Kasus Kekerasan Ekonomi trafficking

Dita dengan memberikan fasilitas tempat tinggal, makan, dan biaya pendidikan sekolah Dita.

3.6.4 Kasus Kekerasan Ekonomi trafficking

Kasus trafficking ini merupakan kali pertama peneliti ikutin dengan izin dari Kak Wiwik sebagai pembela atau pengacara dalam kasus ini. Berangkat dari Setia Budi usai dari kantor PKPA, peneliti naik angkot no.62 jurusan Pancing. Sidang dimulai pukul 14.00 wib masih ada waktu peneliti untuk istirahat makan sebentar sebelum ke Pengadilan Negeri Medan. Pada saat sidang dimulai peneliti bingung harus menunggu atau masuk karena sidang anak merupakan sidang tertutup apalagi untuk kasus susila. Dengan ajakan Kak Wiwik peneliti diberi izin masuk ruang sidang dan duduk bersama pendamping dari Yayasan Pusaka Indonesia untuk korban traffickingnya. Mendengar dan merekam peneliti lakukan saat mengikuti kasus. PUSPA PKPA menjadi pendamping dan pengacara buat Widya sebagai pelaku perdagangan anak dan korban dalam kekerasan ekonomi. Kehidupan Widya dalam keluarga yang ekonominya tidak mampu membuat anak remaja ini mengakui perbuatan tidak terpujinya di depan hakim. Anak bungsu dari Bapak Samsul dan Ibu Ani ini diketahui perbuatannya tersebut saat Rini korban anak tetangganya melaporkan perbuatan Widya kepada orang tuanya. Kasus pun segera terkuak dengan bantuan kepolisian dan Yayasan Pusaka Indonesia sebagai pendamping Rini. Faktor pengaruh lingkungan dan dari keluarga sendiri menjadi pemicu seorang anak yang masih berusia 14 tahun nekat menjual temannya kepada om- om. Orang tua Widya yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan dan tukang cuci membuat Widya kurang mendapatkan uang jajan. Mereka pun terkadang Universitas Sumatera Utara mendapatkan uang tambahan dari perkerjaan Widya sebagai penyanyi kondang di pesta-pesta. Dikatakan faktor lingkungan menjadi pemicu karena anak Pasar 1 Setia Budi sudah terbiasa dengan dunia malam dan seks dalam pacaran. Seks sudah menjadi bual-bualan anak Pasar 1 ini kepada teman-temannya. Sedangkan keluarga dilihat dari ekonomi keluarga dan ibadah. Mengapa ibadah? Widaya sendiri tidak mengerti sholat dan dari keluarganya kurang peduli dalam hal ini memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya. Berkas acara sidang ketiga kasus perdagangan anak di Pengadilan Negeri Medan, tanggal 12 Juni 2013, seorang siswi SMP berusia 13 tahun tega menjual temannya sendiri yang membutuhkan uang di Hotel Cempaka Padang Bulan. Pertemuan dengan om-om ini dimulai oleh Widya anak Pasar 1 Setia Budi pada siang hari. “Tidak anak pasar satu kalau tidak melakukan yang begituan” begitulah tutur Widya saat di tanyai oleh jaksa penuntut hukum diruang Cakra IV. Peneliti juga pernah sebelumnya mendengar hal seperti ini dari Kak Wiwik saat di pengadilan. Begitu banyak kasus yang telah Kak Wiwik ikuti sebagai advokat mengenai perdagangan, pemerkosaan, maupun persetubuhan yang dilakukan anak Pasar 1 Setia Budi. Saat sidang yang dimulai pukul 15.30 Wib dengan menghadirkan Widya sebagai saksi sekaligus terdakwa dan Kade dengan nomor tahanan 120 sebagai terdakwa dan sanksi dan dua orang pegawai Hotel Cempakai sebagai sanksi dengan diawali dari hakim ketua sidang pun dimulai. Widya sebagai sanksi memberi kesaksian kepada jaksa penuntut hukum, menceritakan kejadian dari awal pertemuan dengan Kade. Perkenalan Widya dan Kade bermula dari smsan melalui handphone, kehidupan Widya yang kekurangan dan lingkungan tempat Universitas Sumatera Utara tinggal Widya yang kurang mendukung membuat Widya biasa melakukan hubungan seks dengan pacar dan om-om. Pertemuan di mulai Juli 2012 di Gang Dame Setia Budi, Kade yang menggunakan mobil kijang hitam memboyong Widya ke Hotel Cempakan hingga 2 kali sejak pertemuan yang pertama. Bayaran sebesar Rp.150.000,00 diterima Widya dari Kade. Rini dalam kasus ini merupakan korban dan teman Widya yang iri dengan Widya yang selalu mendapatkan uang menginginkan pekerjaan seperti Widya, mereka bertemu dan Rini menginginkan pekerjaan itu. Widya mengirim SMS kepada Kade pada siang hari saat Kade masih bekerja. Isi SMS itu seperti menurut kesaksian Kade saat diminta sebagai Sanksi Widya:“Bang ada waktu?”