menimpa anak. Keterangan tentang anak akan dirahasiakan oleh pihak sekolah karena menyangkut kedudukan dan mentalitas anak di sekolah lama dan barunya
nanti. Setelah anak kembali ke sekolah, PKPA akan terus memantau bagaimana perkembangan anak selama mengikuti pelajaran dan bersosialisasi dengan teman
sekolahnya.
4.2.4 Mengikutsertakan Korban Dalam Berbagai Kegiatan.
Seperti kasus Ranjani dan Dita, PKPA memberikan solusi kepada anak korban pencabulan ini. Untuk Ranjani setelah melakukan diskusi dengan pihak
keluarga, Ranjani dimasukkan kedalam les salon yang tak jauh dari rumahnya agar Ranjani mempunyai kegiatan selain berdiam diri di rumah. Hal ini karena
Ranjani memutuskan tidak mau bersekolah karena malu kepada teman-temannya nanti. Sedangkan Dita yang sempat terputus sekolahnya akan tetap melanjutkan
pendidikan di sekolah yang berbeda. Untuk saat ini, Kak Wiwik memberikan kegiatan kepada Dita untuk bekerja pada warung makan di dekat rumah Kak
Wiwik, hal ini agar Dita mampu bersosialisi dengan lingkungan dan bermain dengan teman sebayanya. Menurut Kak Wiwik dalam pemantaunya terhadap Dita,
Dita sekarang sudah mulai gabung dengan teman perempuan dan laki-laki, tetapi masih diawasi penuh dengan keluarga Kak Wiwik takut Dita mudah kepancing
dengan rayuan teman laki-laki yang baru dikenalnya dan sekarang Dita sudah kembali ke bersekolah yang tidak jauh dari rumah Kak WiwiK.
4.3 Hambatan yang Pernah Dirasakan PUSPA PKPA
Dalam menjalani kasus tidak semua kasus dapat berjalan mulus, ada pro dan kontra dalam menangani berbagai kasusa anak. Apalagi kasus anak ini
merupakan kasus pidana dengan sidang tertutup karena merupakan tindakan
Universitas Sumatera Utara
asusila. Beberapa hambatan yang sering dirasakan PUSPA PKPA saat menghadapi kasus antara lain:
1. Korban dan keluarga tidak ingin kasusnya dilanjutkan karena aib keluarga.
Padahal PKPA sudah memberi pendampingan sampai ke kepolisian dan kasus sedang pada tahap di kejaksaan dan pihak keluarga ingin berdamai. Adapun
peneliti pernah mengikuti sebuah kasus yang lain dari masalah penelitian yakni “persetubuhan” dimana pihak pihak keluarga ingin melakukan damai sesudah
kasus sampai di pengadilan. Hal ini langsung ditekankan oleh Kak Wiwik bahwa kasus yang sudah sampai ke pengadilan tidak bisa diganggu gugat lagi tinggal
menunggu proses sidang sampai putusan hakim. 2.
Kurangnya pembuktian dan saksi. Pada masalah ini sulit untuk bisa mencapai tahap kesuskesan kasus karena kurangnya bukti dan saksi yang kuat
untuk membantu korban. 3.
Adanya perdamaian tanpa memberitahu ke PKPA. Perdamaian yang dilakukan diluar sepengetahuan PKPA sangat membingungkan PKPA karena
tidak melibatkan PKPA dalam proses perdamaian korban dan pelaku. Bila kedua pihak keluarga sudah melakukan perdamaian PKPA tidak bisa melakukan apa-apa
lagi karena perdamaian sudah dilakukan di luar sepengetahuan PKPA dan kasus tidak akan dapat di proses lagi karena kedua pihak akan memberikan kesaksian
bahwa sudah melakukan perdamaian dan kasus dicabut. 4.
Aparat penegak hukum tidak serius dalam mendampingi kasus karena adanya permainan dengan pelaku. Pihak penegak hukum biasanya akan patuh
kepada pemberi modal besar. Bila pelaku adalah pemberi modal besar dan korban berasal dari keluarga tidak mampu dalam artian tidak bisa memberi sogokkan
Universitas Sumatera Utara
tentu pihak korban bisa kecewa dalam putusan hakim yang tidak sesuai dengan keinginan. Pihak PKPA juga tidak bisa melakukan sogokkan karena modal untuk
melakukan permainan tersebut memakan biaya besar. 5.
Perbedaaan persepsi aparat penegak hukum dalam menyikapi kasus sehingga kasus bolak balik tidak sampai ke pengadilan. Biasanya perbedaan
persepsi ini mereka yang tidak mengerti persoalan anak dan tidak dalam posisi yang dialami korban dan PKPA sebagai pendamping dari lembaga anak. Tidak
adanya modal untuk memajukan kasus ke pengadilan menjadi salah satu kasus terhambat ke pengadilan.
6. Adanya intimidasi dari pelaku terhadap korban dan pendamping. Pelaku
tidak akan diam dengan hal apa yang menimpanya hingga ia menjadi tahanan atau buronon polisi. Pelaku akan memberikan ancaman kepada korban seperti sms
teror dan surat kaleng sampai korban mencabut kasus. 7.
Masyarakat yang tidak mendukung. Salah satu faktor penghambat adalah masyarakat. Untuk menjaga nama baik lingkungan sering kali masyarakat tidak
mau memberikan kesaksian mengenai pelaku dalam kehidupan sehari-harinya. Masyarakat menganggap ini merupakan aib nantinya bila warga mereka menjadi
pelaku dan tahana tindakan pidana. Masyarakat tidak akan memberi kesaksian yang mendukung dalam hal pencarian bukti dan saksi.
4.4 Penyelesaian Hambatan