3.4. Kasus KDRTA Tahun 2011
Dibawah ini merupakan data kekerasan yang dialami anak berdasarkan sumber dokumen PUSPA PKPA tahun 2011. Dari data pada tahun 2011 ini
terlihat perbandingan kasus kekerasan pencabulan yang mengalami peningkatan dari 6 kasus kekerasan pada anak tahun 2010 meningkat menjadi 9 kasus di tahun
2011.
Tabel 6 Bentuk KDRTA Tahun 2011
No. Bentuk KDRT
Jumlah Kasus Tahun 2011
1. Penyiksaan dan Penelantaran
8 2. Pencabulan
3 3.
Kekerasan Psikis 1
4. Penganiayaan
1
Jumlah 13 Kasus
Sumber Indok PUSPA PKPA 2011
3.4.1 Kasus Penelantaran Anak
Peneliti mengambil satu kasus penelantaran anak tahun 2011 yang masih berlanjut sampai sekarang. Pada kasus ini peneliti dikenalkan oleh Kak Wiwik
kepada korban yang dekat tempat tinggalnya dengan PKPA. Hal ini yang membuktikan bahwa kekerasan pada anak dapat terjadi dimana saja tanpa
pandang tempat. Peneliti dikenalkan kepada Kak Astuti yang telah menikah
Universitas Sumatera Utara
dengan Marga Pasaribu, mereka dikarunia empat orang anak perempuan. Suami Kak Astuti telah menikah lagi dengan seorang janda, sehingga keempat anaknya
terlantar akibat ayahnya terkadang memberi uang dan terkadang memberi dengan jumlah yang tidak tentu. Siang itu pukul 13.00 wib di Bulan Puasa peneliti
melihat warung Kak Astuti yang menjual mie sop buka. Peneliti pun menghampiri warung tersebut dimana peneliti telah berkenalan dengan Siti, Boru Siahaan,
Tulang Tambunan, Kak Astuti, dan Kak Butet, selaku tetangga dan pelanggan tetap Kak Astuti. Peneliti pun memesan pecal dan teh manis dingin.
Peneliti pun mengobrol dengan semua pembeli dan Kak Astuti untuk mengakrabkan diri. Perbincangan kami berganti topik ke permasalahan Kak
Astuti tepat dengan permasalahan peneliti. Hampir satu jam peneliti di Warung Kak Astuti mengbrol dengan berbagai topik perbincangan. Begitu informan sudah
mulai terbuka peneliti memberi tahu kepada Kak Astuti kalau peneliti mau bertanya-tanya dengan Kak Astuti mengenai permasalahan yang dihadapi
keluarga Kak Astuti danmemberi tahu bahwa peneliti sudah mendapat izin dari Kak Wiwik.
Kak Astuti punya empat orang anak perempuan yang harus di rawat dan disekolahkan seorang diri.
Kak Astuti : “Anakku empat dek, anakku pertama SMP, yang
kedua kelas 5 SD, yang ketiga jalan 6 tahun belum sekolah, yang ke empat masih kecil, yang kecil ini
aku lagi hamil dia, suamiku pergi dan tidak diakui kehamilanku. Tapi kakak tantang tes DNA
dia takut, tapi di pengadilan agama diakuinya.Karena dia takut sama isterinya itu”.
Peneliti : “Suami kakak kawin lagi sebelum cerai?”
Kak Astuti : “Kawin lagi. Isterinya sudah bolak-balik
nyerang kemari. Labrak kemari sama suami kakak. Adalah 3 minggu yang lewat”.
Universitas Sumatera Utara
Peneliti : “Tapi kakak isteri pertamanya?”