. Kade :“ada”. Widya : “Ada Barges ne bang”. Kade : “Apa itu Barges?” ungkap Kade yang serasa polos. Widya : Barang gesek bang”. Mendengar hal seperti itu Kade mengurungkan niat untuk tidak melakukan di bulan puasa dan alasan tidak punya uang. Widya terus memaksa dan merayu Kade untuk berjumpa dan memperkenalkan kawannya dua orang kepada Kade dengan bayaran Rp.500.000 ribu untuk tiga orang. Mendengar hal itu Kade menyetujui ajakan Widya, meminjam uang kepada teman sekantor sebesar Rp.200.000 Kade melaju dengan kijangnya ke Setia Budi. Widya hanya bersama Rini saat di mobil, pergi ke Hotel cempaka siang hari Kade memesan satu kamar Hotel 126. Widya dan Rini masuk kedalam kamar mandi untuk bersiap-siap, sedangkan Kade menunggu di tempat tidur sambil menonton TV. Rini adalah korban yang dibawa oleh Widya, dengan hanya memakai handuk dari kamar mandi Rini mendatangi Kade. Hubungan suami isteri pun dimulai, Widya hanya menunggu dikamar mandi sampai siap Universitas Sumatera Utara adegan karoekean 50 mereka. Usai meluapkan hawa nafsu, Rini yang telah mengenakkan baju kembali ke mobil. Hal selanjutnya dilakukan oleh Widya sekaligus menerima bayaran sebesar Rp.250.000, dan yang diberikan kepada Rini hanya Rp.100.000,-. Saat waktu tidak mendukung lagi karena telah menunjukkan pukul 17.10 wib dimana tahanan akan dipulangkan ke LP Tanjung Gusta, hakim dengan tegas meminta kepada orangtua Widya untuk memperhatikan Widya “Anak bapak ini bagusnya dikerangkeng pak, ini sudah kelewatan prilaku anak bapak ini”. Sidang pun ditunda untuk Rabu Depan. Gambar 11 : Gambar ini diambil dari luar ruangan saat sidang belum dimulai. Anak perempuan yang menoleh ke jendela merupakan korban sekaligus pelaku trafficking. dokumen pribadi 12 Juni 2013 Lanjutan sidang tertutup 19 Juni 2013 Pukul 11:35 wib kembali menghadirkan terdakwa Widya bersama kedua orangtua dan dua saksi pegawai Hotel Cempaka Safrudin dan Arif Winandar. Widya diminta untuk memberi kesaksian yang sejujurnya kepada Jaksa Penuntut didepan Hakim. Suara Widya yang kecil sempat membuat hakim, PKPA, BAPAS, orangtua, Pusaka, dan jaksa penuntut kesal. Berulangkali hakim menegaskan kepada Widya untuk 50 Istilah untuk menyebut melakukan hubungan intim Universitas Sumatera Utara mempebesar suara karena pengakuan Widya akan dicatat oleh jaksa, advokat, bapas, dan panitera pengganti. Gambar 12: Kak Wiwik advokat dengan Ibu Sri Bulan dari Bapas saat sidang Widya sebagai terdakwa dokumen pribadi 19 Juni 2013 Jaksa sendiri mengatakan telah mengajari Widya untuk dapat mengeluarkan suaranya saat dipengadilan. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh jaksa dan hakim kepada Widya membuat batin Ibu Widya tak tahan mengeluarkan air mata. Anak bungsu mereka dan perempuan satu-satunya tega melakukan hal yang mengecewakan hati orangtua. Menurut kesaksian dari pihak Hotel Arif Winandar yang telah bekerja dari tahun 1995 dan tinggal di Desa Namo Bintang Pancur Batu ini, mereka hanya melihat jelas Kade dengan 1 perempuan, dan tidak melihat perempuan yang berjilbab. Arif menceritakan bahwa kamar hotel langsung bertemu garasi jadi Arif tidak melihat Kade membawa beberapa perempuan yang ternyata anak-anak. Arif mengakui bahwa Cempakan tidak memperbolehkan membawa anak-anak ke Hotel. Tapi karena secara fisik Widya sudah tampak dewasa Arif tidak mengetahui bahwa Widya masih berumur 13 tahun. Arif yang bekerja sebagai roomboy mengantar Kade ke kamar 126 dengan bayaran Rp.73.000,-malam Universitas Sumatera Utara dengan fasilitas AC dan TV, walaupun menurut Arif, Kade hanya memakai kamar kelas melati selama 3 jam. Hakim menanyakan kepada Arif Hakim : “ apa di Hotel Cempaka tidak meminta KTP?” Arif : “ kami hanya meminta no.plat kendaraan pengunjung, tetapi jika menginap lama kami meminta KTP”. Hakim lalu bertanya kepada Safrudin mengenai apa saja pekerjaannya di Hotel Cempaka. Safrudin telah bekerja sejak tahun 1995 dan beralamat di Desa Namo Bintang. Safrudin mengatakan bahwa ia hanya mengecek rekap tamu yang masuk dan keluar dari jam 08.00 wib sampai 18.00 wib dan menandatanganinya. Safrudin mengatakan Ia memang melihat mobil kijang hitam dengan plat BK 717 SO. Hakim dengan tindak tegas mengatakan bahwa ini merupakan kelalaian yang dilakukan oleh pihak pekerja Hotel Cempaka yang tidak mengetahui bahwa Kade membawa 2 anak ke kamar hotel untuk bermuat mesum. Selanjutkan hakim meminta terdakwa memberi kesaksian yang sejujurnya mengenai perbuatannya. Sama seperti sidang sebelumnya, Widya memberikan kesaksian yang hampir sama. Widya memberikan cerita awal ia tidur dengan pacarnya saat ia masih kelas 1 SMP di lesehan. Seterusnya ia tidak pernah berjumpa dengan pacarnya yang berbeda sekolah. Widya jelas merasa bersalah dan tidak mau mengulangi perbuatannya. Hakim :“kamu bisa untuk tidak pakai handphone dulu?”