Pemberdayaan Komunitas dalam Ekowisata

1.4 Pemberdayaan Komunitas dalam Ekowisata

Dari definisi-definisi ekowisata yang telah disampaikan, dapat dilihat bahwa aspek partisipasi aktif komunitas lokal merupakan aspek yang penting dan mendasar dalam ekowisata. Partisipasi aktif komunitas lokal merupakan elemen penting dalam mengatasi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh adanya ekowisata. Tujuan jangka panjang pemanfaatan pendekatan partisipatif adalah meningkatkan kemampuan pemberdayaan setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah proyek atau pengembangan, dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatan- kegiatan selanjutnya 17 . Istilah pemberdayaan sendiri dapat diartikan sebagai pembangunan alternatif yang lebih memihak pada manusia dan lingkungannya daripada terhadap produksi dan keuntungan Friedmann, 1992. Konsep pemberdayaan ini tidak dapat dilepaskan dari konsep partisipasi. Dalam melakukan pemberdayaan, setiap pihak yang terlibat memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi sesuai dengan peran dan kapasitas masing-masing. Berikut ini adalah prinsip-prinsip partisipasi 18 : a. Cakupan; semua orang, atau wakil -wakil dari semua kelompok yang terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan misalnya. b. Kesetaraan dan Kemitraan Equal Partnership. Pada dasarnya setiap orang mempunyai ketrampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak. c. Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuh-kembangkan komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog. 17 http:www.deliveri.orgguidelinesimplementationig_3ig_3_3i.htm [25-4-2004] 18 idem d. Kesetaraan Kewenangan Sharing Power Equal Powership. Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi. e. Kesetaraan Tanggung Jawab Sharing Responsibility. Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan sharing power dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya. f. Pemberdayaan Empowerment. Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu sama lain. g. Kerjasama. Diperlukan adanya kerjasama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna meminimalisir berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumberdaya manusia. Prinsip-prinsip partisipasi tersebut, menuju arah pemberdayaan komunitas sebagai berikut 19 : a. Menciptakan suasana atau iklim untuk mewujudkan pengembangan potensi komunitas dengan mendorong, memotivasi, menyadarkan akan potensi yang dimilikinya untuk berkembang. b. Memberdayakan komunitas dalam bentuk tindakan nyata berupa penyediaan dan berbagi informasi, serta peluang pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. c. Memelihara keberlanjutan suasana iklim interaksi timbal balik yang beretika antar elemen komunitas. Prinsip-prinsip partisipasi tersebut adalah jiwa dalam setiap proses pemberdayaan masyarakat, termasuk dalam pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan ekowisata. 19 http:www.lppm.itb.ac.idorganisasi.html?menu_parent=5 [25-4-2004] Pemberdayaan dapat dilakukan dalam berbagai bidang, pengembangan ekowisata merupakan salah satu bidang yang dapat dikembangkan sebagai jalan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat. Berikut ini beberapa kondisi lokalitas yang menjadi dasar sebelum ekowisata dipilih sebagai jalan untuk memberdayakan masyarakat WWF International, 2001: a. Kerangka ekonomi dan politik yang mendukung perdagangan yang efektif dan investasi yang aman. b. Perundang-undangan di tingkat nasional yang tidak menghalangi pendapatan dari wisata diperoleh dan berada di tingkat komunitas lokal. c. Tercukupinya hak-hak kepemilikan yang ada di dalam komunitas lokal. d. Keamanan pengunjung terjamin. e. Resiko kesehatan yang relatif rendah, akses yang cukup mudah ke pelayanan medis dan persediaan air bersih. f. Tersedianya fasilitas fisik dan telekomunikasi dari dan ke wilayah tersebut. Sedangkan syarat-syarat awal yang harus terdapat di tempat tersebut untuk pengembangan ekowisata seperti tercantum dalam buku tersebut adalah: a. Lanskap atau flora fauna yang dianggap menarik bagi para spesialis atau bagi pengunjung yang lebih