Kak Astuti :“Iya tapi karena tidak terima suami kakak kasih
uang belanja kemari, kan kakak ke shorumnya bawa anak-anak rupanya ada anggotanya yang
ngadu, datang kemari isteri keduanya ngelabrak kakak. Karena kan yang berkuasa isteri
mudanya,isterinya yang modali kerjaannya di shorum”
Wawancara, 11 Juli 2012, narasumber Kak Astuti Logat bahasa Jawa yang khas Kak Astuti memberikan penjelasan
mengenai permasalahan yang dihadapi saat itu. Warung Kak Astuti ini lumayan ramai dikunjungi pembeli. Murah dan enak. Kak Astuti berbicara tidak tampak
kesal meilihat tingkah suaminya lagi, walaupun disana ada pembeli Kak Astuti tidak malu untuk cerita. Kak Astuti juga bilang kalau dia cerita kepada peneliti
karena peneliti merupakan orang PKPA dan Kak Wiwik pun yang mengizinkan. Sambil menggoreng bakwan Kak Astuti melanjutkan ceritanya.
Orang dari kampung, dari sibolga sana jadi datang ke Medan kayak orang kampung. Orang kayak gitu juga dia, dulu
mamaknya digituin juga sama ayahnya aturannya nggak boleh kayak gitu jadi kenapa diulangi lagi. Ini ayahnya kawin lagi
mamaknya udah meninggal. Marga pasaribu suami kakak ini dek. Nama perempuan itu kakak catat ada 23 nama. Emang laki
kakak ini nggak jelek, tapi waktu datang dari kampung yo agak kreak“. Kayak tahun semalam anaknya kena bala yang
tangannya koyak kena tusuk pagar disuruh mati, dibilang disini anaknya koyak 16 jahitan luar dalam disuruh mati, semalam
diserempet kereta yang ndak kami sampaikan biarkan aja daripada disuruh mati lagi sakit hati kami. Ayahnya pun pernah
kasih uang bulanan sekolah anak Rp.2.000.000, lima bulan kasih ketahuan isteri mudanya sekarang cuma dikasih Rp.500.000.
inilah dek bulan ini belum dikasih, minta uangnya kayak ngemis kalau udah ngemis baru dikasih sama bininya. Sering suami
kakak lewat sini dengan isterinya tapi kami aja yang ndak tanda dek. Suami kaka pernah sms kakak bilang : tuti rambutnya kok
dipotong, udah jelek kayak gembel lagi. Isteri mudanya itu dek sering kali neror kakak dari sms, kakak simpan semua smsnya
disuruh Kak Wiwik, ndak kakak tanggapi yo orang gila, pelacur dek isteri mudanya itu anak main”.
Informan, Kak Astuti 40 Tahun.
Universitas Sumatera Utara
Mendengar cerita Kak Astuti peneliti meminta tambah teh manis untuk menghilangkan rasa emosi Kak Astuti sejenak dan mengganti cerita sekilas
tentang kuliah dan tempat tinggal peneliti. Didampingi Kak Wiwik sebagai advokat dan pendamping Kak Astuti juga
mengatakan kalau ia mengadukan kasus ke Polda dan Polres terkait kasus penelantaran anak dan kawin halangan kawin yang tanpa persetujuan isteri yang
didampingi oleh Kak Wiwik sekaligus menjadi advokat anak. Kasus ini telah berlangsung selama satu tahun lebih dan pengadilan belum menjatuhkan talak
untuk ajuan kasus perceraian atau kawin halangan. Sedangkan kasus penelantaran anak walau hanya diberi uang Rp.500.000 suami Kak Astuti terbukti memberi
biaya sekolah anak. Peneliti bertanya kepada Kak Wiwik bagaimana kasus penelantaran anak dari pengaduan Kak Astuti. “Untuk penelantaran anak suami
Kak Astuti memang kasih uang walaupun sekarang Rp.500.000, tapi untuk kasus pengaduan kawin halangan itu gugur tidak ada bukti dek, jadi pengadilan tidak
