seara legal dapat mengelola dan mewariskan repong damar di kawasan hutan negara. Keputusan ini menarik karena belum pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia Kusworo, 2000. Selain itu keputusan KDTI ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan hanya boleh dilakukan untuk repong damar, bukan untuk perkebunan tanaman lain Wollenberg et al, 2001. Namun keputusan ini belum memuaskan masyarakat, masyarakat menuntut pengembalian hak atas tanah mereka menjadi tanah dengan hak milik. Perbedaan persepsi atas status tanah antara pemerintah dengan masyarakat ini masih berlangsung sampai sekarang. 26 Repong adalah istilah lokal dalam Bahasa Lampung untuk kebun. Alasan penduduk lebih memilih untuk menggunakan istilah repong adalah karena repong ditanami dengan berbagai jenis tanaman, tidak seperti istilah kebun yang merujuk pada satu jenis tanaman saja.

3.2 Karakteristik Geografis Pekon Pahmungan