umum. b. Ekosistem yang masih dapat menerima kedatangan jumlah pengunjung tertentu tanpa menimbulkan kerusakan. c. Komunitas lokal yang sadar akan kesempatan-kesempatan potensial, resiko dan perubahan yang akan terjadi, serta memiliki ketertarikan untuk menerima kedatangan pengunjung. d. Adanya struktur yang potensial untuk pengambilan keputusan komunitas yang efektif. e. Tidak adanya ancaman yang nyata-nyata dan tidak bisa dihindari atau dicegah terhadap budaya dan tradisi lokal. f. Penaksiran pasar awal menunjukkan adanya permintaan yang potensial untuk ekowisata, dan terdapat cara yang efektif untuk mengakses pasar tersebut. Selain itu juga harus diketahui bahwa pasar potensial tersebut tidak terlalu banyak menerima penawaran ekowisata. Selanjutnya Guidelines for Community-based Ecotourism Development WWF International, 2001 menyatakan beberapa aspek dari kapasitas komunitas untuk terlibat dalam pengembangan ekowisata, antara lain: a. Kemampuan menjadi tuan rumah penginapan. b. Keterbukaan terhadap pengunjung. c. Keterampilan pengelolaan keuangan. d. Keterampilan pemasaran. e. Keterampilan komputer. f. Keterampilan dasar bahasa Inggris. Aspek-aspek ekowisata seperti yang terdapat dalam Guidelines For Community-Based Ecotourism Development WWF 2001 adalah perencanaan, pengembangan, pemasaran dan mengorganisir sumberdaya dan fasilitas. Pelayanan pengunjung termasuk akses kepada area alami dan warisan budaya, pemanduan dan pelayanan penerjemahan, penginapan, penyediaan makanan, penjualan hasil produksi dan kerajinan, dan transportasi. Dari berbagai elemen tersebut, penduduk lokal dapat diberdayakan sesuai kapasitasnya untuk terlibat dan mendapatkan manfaat dari keterlibatan mereka itu. Conference -Workshop on Ecotourism, Conservation and Community Development yang diadakan di Filipina, 7-12 November 1999 menyebutkan kontribusi yang dapat dilakukan swasta untuk membantu aktivitas komunitas adalah melalui beberapa aspek langsung berikut: a. Akomodasi dimiliki oleh komunitas lokal. Hal ini mungkin dalam bentuk losmen untuk penginapan wisatawan, penginapan, atau rumah untuk disewakan yang biasanya dikelola oleh keluarga. Pendapatan diperoleh oleh keluarga pengelola dari uang sewa kamar dan biaya makanan. Penyediaan makanan juga dapat dikelola secara bersama-sama oleh sebuah kelompok masyarakat, sehingga pendapatan yang diperoleh langsung masuk ke kas oganisasi untuk kepentingan bersama. b. Penyedia transportasi, masyarakat dapat terlibat langsung dalam pengelolaan ekowisata sebagai penyedia trasportasi untuk para wisatawan yang datang. c. Pemanduan dan jasa pembawaan barang akan sangat membantu memperlancar perjalanan ekowisata bagi para ekowisatawan. Hal ini menjadi salah satu aspek penting ekowisata yang dapat menjadi wadah komunitas lokal untuk berpartisipasi. Siapakah komunitas yang dimaksud? Iskandar menyatakan bahwa komunitas dapat diartikan sebagai satuan kelompok orang yang memiliki hubungan dan interaksi sosial yang relatif intensif dikarenakan adanya kesamaan ciri danatau kepentingan bersama 20 . Komunitas merupakan penduduk lokal yang dapat teridentifikasi dari masyarakat luas melalui intensitas kesamaan, perhatiankepedulian atau melalui peningkatan interaksi. Selanjutnya, Iskandar membagi komunitas menjadi beberapa jenis yaitu: a. Komunitas primordial yang diikat oleh kesamaan ciri primordial seperti suku, agama, dan daerah asal. b. Komunitas okupasional yang diikat oleh kesamaan profesipekerjaan. c. Komunitas spasial yang diikat oleh kesamaan tempat tinggal. Dalam konteks ekowisata di Desa Pahmungan, Krui, Lampung yang dimaksud dengan komunitas adalah mencakup definisi komunitas spasial. Pemberdayaan komunitas dalam bidang ekowisata tidak dapat dilakukan hanya dengan partisipasi aktif komunitas saja. Pihak-pihak yang terlibat memiliki peran masing-masing sesuai kapasitas yang mereka miliki. Tabel bentuk partisipasi para pihak yang terlibat dalam ekowisata dapat dilihat pada lampiran 3. 