menjatuhkan putusan talak”. Informan Kak Wiwik. Selama panggilan sidang, saksi dari Kak Astuti ibu Kak Astuti, tetangga, dan anak pertamanya hadir di
pengadilan. Adapun anak Kak Astuti tidak dapat diminta kesaksiannya karena takut mengakibatkan trauma pada anak yang belum mengerti tentang kondisi ayah
dan ibunya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6 : Warung Kak Astuti dokumen Pribadi gambar 7 : Anak Bungsu Kak
Astuti dimana 2 anak kak Astuti ada di warung selepas sarapan. Dokumen Pribadi
14 Juli 2013, selesai membereskan buku-buku di perpus yang tidak berurutan sesuai nomor buku, peneliti pergi ke warung Kak Astuti. Di Warung
hanya ada mamak kak Astuti dan anak pertamanya, Putri. Memesan segelas teh manis dingin melepas dahaga, peneliti bertanya kepada mamak Kak Astuti
dimana Kak Astuti. Mamak
Kak Astuti
:“Lagi dikantor polisi Sunggal dek, dipukuli sama
isteri muda
suaminya. Ndak
terima anaknya
disuruh jalan
kaki dari
Sunggal. Tadi
Kak Astuti
nyuruh anaknya
datang kerumah Ayahnya minta uang untuk beli
baju lebaran malah disuruh pulang jalan kaki. Itulah marah si Astuti ndak terima dia,
datang kesana
malah ditampar
jadi mela-
por ke polisi sunggal. Ada Kak Wiwik di kantor
dek?” Peneliti
: “Ada buk”
Mamak Kak Astuti :“Ndak malu udah ambil laki orang isteri
mudanya itu,
cuma Rp.500.000
yang diminta.
Janji di
Pengadilan Agama
Rp.2.000.000 perbulan.
Orang udah
cerai kok sewot isteri muda si Eko ini”.
Mamak Kak Astuti melaporkan kasus ini kepada Kak Wiwik. Tanggapan Kak
Wiwik kepada mamak Kak Astuti, biarkan saja dulu Astuti melapor ke Polisi baru kita tanggapi lagi. Anak Kak Astuti Putri ikut bersama Pak Le nya ke Kantor
Polisi, sedangkan mamak Kak Astuti menjaga warung. Peneliti pernah bertanya kepada Putri bagaimana perasaannya saat mengetahui ayahnya menikah lagi,
tetapi Putri hanya diam dan masuk ke rumah. Perasaan kecewa karena ditelantarkan ayahnya membuat Putri enggan menjawab, peneliti pun menjaga
perasaan Putri agar tidak merusak suasana yang mulai akrab.
Universitas Sumatera Utara
Kasus yang memakan waktu 1 tahun lebih ini mendapatkan putusan bahwa untuk kasus kawin halangan gugur di pengadilan karena tidak ada bukti yang bisa
diberikan kepada hakim, pihak Kak Astuti sendiri menyatakan sudah bercerai dan hak asuh anak jatuh kepada Kak Astuti, sedangkan kasus penelantaran anak tidak
bisa diganggu lagi karena terbukti ayah atau suami Kak Astuti benar mengirim uang perbulannya kepada Kak Astuti walaupun tahap yang sebelumnya dijanjikan
Rp.2.000.000 sekarang Rp.500.000bulan. Tetapi jika suami Kak Astuti tidak memberikan uang bulanan kepada isteri dan anaknya Kak Astuti dapat
melaporkan ini kepada PKPA agar dibantu ke jalur hukum kembali. Kak Wiwik pun meminta kepada Kak Astuti untuk sabar menghadapi isteri kedua suaminya
bila datang untuk membuat onar disekitar lingkungan rumahnya maupun mengirim sms teror. Kak Wiwik meminta agar semua sms teror itu disimpan dan
tidak ditanggapi oleh Kak Astuti. Walaupun sekarang Kak Astuti meminta uang seperti mengemis kepada suaminya Kak Astuti tidak takut walau harus kembali ke
jalan hukum dan Kak Wiwik bersedia menjadi pengacara dan pendamping keluarga Kak Astuti dengan kasus penelantaran anak kembali jika hal tersebut
terjadi kembali.
3.4.2 Kasus Kekerasan Seksual