3.5 Kasus KDRTA Tahun 2012
Tabel 7 Bentuk KDRTA Tahun 2012
No. Bentuk KDRT
Jumlah Kasus Tahun 2012
1. Penganiayaan 7
2. Sodomi 1
3. Penelantaran Anak
3 4.
Melarikan Anak Dibawah Umur 2
5. Perdagangan Anak
1
Jumlah 14 Kasus
Sumber: Indok PUSPA PKPA 2012
Dari data kasus diatas peneliti mengambil beberapa kasus yang peneliti teliti. Kasus-kasus tersebut berupa kasus penganiayaan dan penyiksaan dan
penelantaran anak.
3.5.1 Kasus Pemukulan dan Penyiksaan
Kasus lainnya yang ditangani Kak Emi di tahun 2012 adalah kasus Itin sebut saja begitu namanya. Kasus pemukulan dan penyiksaan ini menjadi satu
kasus yang ditangani PUSPA karena membawa akibat yang buruk kepada Itin karena perlakuan orang tuanya. Itin anak pertama dari empat bersaudara pasangan
Bapak Batubara dan Ibu Santia ini pergi meninggalkan rumah akibat perlakuan kejam sang ayah yang suka memukul ibunya dan saudara-saudaranya. Itin hanya
tamat SMP karena ayahnya yang tidak mengizinkan Itin untuk lanjut sekolah
Universitas Sumatera Utara
karena beban biaya hal ini merupakan pembatasan hak pendidikan anak. Akhirnya Itin pergi ke Medan meninggalkan kampung halamanya Pematang Siantar karena
tidak tahan dengan perlakuan kejam ayahnya yang suka memukul. Saat Itin sampai di Binjai Itin diperkosa oleh laki-laki Binjai yang ia tidak kenal, dibawa
lalu ditinggalkan di Hotel Duta Petisah pada Febuari 2012. Secara psikologis Itin mengalami kehancuran, tidak suci, dan malu untuk pulang akibat perbuatan yang
merenggut keperawanannya. Untuk menghidupi dirinya Itin terpaksa terjun ke dunia prostitusi untuk
membiayai hidupnya“sudah hancur ya hancur saja sekalian” begitu yang ada dibenak Itin, ungkap Kak Emi. Itin melakukan kegiatan malamnya di Diskotik
Super dan mangkal di Jalan Nibung. Di lokasi tempat Itin bekerja ini banyak memperkerjakan anak dibawah umur dan mereka tinggal di Hotel Duta dengan
biaya menginap Rp.40.000bulannya dilakukan pemantauan oleh pihak PKPA ke lokasi tempat Itin bekerja atau investigasi. Dari pekerjaan ini Itin dapat bertahan
hidup. Itin mempunyai pacar bernama Fredi seorang tamu langganannya yang telah mempunyai isteri dan 3 orang anak. Hubungan yang dahulunya hanya
sekedar pelanggan berujung pada percintaan. Itin selalu memuaskan nafsu seksual Fredi ketika Fredi menjumpainya. Kepuasan ini berujung saat Itin mengetahui
dirinya telah berbadan dua. Itin meminta pertanggung jawaban kepada Fredi, perjuangannya untuk dinikahi dan nafkahi tidak membuahkan hasil. Kandungan
Itin memasuki usia 7 minggu dan Itin takut bila ayahnya mengetahui anaknya bekerja sebagai pelacur dan hamil.
Tanggal 7 Mei 2012 barulah diterima laporan mengenai Itin ke PKPA untuk melibatkan PKPA, remaja ini pergi ke Medan untuk mengadu nasib akibat
Universitas Sumatera Utara
tidak tahan dengan perlakuan kasar sang ayah. Untuk menyelesaikan kasus Itin sesuai dengan pengakuan Itin kepada PKPA bahwa Ia takut si ayah akan marah
mengetahui bahwa ia menjadi gadis malam di Nibung. Dengan didampingi P3M Perempuan Peduli Pedila Medan Itin pindah ke kantor P3M karena mengetahui
kandunganya semakin membesar dan pacarnya tidak mau bertanggung jawab. PKPA yang melindungi anak korban kekerasan mendampingi Itin untuk bertemu
keluarganya di Siantar 22 Mei 2012. Pendampingan Itin kembali kepada keluarganya sampai mental Itin benar-benar siap.
Menurut keterangan dari PKPA saat peneliti menanyakan kembali kasus Itin untuk dapat menjumpai korban, sebelumnya Itin pernah kembali ke PKPA
tengah mengandung 7 bulan. Kak Emi sebagai koordinator PKPA dan pihak psikolog telah memberi arahan kepada Itin untuk tidak pernah pergi lagi bersama
pacaranya yang sudah berkeluarga, untuk memikirkan apa yang telah diperbuat pacarnya hingga ia hamil, karena saat itu pacar Itin masih sering menghubungi
Itin. Kak Emi memberi arahan kepada Itin “bagaimana mungkin kau dapat dihidupi sedangkan dia saja tidak bisa menghidupi keluarganya, isteri dan anak-
anaknya dibuatnya terlantar, konon dirimu tin”. Itin hanya menimbang arahan dari Kak Emi dan Psikolog PKPA, Ibu Wiwit yang merupakan dosen
Fak.Psikologi USU. Peneliti bertanya kepada Kak Emi mengenai persoalan Itin saat peneliti sedang berada diruangan Kak Emi.
“Udah lari dia dek sama pacarnya itu, lebih dipilihnya pacarnya itu. Tidak ada lagi kontak dengan PKPA kasus Itin ini, udah
hilang kontak karena si Itin pun lebih milih lari sama pacarnya”.
Wawancara. Kak Emi, Informan PKPA dalam kasus Itin yang mengalami kekerasan fisik di rumah dan
eksploitasi seksual di Nibung sudah memberi secara maksimal dampingan untuk
Universitas Sumatera Utara
Itin agar kembali ke Siantar dan menjalankan kehidupan yang baik. PKPA bekerja sama dengan P3M untuk menyelematkan Itin dari tempat prostitusi di Nibung.
PKPA juga sudah memberikan bantuan secara psikologis untuk menangani kejiwaan Itin. Tetapi Itin sendiri lebih memilih bersama Fredi lelaki yang sudah
menghamilinya. Kasus ini akhirnya tidak lagi diteruskan oleh PUSPA PKPA mengingat kembali bahwa kontak Itin pun tidak bisa lagi dihubungi, peninjauan
ke lokasi Nibung oleh tim PKPA pun telah dilakukan tetapi Itin tidak ditemukan disana sedang bekerja dan keluarga Itin pun mengakui bahwa Itin tidak ada di
Siantar.
3.5.2 Kasus Penelantaran Anak