20 Info Comdev vol.2, no.2, Juni-Juli 2003 Masing-masing pihak yang terlibat dalam ekowisata memiliki peran yang berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki. Pemerintah sebagai pemilik kekuasaan dalam pembuatan kebijakan berperan dalam melakukan identifikasi terhadap kebutuhan pasar dan kebutuhan komunitas sendiri, melakukan identifikasi dan kerjasama dengan para pihak berkepentingan dalam ekowisata, menetapkan kebijakan yang mendukung pengembangan ekowisata dan melakukan strukturasi sistem sanksi-sanksi. Hal-hal tersebut terdapat dalam wilayah kapasitas pemerintah dan tidak dapat dilakukan oleh pihak lain. Dapat dikatakan bahwa peran pemerintah lebih cenderung dalam wilayah konsep daripada teknis. Sedangkan untuk pihak LSM, LSM Lokal memiliki peran yang lebih teknis daripada LSM Nasional. Peran untuk mengintegrasikan diri ke dalam komunitas dan belajar bersama komunitas dimiliki oleh pendamping. Peran kalangan akademisi dalam pengembangan ekowisata adalah identifikasi komunitas, penumbuhan kesadaran Participation Action Research, validasi komunitas, mengorganisasi-perumusan pendampingan, pembangunan kapasitas perencanaan pokok, implementasi operasi, monitoring dan evaluasi. Peran penumbuhan kesadaran Participation Action Research, validasi komunitas, mengorganisasi-perumusan pendampingan, pembangunan kapasitas perencanaan pokok adalah peran-peran yang hanya dimiliki oleh kalangan akademisi dan tidak oleh pihak-pihak lain. Peran yang dimiliki oleh semua pihak yang terlibat dalam pengembangan ekowisata adalah peran monitoring dan evaluasi. Analisis Strength, Weaknesis, Opportunity and Threat SWOT dilakukan dalam konteks lokal. Analisis ini terutama dilakukan untuk melakukan evaluasi atas keberhasilan dan kelemahan mereka. Namun tidak berhenti di situ, inovasi- inovasi terus dilakukan untuk membangkitkan potensi-potensi mereka yang mungkin bahkan belum mereka sadari. Proses pengembangan masyarakat dapat dilakukan dengan dalam daur Dreaming, Demand, Designing dan Delivery 4D. Dreaming adalah proses di mana masyarakat dibangkitkan mimpi- mimpinya, sehingga mereka memiliki keinginan dan motivasi yang kuat untuk melakukan perubahan sesuai lokalitas yang meeka miliki. Contoh di Petungkriyono, Pekalongan; masyarakat di sana memiliki motivasi dan keinginan yang besar, serta mau terlibat dengan sukarela dalam pengembangan ekowisata di sana dengan adanya proses inisiasi untuk membangkitkan mimpi-mimpi seperti yang sudah dilakukan komunitas-komunitas di negara-negara lain. Mereka melakukan perbaikan jalan, melakukan rapat-rapat, membentuk panitia untuk mewujudkan mimpi mereka berupa pengembangan ekowisata di daerah mereka. Demand adalah proses untuk melihat permintaan penduduk lokal dan orang luar, permintaan-permintaan tersebut didaftar untuk mencari titik temu, sehingga program pengembangan masyarakat akan tetap berpihak pada kebutuhan penduduk lokal tanpa melupakan permintaan orang luar sebagai pihak yang turut menentukan proses pengembangan masyarakat. Contoh proses demand adalah dalam pengembangan ekowisata, orang luar Petungkriyono sebagai pengunjung membutuhkan alam lestari yang dapat mereka nikmati keindahannya, sedangkan penduduk lokal membutuhkan untuk melestarikan lingkungannya untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang berhubungan langsung dengan kehidupan mereka. Misal demi lestarinya mata air dan menjaga tanah dari longsor. Designing adalah proses untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk memberikan manfaat bagi baik penduduk lokal maupun orang luar yang terlibat. Proses designing membutuhkan pertemuan antara pihak penduduk lokal dengan orang luar untuk merancang kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan kepentingan optimal bagi kedua belah pihak. Delivery adalah proses untuk mengantarkan kegiatan yang sudah direncanakan menjadi kenyataan, istilah lainnya adalah implementasi kegiatan. Daur ini tidak harus dilakukan dalam sebuah urutan yang tetap, kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi lapang. Proses awal yang tetap harus dilakukan adalah dreaming. Proses membangun mimpi ini dibutuhkan untuk membangkitkan keinginan masyarakat untuk berubah untuk menjadikan mereka lebih berdaya secara sosial maupun ekonomi.

1.5 Pertanyaan Penelitian