3.2 Penanganan Kasus dan Pendampingan Oleh PUSPA PKPA
Penanganan dan pendampingan yang dilakukan PUSPA PKPA harus sesuai prosedur hukum yang berlaku. Beberapa tahapan proses penangangan
kasus yang dilakukan PUSPA PKPA dari tahap awal sampai tahap akhir. Tahapan-tahapan proses itu antara lain:
1. Identifikasi. Ini merupakan tahap pertama mengenai masalah kekerasan anak dalam rumah tangga. Pada tahap ini masyarakat, wartawan, polisi,
korbanpelaku, maupun dokter boleh memberikan laporan kepada PUSPA PKPA mengenai kesaksian ataupun fenomena kekerasan yang terjadi
sehingga kasus ini harus dibawa ke lembaga perlindungan. Keluarga pelapor biasanya datang ke PUSPA PKPA berdasarkan pemberitahuan
yang disampaikan oleh polisi, wartawan, maupun masyarakat. 2. Investigasi merupakan tahap selanjutnya. PKPA dalam unit PUSPA
PUSPA harus melakukan kunjungan ke rumah korban. Kunjugan ini untuk pengamatan terhadap perilaku anak dan kehidupan keluarga serta
wawancara dengan keluarga korban. Wawancara yang dilakukan meletakan posisi Tim PUSPA PKPA sebagai pendengar dan menjaga
kehati-hatian dalam bertanya agar korban merasa nyaman dengan maksud dari kedatangan orang PKPA, merekam dan mencatat segala proses
wawancara adalah bagian dari tim ini. 3. Intervensi merupakan pemberian pertolongan kepada korban anak atau
keluarga seperti bantuan konkrit uang, barang, dan tempat tinggal. Bantuan lainnya seperti perawatan medispemeriksaan kesehatan visum
gratis dari pemerintah ke Rumah Sakit Bayangkara ataupun Prigadi sesuai
Universitas Sumatera Utara
rujukan. Lalu si korban membuat laporan di kepolisian dengan membawa hasil visum yang ditujukan kepada pihak kepolisian. Hasil visum juga
akan ditujukkan nantinya di pengadilan jika proses kasus sampai ke jalur pengadilan. Apabila selama kasus diproses baik di kepolisian maupun di
pengadilan korban merasa tidak nyaman tinggal bersama keluarga maka korban dititipkan di rumah aman
43
sampai korban siap untuk dikembalikan ke rumah keluarga. Apabila si korban merasa memang tidak nyaman
tinggal bersama keluarga maka dicarilah alternatif orang tua penggantiasuh, dimasukkan ke panti asuhan, atau dikembalikan kepada
keluarga pihak ayah maupun ibu. Setela perkara kasus selesai korban akan di rehabilitasi untuk pemulihan kejiwaan. Di PKPA sendiri memiliki
psikolog anak untuk melihat perkembangan anak sebagai korban dan memberikan pertolongan kesembuhan kejiwaan anak akibat trauma yang
bekerja sama dengan dosen psikologi USU. 4. Terminasi merupakan tahap akhir atau penutupan kasus. Penutupan kasus
dapat dilakukan oleh beberapa faktor: a. Keluarga korban dan pelaku telah berbaikan.
b. Anak tidak lagi berada dalam ancaman selama pemantauan dan pendampingan PUSPA dan keluarga korban.
c. Sikap keluarga kepada anak memburuk dan anak harus dilepas dari keluarga sendiri. Anak bisa dititipkan pada orangtua asuh maupun
panti asuhan. d. Tidak ada kemajuan dalam penanganan kasus atau kasus gagal.
43
Rumah aman merupakan tempat tinggal sementara anak baik di PKPA maupun rumah staff PKPA dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
e. Keluarga menolak kerja sama. Kejadian seperti ini biasanya terjadi pada keluarga korban.
f. Tidak ada yang membawa pihak ini ke pengadilan. Kasus tidak sampai
ke pengadilan karena keluarga korban dan pelaku menggunakan jalan restoratif justice atau penyelesaian masalah secara kekeluargaan antara
pihak korban dan pelaku. g. Lembaga tidak mempunyai dana lagi.