. Widya : “Bisa buk”. Hakim :“Jelas kamu yakin bisa? Kamu yakin kamu bisa tidak pacaran dulu?” Widya : “Bisabuk”. Universitas Sumatera Utara Hakim juga memberi saran kepada orangtua Widya untuk memasukan anaknya kesekolah agama agar lebih taat dengan agama, karena Widya sendiri belum bisa sholat dan baru dilatih oleh Bapas. Widya sendiri menambahkan bahwa ia sudah meminta maaf kepada Rini, tetapi saat ia ingin melakukan niat baiknya Rini tidak mau keluar dari kamar karena sangat benci dengan Widya. Orangtua Rini memaafkan kesalahan Widya. Peneliti mendekati Ibu Widya yang sedang menangis karena mendegar hakim mengatakan bahwa Widya bisa terkena UU perdangangan orang dengan bukti hasil visum dari RS.Bhayangkara yang menyatakan bahwa korban adanya selaput dara koyak, liang vagina dapat dilalui jari, merupakan luka baru diduga melalui benda tumpul. Ibu Widya hanya mengatakan “ya kayak ginilah anak saya. Anak perempuan satu-satunya malah kayak gini, hancur perasaan ini buk”. Ibu Widya memanggil saya dengan sebutan ibu, beliau hanya tahu saya bagian dari PKPA. Peneliti pun turut senang. Widya sendiri masih trauma dan takut bahwa dirinya akan sama nasibnya seperti Kade berada dalam bui-bui penjara. Sekarang Widya dan Rini sudah bersekolah di sekolah yang berbeda. Kepindahan sekolah dilakukan untuk menghidari Widya dan Rini dari cemoohan teman-temannya lalu untuk memberikan suasana sekolah yang baru untuk Widya dan Rini. Ibu Widya sekarang lebih memantau Widya saat pulang dari sekolah dan saat Widya bermain diluar rumah. Sidang putusan untuk kasus Widya ditunda sampai sekarang. Untuk orang yang melakukan tindakan pidana perdangangan orang dalam berkasa acara melanggar pasal 81,82, dan UU RI No.23 Tahun 2002 Perlindungan Anak dan pasal 2 ayat 1 diikuti UU No.21 Tahun 2007, tertulis: Universitas Sumatera Utara Menurut Pasal 2 UU RI No.21 Tahun 2007“Setiap orang yang memperdangangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000,- dan paling sedikit Rp.60.000.000”. Tim PKPA untuk kasus Widya ini telah melakukan beberapa kali investigasi ke rumah Widya terlebih dahulu. Wawancara kepada Widya dengan melontarkan banyak pertanyaan untuk menggali semua informasi terkait laporan dari keluarga Rini yang tidak terima anaknya diperlakukan Widya dengan cara tidak terpuji. Tim PKPA bersabar untuk mendegar semua jawaban Widya, mengulang beberapa pertanyaan untuk mendapatkan jawaban yang jelas, dan menyusun hasil wawancara yang telah direkam ke sebuah draft untuk dipelajari lebih dalam lagi oleh PUSPA pada saat proses di pengadilan. PUSPA juga melakukan visum ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk membuktikan hilangnya keperawanan Widya dan Rini. Pada kasus Trafficking ini, peneliti dapat ikut ke ruang sidang tertutu, peneliti melihat Kak Wiwik sebagai pengacara anak benar- benar melakukan pembelaan kepada Widya yang menjadi saksi dan terdakwa. Kak Wiwik mengklaim Kade bahwa Kade melakukan pembelaan yang merugikan Widya. Bersama mitra kerja Bapas sebagai pendamping Kak Wiwik terus memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada Kade yang bisa membantu Widya walaupun Widya akan mendapatkan sangsi pada saat penjatuhan putusan nanti. Kak Wiwik terus memantau Widya dengan meminta kepada orangtua Widya untuk memindahkan Widya ke sekolah lain, mengajarkan Widya sholat, dan terus memantau Widya keluar rumah kemana saja agar tidak terulang lagi. Kak Wiwik juga meminta Widya untuk berbicara yang sejujurnya di depan hakim agar hakim anak tersebut dapat melihat kesalahan yang diperbuat Widya dan Kade, Kak Universitas Sumatera Utara Wiwik juga memberikan surat visum dari rumah sakit kepada hakim untuk memberikan pertimbangan hukuman kepada Widya. Universitas Sumatera Utara