Bagan 1 Tahap Penanganan Kasus
Korban
Korban: 1.Laporan langsungkeluarga
2.Mass media 3.Tujukan police, NGOs, hospital, etc
PKPA
Drop in Center Penyelamatan
Rasa Aman
KeluargaSaudara
Proses Litigasi
Re-integrasi
Penolakan keluarga
Layanan medis, Konseling
Penguatan korban Advis dan
pendampingan Monitoring and advise
Masalah baru muncul
Sumber PUSPA PKPA 2012
Di atas merupakan tahap-tahap layanan yang diberikan PKPA. Mulai dari penyelamatan anak dengan memberikan anak pada rumah aman atau keluarga
asuh sementara, lalu melakukan visum ke rumah sakit dan melakukan wawancara kepada pihak keluarga sebagai pelaku. Pada tahap selanjutnya akan sering terjadi
penolakan dari pihak keluarga korban karena beberapa alasan tertentu agar kasus
Universitas Sumatera Utara
tidak sampai ke pengadilan maka penyelesaian secara restoratif justice dengan pihak keluarga pelaku akan dilakukan.
Bagan 2 Tahap Rujukan Untuk Korban
SHELTER Rumah aman
RUMAH SAKIT
LSM PPA-POLISI
KORBAN
KORBAN KORBAN
MEKANISME RUJUKAN KORBAN
Sebelum sampai ke CWCC, korban terlebih dahulu akan
menjalani pemeriksaan maupun layanan daruratawal
di lembaga‐lembaga pengaduan yang tersedia di
Kepolisian, Rumah Sakit, DICORNOP
Sumber PUSPA PKPA
Ini merupakan mekanisme rujukan korban tahap intervensi. Tahap ini korban dikembalikan ke rumah aman setelah melakukan visum di rumah sakit
pemerintah. Korban akan kembali melakukan proses di PKPA LSM dan polisi menindaklanjuti perkara apakah akan melalui jalur hukum pengadilan agar anak
mendapatkan perlakuan yang adil atau kasus ditutup. Pada saat kasus sampai ke jalur hukum pengadilan, hakim yang diperlukan hakim yang sudah paham dan
bergerak pada penyelesaian kasus anak yakni hakim anak
44
begitu juga dengan
44
Hakim anak adalah Hakim yang penunjukkannya ditetapkan berdasarkan surat keputusan Mahkamah Agung atau pejabat lain yang telah ditunjuk oleh Mahkamah Agung, yang telah
berpengalaman sebagai hakim orang dewasa, dan mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak. didapat dari buku saku untuk Polisi. Unicef
Universitas Sumatera Utara
jaksa dalam perkara anak
45
. Hal ini karena hakim dan jaksa anak lebih paham pada penyelesaian kasus anak dibanding hakim dan jaksa yang menyelesaikan
kasus-kasus yang dilakukan oleh orang dewasa maupun korban yang bukan anak- anak lagi.
Segala kegiatan yang dilakukan PKPA dalam melindungi anak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Segala kegiatan PKPA melibatkan aparat
kepolisian, pengadilan, rumah sakit dan penjara dan mereka adalah bagian dari segala proses kasus di PKPA. Setiap kasus anak akan mengalami proses secara
bertahap dan panjang karena setiap pelanggaran yang dibuat oleh pelaku didalam masyarakat akan ada reaksi keras dari korban dan masyarakat didalamnya yang
tidak terima adanya seseorang yang melanggar norma dan nilai yang berlaku. Hal ini sesuai dengan konsep Malinowski dalam menganalisi hukum. Segala aspek
yang melanggar norma baik yang dilakukan secara personal maupun kelompok akan kembali kepada hukum yang berlaku.
3.3 Bentuk dan Kriteria Kekerasan yang Dirasakan Anak