BAB IV Bentuk Perlindungan PUSPA PKPA Kepada Anak

Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga

4.1 Perlindungan Saat anak Mengadu

Melindungi seorang anak dalam ancaman bahaya kekerasan dalam rumah tangga merupakan cara yang harus dilakukan PKPA terhadap anak yang menjadi korban kekerasan dari pelaku utama yakni keluarga. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian PKPA terhadap korban anak sesuai dengan visi dan misi menjalankan setiap program-program yang berkaitan dengan hati nurani untuk menjaga dan melindungi anak. Salah satu bentuk perlindungan awal kepada anak meletakkan anak pada posisi baik dalam artian mendengarkan curahan kepenatan hatinya, merasakan ketakutan yang ada pada dirinya, dan memberikan rasa aman kepada anak, menjaga identitas anak dengan baik sesuai kode etik yang telah disepakati, menjauhkan anak dari pelaku kejahatan dengan diletakan kepada rumah aman, dan membawa anak kepada kepolisian agar mendapatkan perlindungan hukum yang lebih baik. Terdapat juga beberapa tindakan atau upaya yang masih harus dilakukan unit PUSPA PKPA terhadap korban setelah kasus selesai, antara lain:

4.1.1 Perlindungan Saat Pemulangan Korban

Anak yang merupakan korban dari kekerasan dalam rumah tangga setelah melalui tahap-tahap penyelesaian perkara baik di kepolisian maupun di pengadilan akan sampai pada tahap pemulangan kembali kepada keluarga, panti asuhan, maupun orangtua asuh yang diawasi dan ditindaklanjuti langsung oleh tim Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengalaman Remaja Putri Korban Kekerasan Seksual di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan

1 71 125

Preferensi Penghuni dalam Memilih Rumah Tinggal (Studi Kasus: Komplek Perumahan Cemara Asri)

12 84 100

Pengaruh Iklan Televisi Terhadap Perilaku Rumah Tangga Dalam Penggunaan Monosodium Glutamat di Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Kotamadya Medan Tahun 2002

1 39 72

Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Mewujudkan Program Medan Green and Clean (MdGC) Melalui Pengelolaan Bank Sampah di Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan Tahun 2012

4 108 164

Tinjauan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Putusan Pengadilan Negeri Medan No.1345/Pid. B/2010/PN/Medan)

0 66 146

Faktor-faktor Penyebab Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Dampaknya Terhadap Korban” (Studi Kasus Pada 3 Orang Korban KDRT yang Ditangani oleh Yayasan Pusaka Indonesia dan PKPA).

6 93 106

Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Kota Medan

10 114 91

Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan

0 35 85

Penelantaran Istri Oleh Suami Sebagai Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Penerapan Hukumnya (Studi Kasus No: 378/Pid.B/2007/PN-Medan) dan (STUDI KASUS No: 1921/Pid.B/2005/PN-Medan)

1 44 93

Pengalaman Remaja Putri Korban Kekerasan Seksual di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan

0 0 23